Aku maklumi jika mungkin bagi mereka aku tidak pantas dipanggil sebagai seorang atasan mereka. Karena yang mereka pandang pertama adalah penampilan. Penampilan menarik dianggapnya sebagai orang sukses serta berpendidikan seperti pada umumnya.
“Bu Rista pemilik restoran ini, Bu. Termasuk restoran induk yang ada di beberapa tempat!” Jawab Karyawanku yang aku minta menjadi manajer di restoran cabang ini.“Tidak mungkin!” sahut mereka serempak. Aku tersenyum kecil mendengar mereka bertiga seakan terkejut dengan kesuksesan yang aku miliki sekarang.Aku menyerahkan kembali dokumen yang sudah aku tandatangani kepada manajerku. Aku meminta Ara segera menghabiskan minumannya sebelum kembali ke boarding school.“Rista, apakah yang dikatakan lelaki itu benar?” Mantan mertuaku serta mantan suamiku sepertinya masih tidak percaya. Kedua mata mereka bertiga menatapku seakan mengintimidasiku.“Menurutmu bagaimana?” Aku penasaran dengan jawaban mereka.“Menurutku itu tidak mungkin. Mana mungkin warung biasa berubah menjadi restoran terkenal dalam lima tahun!” Mas Bagas sepertinya masih tidak percaya yang terjadi padaku sekarang.Dia memang suka merendahkan orang. Mereka tidak tahu trik pemasaran yang aku pakai untuk memajukan restoran kecil yang dirintis ayahku. Dulu aku memang pernah bilang jika ayahku cuma usaha warung makan biasa pada keluarga suamiku setelah melihat gelagat anehnya. Itulah sebabnya mereka sekeluarga selalu merendahkan aku. Belum lagi adik Mas Bagas yang tergolong memasuki usia remaja namun parasnya mirip tante-tante karena make up yang dipakai tidak sesuai dengan usianya.“Kalau tidak percaya ya sudah. Aku tidak perlu meladeni orang yang menurutku tidak penting!” Aku menggandeng tangan Ara menuju ke lokasi parkir. Karyawanku yang kebetulan tengah senggang dengan cekatan membawakan belanjaan ku. Sebenarnya aku tidak suka memanfaatkan karyawanku untuk membantuku membawakan belanjaan ku, hanya saja aku ingin membuat mereka bertiga panas. Sengaja ingin memberi pelajaran akan kesombongan dan hinaannya kepadaku.Sesampai di lokasi parkir, aku tidak berterima kasih begitu saja pada karyawan ini. Melainkan memberikan uang tip untuknya sekedar membeli minum.“Harusnya Bu Rista tidak perlu memberi saya uang. Saya cukup senang bekerja di restoran Bu Rista!” Aku terkagum dengan salah satu karyawanku yang rendah hati seperti ini. “Tidak apa, rezeki untukmu hari ini!” setelah memastikan semua barang sudah siap, aku kembali melajukan mobilku menuju ke asrama. Tempat tinggal sementara bagi Ara yang menempuh pendidikan di sana.Aku menatap bangunan megah yang dulu pernah bercita-cita menyekolahkan Ara disana. Setiap malam aku meminta kepada Allah supaya semua usahaku lancar dan bisa menyekolahkan Ara disana. Usaha memang tidak menghianati hasil. Usahaku lancar dan aku bisa mendaftarkan Ara di asrama.“Ma, jaga diri baik-baik di rumah. Kalau Papa tetep ember, biarin aja!” Aku mengangguk cepat setelah Ara memberikan sebuah pesan untukku sebelum memasuki pintu utama asrama. “Mama ini hebat dan kuat. Mama juga sudah sabuk biru melati empat, yang pasti tidak akan kalah sama Papa!” Ucapanku membuat Ara tertawa. Aku dulu memang termasuk salah satu anggota perguruan pencak silat asli indonesia. Bahkan Ara mengikuti jejakku mengikuti kegiatan ini.Aku melambaikan tangan pada gadisku yang sudah berusia remaja. Disana sudah ada beberapa ustadzah menyambut kedatangan anak didik mereka yang memang sudah waktunya kembali ke asrama. Aku kembali ke kediamanku usia mengantar anak gadisku ke asrama. Tidak lupa aku mampir ke sebuah toko kue tradisional kesukaan Ibuku. Kue carabikang yang masih hangat adalah kue kesukaan Ibu. Aku membeli beberapa kemudian kembali pulang. Entah kenapa nasibku begitu apes hari ini. Siang ini aku mendapati Lala, mantan adik iparku tengah berdiri di depan rumah tetanggaku. Entah apa yang dilakukannya. Aku berlalu memasuki halaman rumahku.Aku malas sekali melihat wajahnya, bukan karena aku menjadi wanita sombong, semua kenangan buruk tentangnya menguar begitu saja. “Assalamu alaikum, Ibu!” Ibuku sudah berdiri menungguku di depan pintu. Sudah menjadi kebiasaan, Ibu akan menunggu kepulangan anak atau suaminya.“Waalaikum salam, Nak. Bagaimana Ara? Apakah dia sudah sampai di asrama?” Aku mencium punggung telapak tangan wanita yang sudah melahirkan aku. “Alhamdulillah, meski baru satu semester tinggal di asrama, dia tidak pernah mengeluh. Malah Ara senang punya banyak teman di asrama,” Aku duduk di ruang keluarga bersama Ibuku sambil menikmati kue carabikang yang aku beli di toko kue.“Itu ada mantan iparmu di rumah tetangga. Entah menunggu siapa, dari tadi Ibu lihat dia hanya berdiri dan berteriak memanggil anak lelakinya Bu Retno. Apa kamu tidak menyapanya?” Ibuku beranggapan semua orang akan berubah pada masanya. Nyatanya keluarga mantan suami belum berubah. Mungkin Lala juga sama, apalagi terkenal gadis judes.“Tidak. Rista lelah habis dihina sama keluarga Mas Bagas. Tadi kami tidak sengaja bertemu di supermarket!” Wajah renta Ibuku yang pembawaannya tenang mendadak berubah. Dibelainya tanganku dan berkata, “Biarkan saja, Nak. Serahkan semua pada Allah. Jadilah wanita penyabar, hanya Allah yang membolak balikkan hati manusia!” begitulah Ibuku akan bicara jika aku dihina oleh mantan keluarga suamiku. Aku paham dengan karakter Ibuku, membenci perbuatan kasar apalagi balas dendam. Itulah sebabnya, mendiang ayahku sangat mencintai Ibuku. Disaat sakit, mendiang ayah sering meminta Ibu menemaninya dan membacakan shalawat untuknya. Tidak berapa lama, terdengar suara gaduh di depan rumah tetangga. Aku dan Ibu tidak keluar langsung, tetapi melihat kegaduhan di balik tirai jendela.Lala tengah bersitegang dengan wanita paruh baya. Entah apa yang terjadi, tetapi sangat terlihat sekali bahwa Lala sedang memarahi seorang wanita.“Aku tidak sudi anakku berpacaran denganmu!” Suara Bu Retno yang memang terdengar keras hingga sampai ke rumahku. Beberapa warga mulai berkerumun melihat kejadian di luar yang mengganggu.“Anakmu itu jatuh cinta padaku, dan pantas menjadi pacarku. Aku berhak menjalin hubungan dengan Mas Tomi!” Aku melihat Lala dengan percaya diri layak menjalin hubungan dengan seseorang.“Sudah, kita masuk saja, Bu. Urusan Lala biar menjadi urusannya. Lagian nanti jika kita melerainya, pasti dia akan memarahi kita!” Aku mengajak Ibuku untuk tidak mencampuri urusan mereka. Ibu menurut padaku, kami kembali ke ruang tengah menikmati kue yang aku beli tadi.DrrttPonselku kembali berdering dengan nomor baru. Aku melihat foto profilnya saja sudah membuatku malas menerima panggilannya.Siapa yang menghubungi Rista?Aku mengabaikan panggilan dari mantan suamiku itu. Menurutku itu lebih baik daripada harus menanggapi ucapannya yang tidak penting. Aku memilih pergi ke dapur menyiapkan makan siang untukku dan Ibu. Meski sudah berkecukupan, aku tetap melakukan pekerjaan rumah sendiri. Tidak mempekerjakan asisten rumah tangga. Aku tidak suka ada orang asing tinggal di rumahku.“Rista, ponselmu berdering dari tadi!” Panggilan Ibu membuyarkan kegiatanku memasak. Aku mengambil ponsel dan menolak panggilan darinya.“Mas Bagas menghubungiku lagi, Bu. Tidak pantas jika Rista menerima panggilannya, karena Maa Bagas juga sudah memiliki istri!” “Mungkin ingin bicara sama Ara!” Ibuku masih berharap pada Mas Bagas untuk mengingat Ara.“Mas Bagas sudah tahu Ara di asrama. Jadi tidak ada alasan menghubungiku untuk bicara dengan Ara, Bu!” Ibuku mengangguk pelan. Mungkin paham dengan yang aku katakan. Memang tidak pantas jika kami saling berhubungan meski melalui sambungan telepon. Apalagi soal Ara, Mas Bagas bisa
Aku tidak menyangka dengan jalan pikiran Mas Bagas dengan mengirim pesan itu padaku.“Apa dia keracunan makanan sampai tidak bisa berpikir jernih?” Gumamku sambil menghapus pesan dari Mas Bagas. Aku juga segera memblokir nomor ponselnya.“Kamu kenapa ngedumel sendiri?” “Mas Bagas, Bu. Setelah melihat kesuksesanku, tiba-tiba mengajak rujuk. Padahal tadinya menghina penampilanku!” Ibu menggeleng pelan sesekali terdengar lantunan istighfar dari bibirnya. Mungkin Ibu juga terkejut dengan sikap yang diambil mantan suamiku ini.“Ibu tidak ingin kamu rujuk dengan Bagas. Ibu sudah terlalu kecewa dengannya, Ris!”“Rista juga tidak mau, Bu. Kalau Rista sampai rujuk, sama saja menjadi pelakor. Lagian Rista tidak mau jatuh ke lubang yang sama. Rista cukup bahagia menjalani hidup seperti ini. Membesarkan anak dan melanjutkan usaha keluarga!” Tidak banyak yang aku minta setelah perceraian. Jika setelah perceraian banyak yang menginginkan pasangan yang lebih baik. Namun bukan itu yang aku inginkan
[Jangan kira kamu bisa mendapatkan semua yang kamu inginkan. Aku tetap akan merampasnya darimu] Sebuah pesan dari nomor baru masuk ke ponselku. Aku sama sekali tidak takut dengan ancaman yang bisa dipastikan dari keluarga Mas Bagas. Aku menyodorkan ponselku pada Maya, seketika dia membacanya dan berakhir menggeleng kepalanya pelan.“Keluarga benalu, semua keturunannya juga benalu semua!” sahut Maya. Maya kembali meletakkan ponsel di meja. “Iya, semua menyusahkan termasuk istrinya itu!” “Aku dulu tidak suka saat kalian bersahabat. Dara bukanlah gadis baik, dia akan memanfaatkan pertemanan! Dara sudah mengincar Bagas sejak kalian menikah. Perselingkuhan mereka akhirnya terkuak menjelang kalian bercerai!” Aku mengangguk pelan, memang aku dulu curiga saat Mas Bagas tiba-tiba sering mendapat sesuatu dari seseorang. Barang-barang itu adalah kesukaan Mas Bagas dan selama menikah, hanya aku dan Dara yang mengetahuinya karena aku sering bercerita mengenai Mas Bagas pada Dara. Awalnya aku ab
Aku mengabaikan sejenak orang yang sedang mengawasiku. Tidak peduli dia siapa yang penting disini aku tidak merasa mengganggunya.“Tidak terasa kita sudah tua begini!” Sahut Angga. Hampir dua belas tahun tidak saling bertemu, jadi ada rasa rindu akan kebersamaan serta kekompakan kami dulu.“Iya, rasanya kangen banget sama teman-teman sekolah,” Maya menimpali ucapan Angga.“Kalian kompak sekali!” Sahutku begitu saja. Sepertinya menjodohkan mereka yang masih sama-sama lajang adalah rencana yang cukup baik. “Bagaimana kalau aku bikin acara reuni untuk teman sekelas?” Sebetulnya itu ide bagus, tapi pasti nanti aku bertemu dengan Dara. Sahabat yang dulu menjalin hubungan dengan Mas Bagas sebelum kami bercerai. Ah, biarkan saja. Aku juga sudah tidak peduli dengan mereka. “Ide bagus itu, Angga. Nostalgia jaman sekolah!” Aku pun menyetujui ide Angga mengadakan acara reuni. Tidak masalah jika nanti ada yang akan menggangguku. Aku sudah tahu resiko yang nantinya aku hadapi.“Kita catat semua
Reuni memang masih diselenggarakan satu bulan lagi, mengingat perlu banyak persiapan. Termasuk mengundang guru-guru kami saat masih SMA. Meski sudah menjadi alumni, namun jasa guru tidak pernah terbalaskan.TingPonselku bergetar, aku lihat sebuah pesan masuk dari nomor baru.[Ris, sudah tidur?] Sebuah pesan dari Angga. Aku bisa menebaknya melalui foto profilnya.[Belum, ada apa?] Aku membalas pesannya.[Ya sudah, cepat tidur karena besok kamu pasti sibuk dengan restoran kamu] Aku tidak lagi menanggapi pesan yang dikirim Angga padaku. Aku meletakkan kembali ponselku di nakas dan bersiap hendak ke peraduan. Pikiranku melayang akan hari esok, tidak lupa harapan aku lantunkan sebelum aku tidur. Baru juga hendak memejamkan kedua mataku, ponselku lagi-lagi berdering. Aku melihat dengan jelas foto profilnya. Aku langsung menonaktifkan ponselku supaya tidak lagi berhubungan dengannya.Dini hari, aku merasa tubuhku diguncang pelan oleh seseorang.“Ris, Rista. Bangun cepat!” aku sangat mengen
Usai mengunjungi Ara, aku gegas pulang ke rumah. Aku sudah panas usai melihat Dara dan juga Mas Bagas. Mood Ku benar-benar berantakan karena ulah mereka di depan Ara. Andai Ara tidak di antara kami, mungkin aku sudah menendang wajahnya yang tidak tahu malu.Sesampai di pos satpam, aku melihat mantan mertuaku dan juga Lala. Lala sudah sadar dan masih mengenakan pakaian semalam. Apa mungkin Lala baru sadar siang ini? Aku melajukan mobilku menuju ke rumahku.“Assalamu alaikum!” Aku mencium punggung telapak tangan Ibuku.“Waalaikum salam!” “Bagaimana Ara? Apa dia baik-baik saja?” Tanya Ibu kepada cucu kesayangannya.“Alhamdulillah, Bu. Ara ternyata lebih nyaman di asrama! Badannya juga terlihat lebih berisi,” aku sengaja menyembunyikan kejadian memalukan di asrama tadi daripada membuat beban pikiran Ibuku.Aku duduk bersama Ibu menikmati sejuknya angin siang hari. Apalagi di teras rumah terdapat pohon mangga yang cukup rindang. Sekotak buah potong yang aku beli sebelum pulang menjadi cam
Satu bulan berlalu dan tepat hari ini adalah acara reuni dilaksanakan. Aku menggunakan gamis berwarna senada. Sebuah cincin berlian tidak lupa kusematkan di jari manisku. Cincin berlian hasil kerja kerasku usai bercerai dengan Mas Bagas.“Kamu cantik sekali, Nak. Ibu hanya bisa mendoakan, semoga kamu diberikan kebahagiaan!” Ibu mengusap kepalaku yang tertutup hijab lebar yang menjuntai. Penampilanku ini mungkin akan dianggap memalukan oleh sebagian orang. Apalagi saat masih sekolah, aku selalu berpenampilan modis tanpa hijab. Aku berhijab ketika menikah dengan Mas Bagas sebagai baktiku menjadi seorang istri yang harus menjaga kehormatannya.“Rista sudah cukup bahagia bersama Ibu dan Ara. Untuk saat ini, belum ada kebahagiaan lain selain Ibu dan Ara!” Aku mencium punggung telapak tangan Ibuku saat akan pergi menghadiri acara reuni. Sebenarnya aku juga sudah tidak sabar bertemu teman-teman paling gokil.Mobil yang kukendarai sudah mulai memasuki area parkir. Samar-samar aku melihat Dara
Aku merasa sangat jengah melihat penampilan Dara seperti bulan lalu saat ke asrama. Aku sendiri bahkan ikut malu dengan penampilan Dara yang tidak lain adalah ibu tiri Ara.“Mama!” Ara menghamburkan pelukannya padaku, begitulah jika lama tidak bertemu. Kemudian dia mencium punggung telapak tangan Maya dan Angga. “Hai gadis cantik!” Sapa Angga pada Ara. “Hai, Om. Bagaimana kabarnya?” “Alhamdulillah. Om selalu baik! Ara nyaman tinggal di Asrama?”“Nyaman dong, Om. Kalau pun rindu, pasti hanya rindu pada Mamaku yang sangat baik dan cantik!” “Nona kecil, kapan liburan? Tante mau ajak jalan-jalan ke Malang!” Wajah Ara seketika terlihat begitu ceria usai mendengar ajakan Maya berlibur ke luar kota. Apalagi kota yang terkenal dengan buah apelnya itu.“Tiga bulan lagi Ara udah libur sekolah, Te. Sepertinya rencana Tante sangat bagus. Ara ingin sekali jalan-jalan ke tempat yang sejuk!” “May, Ara saja yang kamu ajak! Aku juga ikut dong!” Angga ternyata tidak mau ketinggalan. Pria berusia k