Share

Bab 2. Tercengang

Penulis: Eka Sa'diyah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-01 10:08:55

Aku maklumi jika mungkin bagi mereka aku tidak pantas dipanggil sebagai seorang atasan mereka. Karena yang mereka pandang pertama adalah penampilan. Penampilan menarik dianggapnya sebagai orang sukses serta berpendidikan seperti pada umumnya.

“Bu Rista pemilik restoran ini, Bu. Termasuk restoran induk yang ada di beberapa tempat!” Jawab Karyawanku yang aku minta menjadi manajer di restoran cabang ini.

“Tidak mungkin!” sahut mereka serempak. Aku tersenyum kecil mendengar mereka bertiga seakan terkejut dengan kesuksesan yang aku miliki sekarang.

Aku menyerahkan kembali dokumen yang sudah aku tandatangani kepada manajerku. Aku meminta Ara segera menghabiskan minumannya sebelum kembali ke boarding school.

“Rista, apakah yang dikatakan lelaki itu benar?” Mantan mertuaku serta mantan suamiku sepertinya masih tidak percaya. Kedua mata mereka bertiga menatapku seakan mengintimidasiku.

“Menurutmu bagaimana?” Aku penasaran dengan jawaban mereka.

“Menurutku itu tidak mungkin. Mana mungkin warung biasa berubah menjadi restoran terkenal dalam lima tahun!” Mas Bagas sepertinya masih tidak percaya yang terjadi padaku sekarang.

Dia memang suka merendahkan orang. Mereka tidak tahu trik pemasaran yang aku pakai untuk memajukan restoran kecil yang dirintis ayahku. Dulu aku memang pernah bilang jika ayahku cuma usaha warung makan biasa pada keluarga suamiku setelah melihat gelagat anehnya. Itulah sebabnya mereka sekeluarga selalu merendahkan aku. Belum lagi adik Mas Bagas yang tergolong memasuki usia remaja namun parasnya mirip tante-tante karena make up yang dipakai tidak sesuai dengan usianya.

“Kalau tidak percaya ya sudah. Aku tidak perlu meladeni orang yang menurutku tidak penting!” Aku menggandeng tangan Ara menuju ke lokasi parkir. Karyawanku yang kebetulan tengah senggang dengan cekatan membawakan belanjaan ku. Sebenarnya aku tidak suka memanfaatkan karyawanku untuk membantuku membawakan belanjaan ku, hanya saja aku ingin membuat mereka bertiga panas. Sengaja ingin memberi pelajaran akan kesombongan dan hinaannya kepadaku.

Sesampai di lokasi parkir, aku tidak berterima kasih begitu saja pada karyawan ini. Melainkan memberikan uang tip untuknya sekedar membeli minum.

“Harusnya Bu Rista tidak perlu memberi saya uang. Saya cukup senang bekerja di restoran Bu Rista!” Aku terkagum dengan salah satu karyawanku yang rendah hati seperti ini. 

“Tidak apa, rezeki untukmu hari ini!” setelah memastikan semua barang sudah siap, aku kembali melajukan mobilku menuju ke asrama. Tempat tinggal sementara bagi Ara yang menempuh pendidikan di sana.

Aku menatap bangunan megah yang dulu pernah bercita-cita menyekolahkan Ara disana. Setiap malam aku meminta kepada Allah supaya semua usahaku lancar dan bisa menyekolahkan Ara disana. Usaha memang tidak menghianati hasil. Usahaku lancar dan aku bisa mendaftarkan Ara di asrama.

“Ma, jaga diri baik-baik di rumah. Kalau Papa tetep ember, biarin aja!” Aku mengangguk cepat setelah Ara memberikan sebuah pesan untukku sebelum memasuki pintu utama asrama. 

“Mama ini hebat dan kuat. Mama juga sudah sabuk biru melati empat, yang pasti tidak akan kalah sama Papa!” Ucapanku membuat Ara tertawa. Aku dulu memang termasuk salah satu anggota perguruan pencak silat asli indonesia. Bahkan Ara mengikuti jejakku mengikuti kegiatan ini.

Aku melambaikan tangan pada gadisku yang sudah berusia remaja. Disana sudah ada beberapa ustadzah menyambut kedatangan anak didik mereka yang memang sudah waktunya kembali ke asrama. 

Aku kembali ke kediamanku usia mengantar anak gadisku ke asrama. Tidak lupa aku mampir ke sebuah toko kue tradisional kesukaan Ibuku. Kue carabikang yang masih hangat adalah kue kesukaan Ibu. Aku membeli beberapa kemudian kembali pulang. 

Entah kenapa nasibku begitu apes hari ini. Siang ini aku mendapati Lala, mantan adik iparku tengah berdiri di depan rumah tetanggaku. Entah apa yang dilakukannya. Aku berlalu memasuki halaman rumahku.

Aku malas sekali melihat wajahnya, bukan karena aku menjadi wanita sombong, semua kenangan buruk tentangnya menguar begitu saja. 

“Assalamu alaikum, Ibu!” Ibuku sudah berdiri menungguku di depan pintu. Sudah menjadi kebiasaan, Ibu akan menunggu kepulangan anak atau suaminya.

“Waalaikum salam, Nak. Bagaimana Ara? Apakah dia sudah sampai di asrama?” Aku mencium punggung telapak tangan wanita yang sudah melahirkan aku. 

“Alhamdulillah, meski baru satu semester tinggal di asrama, dia tidak pernah mengeluh. Malah Ara senang punya banyak teman di asrama,” Aku duduk di ruang keluarga bersama Ibuku sambil menikmati kue carabikang yang aku beli di toko kue.

“Itu ada mantan iparmu di rumah tetangga. Entah menunggu siapa, dari tadi Ibu lihat dia hanya berdiri dan berteriak memanggil anak lelakinya Bu Retno. Apa kamu tidak menyapanya?” Ibuku beranggapan semua orang akan berubah pada masanya. Nyatanya keluarga mantan suami belum berubah. Mungkin Lala juga sama, apalagi terkenal gadis judes.

“Tidak. Rista lelah habis dihina sama keluarga Mas Bagas. Tadi kami tidak sengaja bertemu di supermarket!” Wajah renta Ibuku yang pembawaannya tenang mendadak berubah. 

Dibelainya tanganku dan berkata, “Biarkan saja, Nak. Serahkan semua pada Allah. Jadilah wanita penyabar, hanya Allah yang membolak balikkan hati manusia!” begitulah Ibuku akan bicara jika aku dihina oleh mantan keluarga suamiku. Aku paham dengan karakter Ibuku, membenci perbuatan kasar apalagi balas dendam. Itulah sebabnya, mendiang ayahku sangat mencintai Ibuku. Disaat sakit, mendiang ayah sering meminta Ibu menemaninya dan membacakan shalawat untuknya. 

Tidak berapa lama, terdengar suara gaduh di depan rumah tetangga. Aku dan Ibu tidak keluar langsung, tetapi melihat kegaduhan di balik tirai jendela.

Lala tengah bersitegang dengan wanita paruh baya. Entah apa yang terjadi, tetapi sangat terlihat sekali bahwa Lala sedang memarahi seorang wanita.

“Aku tidak sudi anakku berpacaran denganmu!” Suara Bu Retno yang memang terdengar keras hingga sampai ke rumahku. Beberapa warga mulai berkerumun melihat kejadian di luar yang mengganggu.

“Anakmu itu jatuh cinta padaku, dan pantas menjadi pacarku. Aku berhak menjalin hubungan dengan Mas Tomi!” Aku melihat Lala dengan percaya diri layak menjalin hubungan dengan seseorang.

“Sudah, kita masuk saja, Bu. Urusan Lala biar menjadi urusannya. Lagian nanti jika kita melerainya, pasti dia akan memarahi kita!” Aku mengajak Ibuku untuk tidak mencampuri urusan mereka. Ibu menurut padaku, kami kembali ke ruang tengah menikmati kue yang aku beli tadi.

Drrtt

Ponselku kembali berdering dengan nomor baru. Aku melihat foto profilnya saja sudah membuatku malas menerima panggilannya.

Siapa yang menghubungi Rista?

Bab terkait

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 3. Telepon dari Mas Bagas

    Aku mengabaikan panggilan dari mantan suamiku itu. Menurutku itu lebih baik daripada harus menanggapi ucapannya yang tidak penting. Aku memilih pergi ke dapur menyiapkan makan siang untukku dan Ibu. Meski sudah berkecukupan, aku tetap melakukan pekerjaan rumah sendiri. Tidak mempekerjakan asisten rumah tangga. Aku tidak suka ada orang asing tinggal di rumahku.“Rista, ponselmu berdering dari tadi!” Panggilan Ibu membuyarkan kegiatanku memasak. Aku mengambil ponsel dan menolak panggilan darinya.“Mas Bagas menghubungiku lagi, Bu. Tidak pantas jika Rista menerima panggilannya, karena Maa Bagas juga sudah memiliki istri!” “Mungkin ingin bicara sama Ara!” Ibuku masih berharap pada Mas Bagas untuk mengingat Ara.“Mas Bagas sudah tahu Ara di asrama. Jadi tidak ada alasan menghubungiku untuk bicara dengan Ara, Bu!” Ibuku mengangguk pelan. Mungkin paham dengan yang aku katakan. Memang tidak pantas jika kami saling berhubungan meski melalui sambungan telepon. Apalagi soal Ara, Mas Bagas bisa

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-01
  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 4. Pemikiran Gila Mas Bagas

    Aku tidak menyangka dengan jalan pikiran Mas Bagas dengan mengirim pesan itu padaku.“Apa dia keracunan makanan sampai tidak bisa berpikir jernih?” Gumamku sambil menghapus pesan dari Mas Bagas. Aku juga segera memblokir nomor ponselnya.“Kamu kenapa ngedumel sendiri?” “Mas Bagas, Bu. Setelah melihat kesuksesanku, tiba-tiba mengajak rujuk. Padahal tadinya menghina penampilanku!” Ibu menggeleng pelan sesekali terdengar lantunan istighfar dari bibirnya. Mungkin Ibu juga terkejut dengan sikap yang diambil mantan suamiku ini.“Ibu tidak ingin kamu rujuk dengan Bagas. Ibu sudah terlalu kecewa dengannya, Ris!”“Rista juga tidak mau, Bu. Kalau Rista sampai rujuk, sama saja menjadi pelakor. Lagian Rista tidak mau jatuh ke lubang yang sama. Rista cukup bahagia menjalani hidup seperti ini. Membesarkan anak dan melanjutkan usaha keluarga!” Tidak banyak yang aku minta setelah perceraian. Jika setelah perceraian banyak yang menginginkan pasangan yang lebih baik. Namun bukan itu yang aku inginkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-01
  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 5. Ancaman Mas Bagas

    [Jangan kira kamu bisa mendapatkan semua yang kamu inginkan. Aku tetap akan merampasnya darimu] Sebuah pesan dari nomor baru masuk ke ponselku. Aku sama sekali tidak takut dengan ancaman yang bisa dipastikan dari keluarga Mas Bagas. Aku menyodorkan ponselku pada Maya, seketika dia membacanya dan berakhir menggeleng kepalanya pelan.“Keluarga benalu, semua keturunannya juga benalu semua!” sahut Maya. Maya kembali meletakkan ponsel di meja. “Iya, semua menyusahkan termasuk istrinya itu!” “Aku dulu tidak suka saat kalian bersahabat. Dara bukanlah gadis baik, dia akan memanfaatkan pertemanan! Dara sudah mengincar Bagas sejak kalian menikah. Perselingkuhan mereka akhirnya terkuak menjelang kalian bercerai!” Aku mengangguk pelan, memang aku dulu curiga saat Mas Bagas tiba-tiba sering mendapat sesuatu dari seseorang. Barang-barang itu adalah kesukaan Mas Bagas dan selama menikah, hanya aku dan Dara yang mengetahuinya karena aku sering bercerita mengenai Mas Bagas pada Dara. Awalnya aku ab

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-01
  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 6. Rencana Reuni

    Aku mengabaikan sejenak orang yang sedang mengawasiku. Tidak peduli dia siapa yang penting disini aku tidak merasa mengganggunya.“Tidak terasa kita sudah tua begini!” Sahut Angga. Hampir dua belas tahun tidak saling bertemu, jadi ada rasa rindu akan kebersamaan serta kekompakan kami dulu.“Iya, rasanya kangen banget sama teman-teman sekolah,” Maya menimpali ucapan Angga.“Kalian kompak sekali!” Sahutku begitu saja. Sepertinya menjodohkan mereka yang masih sama-sama lajang adalah rencana yang cukup baik. “Bagaimana kalau aku bikin acara reuni untuk teman sekelas?” Sebetulnya itu ide bagus, tapi pasti nanti aku bertemu dengan Dara. Sahabat yang dulu menjalin hubungan dengan Mas Bagas sebelum kami bercerai. Ah, biarkan saja. Aku juga sudah tidak peduli dengan mereka. “Ide bagus itu, Angga. Nostalgia jaman sekolah!” Aku pun menyetujui ide Angga mengadakan acara reuni. Tidak masalah jika nanti ada yang akan menggangguku. Aku sudah tahu resiko yang nantinya aku hadapi.“Kita catat semua

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-01
  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 7. Hadiah Dari Mas Bagas

    Reuni memang masih diselenggarakan satu bulan lagi, mengingat perlu banyak persiapan. Termasuk mengundang guru-guru kami saat masih SMA. Meski sudah menjadi alumni, namun jasa guru tidak pernah terbalaskan.TingPonselku bergetar, aku lihat sebuah pesan masuk dari nomor baru.[Ris, sudah tidur?] Sebuah pesan dari Angga. Aku bisa menebaknya melalui foto profilnya.[Belum, ada apa?] Aku membalas pesannya.[Ya sudah, cepat tidur karena besok kamu pasti sibuk dengan restoran kamu] Aku tidak lagi menanggapi pesan yang dikirim Angga padaku. Aku meletakkan kembali ponselku di nakas dan bersiap hendak ke peraduan. Pikiranku melayang akan hari esok, tidak lupa harapan aku lantunkan sebelum aku tidur. Baru juga hendak memejamkan kedua mataku, ponselku lagi-lagi berdering. Aku melihat dengan jelas foto profilnya. Aku langsung menonaktifkan ponselku supaya tidak lagi berhubungan dengannya.Dini hari, aku merasa tubuhku diguncang pelan oleh seseorang.“Ris, Rista. Bangun cepat!” aku sangat mengen

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-17
  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 8. Datangnya mantan mertua

    Usai mengunjungi Ara, aku gegas pulang ke rumah. Aku sudah panas usai melihat Dara dan juga Mas Bagas. Mood Ku benar-benar berantakan karena ulah mereka di depan Ara. Andai Ara tidak di antara kami, mungkin aku sudah menendang wajahnya yang tidak tahu malu.Sesampai di pos satpam, aku melihat mantan mertuaku dan juga Lala. Lala sudah sadar dan masih mengenakan pakaian semalam. Apa mungkin Lala baru sadar siang ini? Aku melajukan mobilku menuju ke rumahku.“Assalamu alaikum!” Aku mencium punggung telapak tangan Ibuku.“Waalaikum salam!” “Bagaimana Ara? Apa dia baik-baik saja?” Tanya Ibu kepada cucu kesayangannya.“Alhamdulillah, Bu. Ara ternyata lebih nyaman di asrama! Badannya juga terlihat lebih berisi,” aku sengaja menyembunyikan kejadian memalukan di asrama tadi daripada membuat beban pikiran Ibuku.Aku duduk bersama Ibu menikmati sejuknya angin siang hari. Apalagi di teras rumah terdapat pohon mangga yang cukup rindang. Sekotak buah potong yang aku beli sebelum pulang menjadi cam

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-17
  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 9. Acara Reuni

    Satu bulan berlalu dan tepat hari ini adalah acara reuni dilaksanakan. Aku menggunakan gamis berwarna senada. Sebuah cincin berlian tidak lupa kusematkan di jari manisku. Cincin berlian hasil kerja kerasku usai bercerai dengan Mas Bagas.“Kamu cantik sekali, Nak. Ibu hanya bisa mendoakan, semoga kamu diberikan kebahagiaan!” Ibu mengusap kepalaku yang tertutup hijab lebar yang menjuntai. Penampilanku ini mungkin akan dianggap memalukan oleh sebagian orang. Apalagi saat masih sekolah, aku selalu berpenampilan modis tanpa hijab. Aku berhijab ketika menikah dengan Mas Bagas sebagai baktiku menjadi seorang istri yang harus menjaga kehormatannya.“Rista sudah cukup bahagia bersama Ibu dan Ara. Untuk saat ini, belum ada kebahagiaan lain selain Ibu dan Ara!” Aku mencium punggung telapak tangan Ibuku saat akan pergi menghadiri acara reuni. Sebenarnya aku juga sudah tidak sabar bertemu teman-teman paling gokil.Mobil yang kukendarai sudah mulai memasuki area parkir. Samar-samar aku melihat Dara

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-17
  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 10. Kebencian Ara

    Aku merasa sangat jengah melihat penampilan Dara seperti bulan lalu saat ke asrama. Aku sendiri bahkan ikut malu dengan penampilan Dara yang tidak lain adalah ibu tiri Ara.“Mama!” Ara menghamburkan pelukannya padaku, begitulah jika lama tidak bertemu. Kemudian dia mencium punggung telapak tangan Maya dan Angga. “Hai gadis cantik!” Sapa Angga pada Ara. “Hai, Om. Bagaimana kabarnya?” “Alhamdulillah. Om selalu baik! Ara nyaman tinggal di Asrama?”“Nyaman dong, Om. Kalau pun rindu, pasti hanya rindu pada Mamaku yang sangat baik dan cantik!” “Nona kecil, kapan liburan? Tante mau ajak jalan-jalan ke Malang!” Wajah Ara seketika terlihat begitu ceria usai mendengar ajakan Maya berlibur ke luar kota. Apalagi kota yang terkenal dengan buah apelnya itu.“Tiga bulan lagi Ara udah libur sekolah, Te. Sepertinya rencana Tante sangat bagus. Ara ingin sekali jalan-jalan ke tempat yang sejuk!” “May, Ara saja yang kamu ajak! Aku juga ikut dong!” Angga ternyata tidak mau ketinggalan. Pria berusia k

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-17

Bab terbaru

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 41. Akhir Kisahku

    Singkat cerita, setelah kepergian Mas Bagas pergi merantau, kami pun memberi tahu kabar ini kepada Ara termasuk bebasnya Mas Bagas. “Terima kasih, Ma. Terima kasih ayah! Ara bangga sama kalian!” Aku memeluk Ara dengan suka cita. Kabar baik ini telah memberikan semangat untuknya.“Sama-sama, Ara. Ayah dan Mama sudah janji padamu!” Sungguh, kebahagiaan yang luar biasa setelah melihat semua kembali baik-baik saja. Ara yang mulai menerima sang ayah, ditambah Mas Bagas yang sudah kembali ke jalan yang benar.Sejak menikah dengan Angga, hidupku dipenuhi kebahagiaan. Usaha yang kami jalankan berdua berjalan lancar, usaha toko agen sembako miliknya juga berjalan lancar. Semua tidak lepas dari dukungan serta doa Ibu dan Ibu mertuaku.Untuk masalah mantan Ibu mertuaku, aku tidak tahu kabarnya sampai saat ini. Dimanapun keberadaannya semoga diberikan kesehatan dan kembali ke jalan yang benar. Angga menggandeng tanganku berjalan di tepi pantai menikmati senja. Sepulang dari asrama, Angga menga

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 40. Mencari sebuah jawaban

    Aku melihat gadis mirip Dara itu bersikap layaknya Dara yang aku kenal. Hanya saja Dara sesekali mengarahkan rambutnya di sekitar wajahnya. Mungkin saja dirinya tidak mau dikenali. “Lihat apa, Sayang?” Angga menggenggam tanganku yang tengah asik mengamati sosok Dara.“Tidak lihat apa-apa!” Sahutku kemudian melanjutkan menikmati es krim terkenal ini. Sementara aku buang dulu pikiran soal kemunculan wanita yang mirip sekali dengan Dara. “Haruskan aku meminta Mas Bagas menceritakan kronologinya? Tapi kapan bisa kesana?” Aku berbicara pada diriku sendiri. Jika aku bicara pada Angga, aku tidak enak. Karena dia sekarang sudah resmi menjadi suamiku.Aku melihat wanita mirip Dara itu pergi dengan seorang pria paruh baya atau jauh lebih tua dari usia Dara. Aku menghubungi salah satu temanku yang turut hadir saat takziah.[Kami datang, hanya saja peti jenazah tidak dibuka karena alasan wasiat dari jenazah] Sahut Rosma, yang saat itu dia hadir takziah.Tidak hanya Rosma, aku juga mencari jawab

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 39. Hari bahagia

    Hari ini acara pernikahan digelar. Tidak banyak tamu undangan karena aku ingin digelar secara sederhana. Hanya beberapa saksi dan teman dekat Ibu saja ditambah pihak keluarga Angga. Gamis berwarna putih ditambah sedikit sentuhan aksesoris membuatku terlihat cantik. Ara pun memakai gamis berwarna senada sepertiku. “Anakku, cantik sekali!” Ibu membingkai wajahku dengan kedua tangannya.“Ibu, Rista akan menikah. Doakan Rista ya, Bu!” Tangisku kembali pecah di pelukan Ibu saat acara akad sebentar lagi digelar.Terdengar suara Ibu-ibu yang mengatakan jika pengantin lelaki datang. Itu artinya Angga sudah datang bersama Tante Mira. Degup jantung berdetak begitu kencang karena sebentar lagi dia akan mengucapkan janji suci di depan penghulu dan saksi.“Ayo kita keluar, Bu!” Ara dan Ibu mengantarku ke ruang tamu yang dijadikan tempat akad nikah. Semua bernuansa putih, Tante Mira dengan gaya khasnya terlihat sangat cantik. Aku duduk di kursi berada di samping Angga. Sesekali dia mencuri pandan

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 38. Lamaran

    Dikeluarkannya sebuah kotak kecil berwarna biru beludru terlihat sangat indah sekali. Sebuah cincin bertahtakan berlian di atasnya begitu indah. Berlian itu terlihat berkilau terkena sinar lampu.“Asal kamu tahu, selama berbulan-bulan aku mencari siapakah sosok dirimu yang selalu hadir dalam setiap mimpi. Atas doa yang kulantunkan, akhirnya aku kembali menemukanmu dan sekarang aku melamarmu. Aku tidak ingin lagi jauh darimu!” Bibir bergetar, aku terharu melihat keseriusannya di depanku. “Ris. Kenapa diam?” Aku sempat terdiam sejenak karena aku merasa ini hanya sebuah mimpi. Lelaki pernah lupa ingatan ternyata bisa kembali pulih dengan beberapa bantuan dari Ibunya.“Bismillahirrahmanirrahim. Aku menerima lamaranmu, Angga!” Aku tidak tahu jika Ibu ternyata berdiri tidak jauh dariku, turut menyaksikan Angga melamarku.“Alhamdulillah, terima kasih, Rista. Terima kasih sudah mau menerimaku.” Tante Mira dan Ibu terlihat menitikkan air mata ketika aku menerima lamaran Angga.Angga memakaika

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 37. Seminggu diganti 2 hari

    Dua hari kemudian, keadaan Ibu sudah membaik dan diperbolehkan pulang. Melihat Ibuku sehat kembali membuat semangatku kembali muncul. Aku lajukan mobil hitamku menuju ke rumah masa kecil kami. Aku tidak heran dengan kondisi halaman rumah yang penuh dengan dedaunan kering. Ini sangat terlihat kotor sekali dan tidak enak dipandang.Aku membantu Ibu masuk ke dalam rumah, urusan halaman rumah yang kotor biar nanti saja aku urus.“Zainab!” Teriak Bu Fatma, tetangga depan rumah. Wanita paruh baya itu datang bersama bu Yuni menghampiri kami berdua.“Bu Fatma, Bu Yuni. Mari masuk!” Aku mempersilahkan kedua tetangga yang begitu baik pada kami.“Zainab, bagaimana keadaanmu?” kedua teman Ibu menyalami Ibuku yang baru pulang dari rumah sakit.“Alhamdulillah. Saya sudah sehat!” “Ini tadi aku masak soto. Dimakan ya!” Bu Fatma yang sedari kemarin bertanya kapan ibu pulang kini datang membawa rantang berisi soto ayam.“Ini, aku bawakan tumis daun pepaya sama ayam goreng. Dimakan ya, Nab?” Bu Yuni me

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 36. Ungkapan Hati Angga

    Aku berbalik dan dia tepat berada di hadapanku. Detak jantung kembali berdegup begitu kencang. Tidak ada lagi alasan aku menghindar darinya.“Siapa anda dan kenapa kedua mata anda mengingatkanku pada seseorang?” Bibir terasa kelu, suara seakan tidak bisa aku keluarkan.“Nona, kenapa anda hanya diam?” Aku bingung harus menjawab apa padanya.“Sepertinya anda salah orang. Saya tidak kenal dengan anda!” Sahutku padanya. Wajahnya berubah sayu seolah kecewa karena tidak mendapatkan jawaban. Mungkin ini yang dikatakan Tante Mira. Angga tengah merindukanku namun lupa denganku.“Anda berbohong. Tatapan anda terlihat jika anda sedang berbohong!” Dia tidak percaya padaku. Aku harus pergi darinya sebelum Tante Mira menemukan kami.“Saya tidak berbohong, Tuan. Permisi!” Aku berlalu begitu saja meninggalkannya seorang diri. Aku berjalan cepat menuju ke ruang rawat inap Ibuku. Ternyata Tante Mira sudah bersiap untuk pulang. Aku tenang bisa sendirian lagi tanpa ada yang mengganggu saat menjaga Ibu.C

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 35. Pesan dari Tante Mira

    Keesokan harinya, aku dikejutkan dengan keadaan ibu yang mendadak demam. Tidak ada kata lain selain membawa Ibu ke klinik terdekat. Aku harap hanya demam biasa. Mobil melaju dengan kecepatan sedang menuju ke sebuah klinik yang tidak terlalu besar. Klinik sebagai andalan warga untuk berobat selain puskesmas.Sesampai disana, perawat dengan sigap membawakan kursi roda untuk Ibu. Wajah Ibu bahkan terlihat pucat sekali. Melihat keadaan seperti ini membuatku takut. Takut kehilangan seseorang yang harusnya mendampingiku merawat Ara. Ibu dibawa ke IGD. Sedari tadi Ibu merintih menahan sakit di bagian perutnya. Bibir tidak bisa berhenti melafalkan istighfar melihat Ibu yang tengah merintih. Seorang Ibu yang tidak pernah mengeluh sakit, kini harus terbaring lemas di ranjang.Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata Ibu harus opname karena setelah diperiksa, ternyata asam lambung Ibu sedang naik. Rencana melanjutkan berkebun pun aku batalkan demi menjaga Ibuku.Jarum infus pun mulai dipasang di

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 34. Kedatangan Ustad Fahri

    Aku benar-benar tidak mau ambil pusing lagi dengan semua orang di kota. Aku tetap pada pendirianku, menghilang sejenak dari hiruk pikuknya kota.[Bilang saja, urusan saya sedang tidak bisa diganggu] Aku tambahkan pesan untuk karyawanku. Sebenarnya aku ingin bertemu Tante Mira, hanya saja aku tidak ingin mendapat luka dari Angga. Sudah cukup semua yang aku rasakan, kini aku ingin membuka lembaran baru di kampung.[Baiklah, orangnya sudah kembali setelah memesan kue kering] Cukup lega setelah mendapat kabar dari karyawanku. Bersyukur sekali memiliki rekan kerja yang bisa dipercaya serta bisa diandalkan.Terlihat sosok lelaki berjalan cepat ke arahku yang tengah menikmati bakwan sayur di belakang rumah.“Mbak Rista, ini ada pisang goreng dari Ibu. Semoga suka ya!” Belum juga habis gorengan buatan Ibu, kini ustadz Fahri datang membawa sepiring pisang goreng.“Terima kasih, Ustadz. Sepertinya enak sekali!” Aku memuji penampilan pisang goreng yang diberikan padaku.“Alhamdulillah jika suka.

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 33. Menjauh

    Pagi ini aku sudah disibukkan dengan proses pindah ke rumah lama. Rumah penuh kenangan di masa lalu. Ara juga sudah tahu semua alasanku untuk pindah. Rumah belum lama aku tinggali telah menorehkan banyak kenangan buruk.Sebuah truk sudah bersiap melaju ke rumah lama dengan jarak lebih lama. Hati terasa tenang, menjauh dari semua yang pernah mengenalku. Mungkin aku akan dianggap seperti anak kecil yang akan pergi ketika ada masalah. Tapi ini pilihan, aku ingin lepas dari belenggu luka yang pernah mereka torehkan.Untuk pekerjaan hari ini, aku menyerahkan semuanya pada karyawanku. Aku hanya ingin fokus pindah rumah dan menikmati masa berjayanya usahaku saat ini. Usaha kue kering berjalan lancar seperti usaha restoran.Bibirku tersenyum ketika mobil yang aku kendarai sudah memasuki halaman rumah. Hatiku begitu gembira ketika melihat pohon mangga yang ada di depan rumah berbuah lebat. Dulu, Ayah akan mencari buah mangga yang sudah tua kemudian memeramnya di dalam beras. Hanya dalam waktu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status