Surya tidak pernah lagi bertemu dan menafkahi kedua anaknya, setelah menceraikan Anaya istrinya, dan lebih memilih hidup dengan Talita, cinta pertamanya. Setelah tiga belas tahun, Surya mencari Anaya dan kedua anaknya, karena membutuhkan bantuan mereka. Namun, saat Surya bertemu mereka, keadaan sudah sangat berbeda.
Lihat lebih banyak"Nona Cita menolak Tuan Besar. Sepertinya, saya akan kesulitan menghadapinya. Dia benar-benar keturunan Adijaya," Tuan Besar itu tampak sumringah. Diwajahnya yang keriput, tersungging senyum dan sukacita yang besar. "Apa kau kewalahan menghadapi sifat keras kepalanya? Kau tau Nabila. Sifat keras kepala adalah salah satu bukti, dia bisa menjadi pemimpin yang dominan. Bagaimana dengan pria yang kerap dekat dengannya? Kau sudah selidiki dia?" tanya Tuan Besar Adijaya, suara sumringahnya berubah dengan seketika. "Sudah Tuan. Dia adalah putra bungsu Anaya Hendrawan. Sekarang, dia yang memegang kendali perusahaan ibunya, setelah ibunya menikah dengan Hendrawan, dan pensiun," Tuan Besar itu mencebik. Dunia bisnis negara ini memang mengenal siapa Anaya. Dia adalah wanita yang bisa mendapatkan nama, setelah berhasil membangun bisnis sendiri dan memulai semuanya dari nol. Tapi, semua itu, tidak bisa disamakan dengan kedudukan Cita. Cita adalah anak bangsawan. Jika orang mengenal k
Karim menatap ponselnya dengan hati penasaran. Pesannya sudah di baca Acha. Tapi tidak ada balasan apapun. Dia hanya ingin tahu, bagaimana kabar Acha, setelah tidak terlihat di manapun selama tiga hari. Benda pipih itu, diketuk-ketuknya di meja, sambil jemarinya memijit pelipis dengan wajah muram. Karim memiliki banyak teman wanita yang cantik. Namun, dia tidak pernah mengkuatirkan mereka seperti dia kuatir dengan keadaan Acha. "Hei ... Rusak hp kamu kalo digituuin terus Karim," suara teguran Mira, menarik kesadaran Karim dari apa yang dipikirkannya. Senyum tipis tersungging dibibirnya, saat melihat siapa yang menegurnya. "Gimana komunikasi kamu sama Acha. Ada kemajuan gak?" tanya Mira setelah menghempaskan tubuhnya, di sofa yang berhadapan dengan Karim. "Baik Ma. Semua baik-baik aja," jawab Karim, acuh. Jawaban singkat Karim, membuat Mira meliriknya dengan mata tajam. "Jangan dikasih kendor, Rim. Mama itu, maunya kamu deketin Acha dengan intens. Kata Tante Anaya, Ac
"Apa maksud anda, Nona? Tolong jangan membuat pernyataan omong kosong disini," Cita berkata dengan tegas, kepada seorang wanita yang ditemani lima orang pria, yang pagi itu, mereka datang ke panti Kasih Bunda. Wanita itu memiliki paras yang cantik, dengan dandanan formal. Rok selutut, dengan blaser dan rambut yang digelung rapi. Lima orang pria yang berdiri tegap dibelakangnya, memakai setelan jas warna hitam, lengkap dengan alat di telinga. Mereka seperti pengawal pribadi si wanita. "Maafkan kami, Nona. Kami sudah menyelidiki dengan teliti, sebelum datang dan membuat peryataan hari ini. Sudah selama bertahun-tahun," ujar wanita itu dengan sopan. Cita membuang muka dengan kesal. Nilam yang duduk di samping gadis itu, hanya bisa menepuk tangannya perlahan untuk meredakan emosi Cita. "Siapa nama anda?" tanya Cita, masih dengan nada ketus. "Nama saya Nabila, Nona," jawab wanita itu, sopan. "Ok. Nona Nabila. Selama bertahun-tahun anda menyelidik saya? Menyelidiki panti ini
Mansion Hendrawan Anaya dan Alisya memeluk Acha dengan erat. Beberapa pelayan, buru-buru membuat masakan kesukaan Acha. Hendrawan duduk berdampingan dengan Arga, menatap mereka dengan perasaan lega. Tak lama kemudian, Calvin tiba bersama Aluna. Meskipun masa nifasnya belum berakhir, Aluna sudah terlihat sangat bugar dan aktif bergerak. "Adek. Kamu bikin Kakak kelimpungan. Coba cerita dulu sama kita. Kamu kemana aja hah? Tiga hari kamu ilang lho." Aluna bertanya pada Acha, setelah memeluk dan mencium gadis itu. Suasana tiba-tiba hening. Semua orang dalam ruangan itu, menunggu jawaban Acha. Sejak masuk mansion, gadis itu belum mengeluarkan satu patah kata pun. Acha menatap bunga mawar putih dalam genggamannya. Otaknya seakan-akan terus memerintah tangannya, untuk menggenggam tangkai bunga itu dengan erat. Tiga hari? rupanya sudah selama itu dia hilang. Hilang? apanya yang hilang? Dia hanya sengaja mengikuti si kakek. Atau jangan-jangan ... Astaga Acha mengangkat wajah
"Acha hilang, Bun?" "Iya Ka. Kemaren habis dari rumah Kakak, mobilnya nyerempet pagar pembatas tol, di belokan sebelum jembatan itu lho. Ponsel ada dalam mobil. Tapi Achanya gak ada. Ini malah udah heboh. Ada fans dia yang upload video mobil di tepi jalan, jadi rame sekarang. Bunda takut Kakak. Kata polisi, gak ada sama sekali jejak penculikan. Terus, anak itu ke mana?" jelas Anaya panjang lebar kepada Aluna. Calvin yang sedang menggendong salah satu bayi kembar mereka, berhenti bersenandung, saat melihat wajah sang istri yang berubah cemas. Aluna pikir, apakah karena video call tadi, sampai Acha menghilang tanpa jejak? Selama ini, mereka memang tidak pernah lagi membahas tentang Surya, atau apapun yang berkaitan dengannya. "Bunda yang sabar yah. Nanti aku coba minta tolong sama anak-anak, buat bantu nyari," Aluna mencoba menenangkan Anaya. "Ok Kakak. Nanti Bunda kabarin, kalo ada perkembangan," Dengan cepat, tangan Aluna mengetik pesan pada Bondan dan teman-temannya
"Saya sudah ngomong sama Bunda, Papi, Kak Luna sama minta ijin Kak Acha. Mereka semua udah setuju, Cit. Kapan kamu siap saya lamar?" tanya Arga dengan sungguh-sungguh. Gadis yang ditanya hanya tertunduk dalam, tanpa mampu menatap wajah pria yang diseganinya ini. "Saya tanya Bunda Nilam dulu yah, Tuan. Jika Bunda mengijinkan, insya Allah saya siap," ucap Citra dengan yakin. Arga menarik nafas lega. Taman depan panti asuhan tempat Citra dan kawan-kawannya dibesarkan oleh Nilam, telah menjadi saksi bisu, dua hati yang sedang dipenuhi kebahagiaan. Satu bulan yang lalu, Arga sudah minta ijin Acha, untuk melangkahinya. Dan Acha tidak leberatan sama sekali. "Nikah aja duluan Dek. Mau nunggu Kakak? Gak mungkin. Bayang-bayang jodoh juga belom ada. Kasihan kamunya. Entar Citra diembat orang lain, kamu yang rugi," Arga tersenyum, saat mengingat kembali percakapannya dengan Acha. "Kakak mau apa buat syarat melangkahi Kakak?" "Emang dilangkahi harus pake pemberian syarat yah?
Aluna terkejut melihat kondisi Melisa. Terakhir kali bertemu, tubuh Melisa tidak sekurus sekarang. Dia nampak pucat dengan berat badan yang turun drastis. Wajahnya tidak terpoles make up sama sekali. Rambut hitam panjangnya, hanya tergelung asal. Walaupun keadaannya yang seperti tidak terurus, kecantikan Melisa tetap saja menonjol. Ponsel dipegang oleh Erhan, karena istrinya itu, sudah tidak punya tenaga, meski hanya untuk memegang ponsel. "Baiklah. Ok. Kamu tenang dulu yah, Mel. Tenang dulu," Melisa mengangkat wajahnya menatap layar ponsel, saat mendengar perkataan Aluna. Dengan perlahan, dia bisa mengendalikan diri. "Mbak minta maaf yah. Maafin Mbak yang egois. Maaf," Aluna menjeda perkataannya. Wanita itu menundukkan wajahnya. Dia menunggu bagaimana reaksi Melisa. Melisa nampak terkejut. Suara isakannya pun langsung berhenti seketika, saat mendengar pernyataan Aluna. "Kamu mungkin gak pernah ngalamin apa yang Mbak alami. Tapi, memang sesakit itu kalo gak pernah
"Keadaan Papa sudah semakin parah, Mas. Aku gak tau harus gimana lagi. Semua yang udah kita usahakan, seperti gak ada artinya. Ini udah berbulan-bulan lamanya. Kamu sama Mas Edward, udah ngeluarin uang yang banyak," sedu sedan Melisa, disertai dengan kalimat-kalimat putus asa. Bagaimana tidak, Surya sudah mendapatkan perawatan dari dokter yang terbaik di Jerman. Jangankan sembuh, membaik sedikit pun, tidak terlihat sama sekali. Yang ada, keadaan Surya semakin parah. Erangan kesakitannya, sudah berubah menjadi rintihan kecil yang memilukan. Bahkan sejak seminggu yang lalu, Surya sudah koma. "Kami sudah mengusahakan yang terbaik untuk Tuan Surya. Tapi, sepertinya, tubuh beliau menolak semua obat yang masuk. Kesembuhan Tuan Surya, hanya bisa terjadi karena mujizat," Tubuh Melisa luruh ke lantai rumah sakit. Sambil membekap mulut dengan kedua tangannya, Melisa menangis dengan histeris. Harapannya, cintanya, kehidupannya, seperti akan mati dan lenyap. Surya adalah api semangat y
"Kalian gak apa-apa kan?" Tanya Acha, pada kedua anak yang duduk dengan gelisah di sampingnya. "Gak apa-apa Kak. Kami sudah biasa dikasarin Bapak. Kami cuma takut aja, kalo sampe ketemu lagi sama Bapak, kami bisa dihukum lebih berat, karena udah berani melawan." "Gak usah takut. Mulai hari ini, kalian tinggal di rumah Kakak. Gak akan ada orang yang berani nyakitin kalian lagi," jawab Acha pasti. Dengan cekatan Acha membuka tutup botol air mineral, lalu memberikannya kepada kedua anak itu. Dibukanya juga bungkus roti, lalu memberikan dengan senyum. Kedua anak itu terlihat sangat kelaparan. Buktinya, anak yg paling kecil, meneguk ludah melihat roti di tangan Acha. Mereka berdua makan roti itu, dengan lahap. Mengunyah beberapa kali saja, lalu menelan dengan cepat. Acha menatap kedua anak itu dengan perasaan iba. Kasihan mereka. "Nama saya Acha. Kalian siapa?" "Saya Marco Kak. Ini adik saya Mario," jawab anak yang paling besar, dengan mulut penuh makanan. "Bapak-bapa
Suara gaduh terdengar saat kakiku menginjak lantai keramik teras rumah. Berkas penting yang tertinggal di ruangan kerja, membuat aku harus memutar balik arah mobil. Jam masih menunjukkan pukul 08.15. Apa yang terjadi? Mbok Narsih berlari turun dari lantai dua. Wajahnya pusat pasi. Dasternya basah kuyup."Tolong. Tolong. Tuan! Non Melisa, Tuan," tubuh wanita paruh baya itu gemetar. "Ada apa dengan Melisa?""Non Melisa pingsan di kamar mandinya. Tangannya berdarah-darah. Saya takut Tuan." Wajah pucat itu di penuhi air mata. Mbok Narsih memang sangat menyayangi Melisa, putri sulungku. Karena sejak balita, Mbok Narsih yang mengasuh Melisa. Aku berlari ke lantai dua, letak kamar Melisa ada di pojok setelah kamar utama. Aku terkejut bukan main, saat melihat lantai kamar mandi yang sudah penuh dengan darah. Tubuh Melisa pun bersimbah darah. Ada darah keluar dari balik dressnya, dan darah di pergelangan tangannya. Tanpa pikir panjang, aku menggendong tubuh semok Melisa. Membawanya ke mo...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen