Surga yang Telah Retak

Surga yang Telah Retak

last updateLast Updated : 2023-11-14
By:  Ida SaidahCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
20 ratings. 20 reviews
87Chapters
126.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Selama ini aku terlalu terbuai dalam dekapan cinta yang katanya akan setia untuk selamanya, namun nyatanya dia mendua, membagi hati serta raganya dengan wanita lain setelah dua puluh lima tahun usia pernikahan kami. Haruskah aku bertahan, kembali menyatukan kepingan-kepingan cinta yang telah hancur berantakan, ataukah menepi mencari kebahagiaan sendiri?

View More

Chapter 1

Part 1

"Tante! Tante! Kemarin kan Om Abi main ke rumah aku loh? Kami main petak umpet, tapi Om sama Mama aku ngumpetnya di dalam kamar, ditutup selimut, dan pas aku masuk Om Abi sama Mama lagi nggak pake baju. Seru deh!" celoteh Sabrina, putri semata wayang Elfira, istri mendiang Mas Restu sahabat suamiku.

Dadaku berdebar tidak karuan mendengar pengakuan bocah berusia lima tahun itu, dan mendadak rasa curiga memenuhi rongga dada, khawatir kalau Mas Abi diam-diam telah mengkhianati pernikahan kami yang sudah berusia lebih dari dua puluh lima tahun itu.

"Mama dan Om nggak pake baju?" Aku bertanya seraya menatap wajah polos gadis kecil itu.

"Iya, Mama sama Om Abi sampai keringetan, katanya capek!" jawabnya lagi, dengan mimik polos selayaknya anak kecil ketika sedang bercerita kepada temannya.

Aku memang sering membawa Sabrina pulang ke rumah karena selalu merasa kesepian jika putra kedua dan ketigaku sudah berangkat ke sekolah, sementara Zarina putri sulung kami sudah berumah tangga, bahkan saat ini sedang mengandung anak pertamanya.

"Apa Mama dan Om Abi sering melakukan itu di rumah Sabrina?" cecarku lagi, walaupun sebenarnya ada yang tercabik-cabik dalam hati.

Bocah berusia lima tahun itu hanya mengangguk, lalu menautkan telunjuk di bibir, meminta aku untuk tidak mengatakan kepada siapa pun.

"Soalnya kata Mama dan Om Abi ini rahasia, dan aku nggak boleh cerita sama orang lain!" katanya lagi.

"Oke, Tante janji nggak bakal cerita ke siapa pun." Aku berusaha mengulas senyum, walaupun nyatanya air mata lolos begitu saja dari sudut netra.

Segera memalingkan wajah, agar Sabrina tidak tahu kalau aku sedang menangis. Ya Allah, apa benar suamiku telah melakukan hal serendah itu dengan Elfira?

Hatiku terus bertanya-tanya serta menduga-duga, hingga akhirnya terlintas di pikiran untuk segera menanyakan semuanya ke mereka.

"Assalamualaikum!"

Aku segera menghapus jejak air mata yang telah menganak sungai di pipi ketika mendengar Elfira mengucapkan salam, menjawab salam darinya dan tidak lama kemudian perempuan yang usianya lebih muda dua belas tahun dariku itu berjalan menghampiri lalu menyalami serta mencium punggung tangan ini penuh dengan ketakziman.

Melihat mamanya datang Sabrina langsung berlari menghambur ke dalam pelukannya dan bergelayut manja seperti biasanya.

Terus kuperhatikan gerak gerik wanita berusia tiga puluh dua tahun di hadapanku, tidak ada yang mencurigakan. Dia terlihat baik juga sopan, bahkan ketika bertemu dengan Mas Abi selalu saja menghindar juga menundukkan pandangan.

"Kok tumben jam segini Sabrina sudah kamu ambil, Dek?" tanyaku, masih bersikap biasa kepadanya.

Aku memanggilnya dengan embel-embel 'dek' sebab sudah menganggap dia seperti adik sendiri, apalagi usia kami juga terpaut lumayan jauh walaupun dari segi fisik maupun wajah tidak terlihat begitu kentara perbedaannya. Aku yang rajin merawat diri masih terlihat sepantaran, bahkan banyak yang mengira kalau usiaku masih tiga puluhan.

"Iya, Mbak. Soalnya aku capek banget hari ini. Badanku terasa lemas, pusing. Makanya aku pamit pulang cepat ke Mas Abi," jawabnya sambil tersenyum.

Memang jika diperhatikan dia terlihat sedikit pucat, tidak sebugar biasanya.

"Yasudah kalau begitu saya permisi dulu, ya Mbak!" pamit Elfira kemudian, kembali menyalami serta mencium punggung tanganku dengan penuh khidmat lalu menggandeng putrinya keluar.

Aku mengekor di belakang mereka, menatap penuh tanda tanya punggung wanita yang sudah dua tahun ini bekerja di restoran milik suami karena saat ini ia menjadi orang tua tunggal dan harus mencukupi kebutuhan Sabrina tanpa mau dikasihani oleh siapa pun.

"Kamu yakin masih bisa pulang sendiri, Dek?" tanyaku memastikan, karena dia terlihat sempoyongan ketika berjalan.

"Insyaallah saya tidak apa-apa, Mbak. Mbak Hanin tidak usah khawatir!" Lagi, dia tersenyum kepadaku, memamerkan kedua ceruk di pipinya.

"Kalau begitu hati-hati di jalan!" Aku melambaikan tangan, lalu membantu Sabrina naik ke atas motor sebab Fira terlihat kepayahan saat mengangkat tubuh putrinya.

"Ingat, ya Tante. Jangan bilang ke siapa-siapa soal yang tadi, soalnya ini rahasia kita berdua!" bisik Sabrina dengan ekspresi polosnya, tanpa mengetahui bahwa di sini ada hati yang amat terluka mendengar ceritanya.

Ingin rasanya aku menanyakan kebenaran dari cerita itu, akan tetapi aku tidak mau bertindak gegabah. Tidak mungkin kan jika memang benar-benar melakukannya mereka akan mengakuinya, bisa jadi malah semakin bermain rapi supaya penghianatan itu tidak terendus olehku.

Menutup pintu rumah, ketika melintasi ruang tengah mataku tertuju pada potret yang menggantung di bilik dinding. Terlihat Mas Abi berdiri tegap layaknya seorang pemimpin, menggunakan baju koko berwarna abu-abu serasi dengan gamis yang aku kenakan.

"Kemarin kan Om Abi main ke rumah aku loh? Kami main petak umpet, tapi Om sama Mama aku ngumpetnya di dalam kamar, ditutup selimut, dan pas aku masuk Om Abi sama Mama lagi nggak pake baju. Seru deh!"

Kata-kata Sabrina kembali terngiang di telinga. Aku mengambil oksigen secara perlahan, mencoba melonggarkan dada juga menetralisir degup jantung yang mendadak berdenyut tidak karuan.

Rasa gelisah seketika menyelimuti pikiran, khawatir Mas Abi benar-benar melakukan hal yang selama ini tidak pernah terlintas dalam angan, sebab ia adalah sosok panutan, laki-laki salih yang tidak pernah meninggalkan salat lima waktu serta sunahnya.

Bahkan sejak kecil, Zarina begitu mengidolakan ayahnya, selalu meminta kepada Sang Pencipta agar diberikan jodoh yang sama persis seperti Mas Abi.

"Pokoknya Ayah itu pria idaman banget. Saleh, penyayang, setia, makanya aku selalu meminta kepada Allah supaya disisakan satu saja laki-laki seperti beliau!" ucap Zarina, selalu memuji Mas Abi baik di depan maupun di belakang orangnya.

Aku selalu mengaminkan doa anakku, sebab yang aku rasa selama ini Mas Abi memang sosok lelaki yang mendekati sempurna, bahkan sudah dua puluh lima tahun lamanya kami hidup bersama tidak pernah sekali pun ia berkata kasar, selalu memperlakukan aku selayaknya ratu sehingga banyak sekali yang merasa iri dengan sikap suamiku itu.

Paket komplit, itu yang selalu dikatakan oleh orang-orang, dan aku merasa bangga serta terbuai dengan segala pujian yang terdengar.

Hari ini, karena celoteh seorang anak kecil rasa cemas juga was-was mendadak menyelimuti hati yang selama ini tidak pernah sekali pun menaruh prasangka terhadap suami, sebab ia terlalu alim untuk dicurigai.

Astaghfirullahaladzim ....

Mengucap istighfar sambil mendaratkan bokong perlahan di sofa, mengambil tasbih lalu terus berzikir memohon ketenangan hati kepada Illahi Rabbi. Aku tidak mau terus menerus berprasangka buruk terhadap Mas Abi, karena sepertinya dia bukan laki-laki seperti itu. Jangankan melakukan zina, kepada yang bukan mahramnya saja ia selalu menjaga pandangan, tidak mau mengotori mata dengan menatap yang tidak halal baginya.

***

Senja perlahan berganti malam. Kedua anakku pun sudah kembali dari sekolah, sementara Mas Abi belum juga menampakkan diri.

"Bunda kok kelihatan gelisah? Ada apa?" tanya Zafir, anak bungsuku.

"Nungguin ayah kamu, Dek. Kok tumben jam segini dia belum pulang ya?" sahutku dengan perasaan cemas bercampur was-was.

"Mungkin restorannya lagi rame, Bun? Apa mau disusul saja? Kalau mau biar saya antar!"

"Boleh!" Menerbitkan senyuman sambil mengusap rambutnya.

"Yasudah saya ambil kunci motor dulu, Bunda juga jangan lupa pakai jaket, takut kedinginan di jalan!"

"Iya, Sayang."

Aku lekas masuk ke kamar, mengambil jaket Mas Abi yang tergantung di belakang pintu lalu memakainya dan menghampiri Zafir yang sudah menunggu di halaman.

Untung saja si bungsu sudah memiliki Surat Izin Mengemudi jadi kami tidak merasa khawatir jika di jalan bertemu dengan polisi.

Restoran terlihat sedikit sepi, bahkan para karyawan tengah sibuk membersihkan tempat usaha kami.

Sejak aku dan Mas Abi menikah, kami berdua memang mempunyai usaha restoran ayam bakar, dari mulai jualan di pinggir jalan sampai sekarang sudah dikenal hingga ke kalangan selebritis juga para penulis terkenal di Indonesia.

Tentu saja perjalanan kami dalam membangun bisnis ini tidaklah mudah, harus melewati ribuan rintangan terlebih dahulu hingga mendulang kesuksesan seperti sekarang ini.

"Loh, Bu Hanin? Tumben ke restoran malam-malam?" sapa seorang karyawati, menarikku dari lamunan.

"Iya, Mbak. Lagi kepingin mampir. Bapak ada?" tanyaku dengan intonasi selembut mungkin.

"Loh, bukannya Bapak sudah pulang sejak sore tadi ya, Bu?" Jawaban itu cukup membuat diri ini merasa kaget, pasalnya Mas Abi belum sampai rumah hingga saat ini.

Astagfirullah ....

Lagi-lagi perasaan curiga memenuhi rongga dada, apalagi setelah mendengar cerita dari Sabrina.

Ke mana perginya Mas Abi? Apa dia ke rumah Fira?

Merogoh tas yang aku bawa, mengambil ponsel lalu berjalan sedikit menjauh dari Zafir, menghubungi nomor Mas Abi dan tidak lama kemudian terdengar suara lembut nan mendayu-dayu suamiku mengucapkan salam.

"Waalaikumussalam, Ayah ada di mana?" tanyaku, masih berusaha santai.

"Ayah masih di restoran, Bun. Memangnya kenapa? Tumben Bunda telepon jam segini? Pasti sudah kangen ya?" godanya.

Biasanya hati akan berbunga-bunga jika mendengar gombalan dari laki-laki yang menyandang gelar suami itu, namun tidak untuk kali ini. Dadaku terasa panas, seiring dengan air mata yang berlomba-lomba meluncur dari balik kelopak. Aku benar-benar tidak percaya kalau Mas Abi yang terkenal salih serta taat beribadah itu sudah mulai pandai melakukan kebohongan.

"Kok diem, Bunda? Ada apa, Sayang? Kamu baik-baik saja kan?" tanyanya lagi.

"Saya di restoran, dan kata pegawai kita Ayah sudah pulang sejak sore. Saya tahu Ayah sedang berada di mana, jadi tolong pulang sekarang dan kita bicarakan masalah ini di rumah!" Memutus sambungan telepon secara sepihak sampai lupa mengucapkan salam.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Nada Azzah
Bagus ceritanya ...
2025-01-19 16:11:04
0
user avatar
Eli Juita
bagus cerita..suka..hingga di baca sampai akhir..
2024-11-22 16:14:50
0
user avatar
Nngela Ann
bagus ceritanya
2024-10-16 18:52:20
0
default avatar
teti yuniarti
cerita nya bagus cukup menarik untuk terus membaca cuma endingnya kurang greget .. sukses selalu
2024-09-30 23:07:58
0
user avatar
Decemberi
rata² alasan selingkuh.. Khilafah, coba², bandingin istri dengan wanita lain, cinta lama belum kelar dll.
2024-09-10 09:19:57
0
default avatar
Visitor
ceritanya bagus
2024-06-28 15:33:14
1
user avatar
ike miranti
jalan ceritanya sebenarnya klise ya tp novel ini sangat pas mencerminkan rumah tangga yg dinodai dengan perselingkuhan, tanpa narasi berlebihan
2024-05-24 13:33:46
0
user avatar
Dian Novara
Alasan klise semua laki² yg selingkuh
2024-05-19 20:36:30
1
user avatar
MOON
kadang heran kok bisa pernikahan yg sudah terbangun lama bisa dikhiantai. apalagi casing agamis, tapi sampe zina berkali2 terus cuma mengaku khilaf. setelah itu bahkan nasih terus melakukan kebohongan. gak habis fikir oleh logika
2024-04-05 02:15:28
0
user avatar
Lintang Ramaniya Wibowo
gooooooood
2024-01-18 19:49:05
0
user avatar
Nurmoyz
Asli sih baca cerita ini beneran jd kepikiran suami sendiri ......... soalnya Mas Abi sebaik suamiku. semoga dia nggak sama.
2023-11-09 06:03:11
0
user avatar
PiMary
Baru baca 5 part tapi....sakit nya tuh disini ...,novel yg bagus,tutur kata yg santun,anak2 yg sopan pd ortu....lanjutt.
2023-10-27 06:34:25
0
user avatar
Ayue Sekartaji
thor,,ada apa Lama gk up
2023-10-23 07:53:02
0
user avatar
Ayue Sekartaji
sdh 4 hari gk up thor,,,,
2023-10-14 08:55:41
1
user avatar
Elsa Yanels
bisa buat pelajaran
2023-10-13 01:06:03
0
  • 1
  • 2
87 Chapters
Part 1
"Tante! Tante! Kemarin kan Om Abi main ke rumah aku loh? Kami main petak umpet, tapi Om sama Mama aku ngumpetnya di dalam kamar, ditutup selimut, dan pas aku masuk Om Abi sama Mama lagi nggak pake baju. Seru deh!" celoteh Sabrina, putri semata wayang Elfira, istri mendiang Mas Restu sahabat suamiku.Dadaku berdebar tidak karuan mendengar pengakuan bocah berusia lima tahun itu, dan mendadak rasa curiga memenuhi rongga dada, khawatir kalau Mas Abi diam-diam telah mengkhianati pernikahan kami yang sudah berusia lebih dari dua puluh lima tahun itu."Mama dan Om nggak pake baju?" Aku bertanya seraya menatap wajah polos gadis kecil itu."Iya, Mama sama Om Abi sampai keringetan, katanya capek!" jawabnya lagi, dengan mimik polos selayaknya anak kecil ketika sedang bercerita kepada temannya.Aku memang sering membawa Sabrina pulang ke rumah karena selalu merasa kesepian jika putra kedua dan ketigaku sudah berangkat ke sekolah, sementara Zarina putri sulung kami sudah berumah tangga, bahkan saa
last updateLast Updated : 2023-08-04
Read more
Part 2
Mengambil napas dalam-dalam, melonggarkan dada yang terasa seperti sedang diimpit batu besar lalu membuangnya secara perlahan. Lekas menghapus air mata yang terus saja memburai membasahi pipi, mengayunkan kaki menghampiri si bungsu kemudian tersenyum kepadanya.“Ada apa, Bun? Kok muka Bunda kelihatan sembab? Bunda menangis?” Dua bulat bening milik Zafir terus terpantik ke wajah. “Nggak kok, Dek. Mana mungkin Bunda menangis, memangnya Bunda anak kecil?” elakku, tetap berusaha menerbitkan senyuman kepada remaja berusia delapan belas tahun itu.“Tapi mata Bunda kelihatan memerah, wajah Bunda juga sembab?”“Bunda enggak apa-apa. Ayo kita pulang. Ayah kamu katanya sudah sampai di rumah!” Zafir mengangguk patuh lalu memakaikan helm di kepalaku. Dia memang selalu bersikap manis kepadaku, persis seperti Mas Abi. “Pegangan, ya Bun. Soalnya aku paling merasa nyaman kalau dipeluk sama Bunda!” perintahnya, dan aku segera mencubit pinggang jagoanku yang telah beranjak remaja namun masih selalu
last updateLast Updated : 2023-08-04
Read more
Part 3
“Mas Abi!” panggilku seraya keluar dari persembunyian, membuat mata suami serta perempuan di sebelahnya membelalak hingga hampir lepas dari kelopak.“Bu—nda?” gagap pria itu, segera menjauhkan tangannya yang tengah menggenggam jemari Elfira.“Jadi benar kalau selama ini kalian berdua memiliki hubungan spesial?” Menatap tajam wajah mereka berdua.“Semua tidak seperti yang kamu lihat, Bun. Ayah bisa jelaskan semuanya!” Dia berjalan menghampiri, mencoba meraih tangan ini namun aku segera menepisnya.“Apanya yang mau dijelaskan, Mas. Semua sudah terpampang nyata, kalau kalian berdua telah bermain di belakangku, mengkhianati aku!”“Mbak, aku bisa jelaskan. Aku sama Mas Abi memang tidak memiliki hubungan apa-apa, Mbak. Mbak jangan salah sangka!” Kini wanita perebut suami orang itu ikut bicara.Aku mengangkat satu ujung bibir, sedikit mendongak menahan genangan air mata agar tidak luruh di hadapan mereka. Namun sekuat apa pun diri ini menahan, bulir-bulir bening tersebut tetap merembes melew
last updateLast Updated : 2023-08-04
Read more
Part 4
"Ini maksudnya apa, Mbak? Hutang? Mas Abi punya banyak hutang?" Tanpa disangka Elfira mengejar hingga ke dapur, menanyakan kebenaran dari apa yang baru saja aku katakan.Aku menoleh sambil tersenyum, lalu menatap wajahnya yang terlihat semakin memucat dengan perasaan tidak karuan.Ingin rasanya menjambak rambutnya, mencakar wajahnya, lalu membanting tubuhnya ke lantai, namun enggan mau melakukan sebab itu termasuk kekerasan. Aku tidak mau menghabiskan banyak waktu di persidangan, apalagi jika harus mendekam di balik jeruji besi karena apa yang telah aku lakukan. Biar tangan Allah saja yang bekerja, dan aku sebagai hamba cukup meminta keadilan atas apa yang sudah Mas Abi dan Elfira lakukan."Kenapa? Kamu nggak nyangka ya kalau Mas Abi punya hutang? Banyak, Dek. Banyak sekali. Nanti juga kamu tahu siapa saja yang bakalan nagih ke dia, karena mulai detik ini saya sudah tidak mau lagi ikut mengurus masalahnya. Pusing kepala saya karena harus membagi penghasilan restoran untuk membayar hut
last updateLast Updated : 2023-08-11
Read more
Part 5
Tidak ada yang berubah di setiap pagi. Sambil menunggu anak-anak pulang dari musala aku selalu menyiapkan teh hangat juga sarapan untuk semua, lalu berjibaku dengan pekerjaan lainnya karena kebetulan Asisten Rumah Tangga di rumah ini sedang cuti melahirkan.Meskipun dalam hati menyimpan luka begitu dalam aku harus tetap tersenyum, menjalani peran seperti biasa tanpa menunjukkan bahwa saat ini keadaanku sedang tidak baik-baik saja.Aku harus menunggu waktu yang tepat untuk bercerita, mengungkapkan segalanya kepada anak-anak sebab tidak mungkin selamanya menyimpan luka ini sendiri. Aku tidak akan sanggup."Bun!"Aku tersentak kaget ketika tiba-tiba sebuah tangan menyentuh lembut bahu ini, menoleh lalu tersenyum saat melihat Zafran anak keduaku."Sudah pulang, Anak Saleh?" tanyaku kemudian, dengan senyum terukir di bibir.Zafran tidak menjawab, dia malah menghambur memelukku.Ah, ada apa ini? "Kenapa, Sayang?" Aku bertanya seraya membelai rambutnya yang sudah sedikit memanjang."Nggak t
last updateLast Updated : 2023-08-11
Read more
Part 6
"Memangnya berapa hutang Ayah ke kamu, Van?" tanyaku, mengulik informasi dari menantu karena selama ini Mas Abi tidak pernah cerita apa-apa tentang hutangnya."Nggak banyak, Bun. Hanya tiga puluh lima juta, tapi kan Bunda tahu sendiri uang saya sudah habis dipakai untuk renovasi rumah, jadi tabungan saya sudah habis, sisa yang dipinjam Ayah saja karena memang uang tersebut dialokasikan untuk biaya persalinan Zarina!" jawab Revan terdengar sungkan."Yasudah, tolong kamu jaga baik-baik Zarina, sebentar lagi Bunda ke rumah sakit sekalian bawa uangnya!""Baik, Bun. Kalau bisa jangan lama-lama, ya Bun. Soalnya Zarina nanyain Bunda terus.""Iya, Van. Ini Bunda sudah mau siap-siap.""Terima kasih. Sekali lagi saya minta maaf karena sudah merepotkan Bunda."Tidak sama sekali, Sayang.""Assalamualaikum, Bun!"Aku menutup sambungan telepon setelah menjawab salam, menghirup oksigen sebanyak-banyaknya menahan kesal karena diam-diam Mas Abi meminjam uang kepada menantunya tanpa sepengetahuan darik
last updateLast Updated : 2023-08-11
Read more
Part 7
Sambil menahan air mata aku memilih pulang ke rumah, ingin menenangkan hati yang terasa begitu sakit luar biasa. Katanya jodoh itu cerminan diri. Tetapi kenapa jodohku ternyata memiliki sifat asli seperti ini? Apa sembah sujudku selama ini tidak diterima, Ya Rabb?Bertahun-tahun lamanya aku selalu berusaha menjadi manusia yang baik serta bertaqwa, menjalankan perintah Allah tanpa ada satu pun yang dilanggar, tidak pernah lalai melakukan ibadah baik yang wajib maupun sunah supaya mendapatkan ketenangan hidup juga jodoh terbaik, namun nyatanya jurang terjal tetap menghalangi kebahagiaan yang aku pikir akan kekal abadi.Apa mungkin cerminku retak sehingga bayangannya tidak sesuai dengan apa yang selalu dilakukan, atau sebenarnya selama ini aku terlalu sombong, terlena dengan kehidupan dunia sampai merasa menjadi orang paling baik juga taat hingga Allah mengirimkan cobaan seberat ini sebagai teguran agar aku mengoreksi diri?Mobil milik Mas Abi sudah terparkir di halaman rumah, menandaka
last updateLast Updated : 2023-08-11
Read more
Part 8
“Jadi kamu sudah tahu semua, Fran? Kamu tahu kalau ayah kamu selingkuh?” tanyaku sambil menatap tidak percaya wajah anakku.“Kamu nggak usah pura-pura syok, Bunda. Pasti kamu yang kasih tahu dia kan? Kamu sengaja menelanja*gi saya di depan anak-anak supaya saya terlihat buruk di mata mereka!” tuding Mas Abi.Buk!Sebuah tinju mendarat di rahang pria itu, membuat dia terhuyung lalu jatuh terjerembap.“Jangan sakiti Bunda saya, atau Anda akan berurusan dengan saya! Saya sudah tahu semuanya sejak dulu. Saya sering memergoki Anda pergi dan berkencan dengan perempuan lacu* itu, tetapi sengaja diam karena saya tidak mau menyakiti hati Bunda. Saya tidak mau melihat Bunda menangis, tetapi karena sekarang Bunda sudah tahu semua makanya saya pun berani berbicara. Saya tahu Bunda sangat mencintai Anda, begitu menghormati Anda karena menganggap Anda itu laki-laki alim juga sempurna, padahal Anda tidak ubahnya seperti sampah!” maki Zafran panjang lebar, terus menunjuk wajah Mas Abi dengan api amar
last updateLast Updated : 2023-08-11
Read more
Part 9
“Menikahlah, saya ikhlas, daripada kalian terus menerus melakukan dosa zina.”“Dan ingat satu hal, Mbak. Saya akan melaporkan Zafran ke polisi supaya dia dihukum karena sudah berani menyakiti ayahnya sendiri!” Dia mulai berani mengancam.“Silakan saja, karena saya juga pasti akan melaporkan Adek ke kantor polisi atas kasus perzinaan juga perselingkuhan. Bagaimana?” Aku mengancam balik, lalu melenggang masuk meninggalkan mereka berdua dengan perasaan sakit yang semakin memenuhi rongga dada.Mungkin ini sudah saatnya aku menepi, menjauh dari kehidupan Mas Abi mencari kebahagiaan sendiri.Aku memiliki anak-anak yang begitu menyayangi diriku, dan mereka pasti akan senantiasa menjagaku hingga akhir waktu.Mengetuk pintu kamar Zafran, menggenggam hendelnya lalu mendorongnya perlahan ketika mendengar sahutan dari dalam. Pemuda berperawakan hampir sama seperti Mas Abi itu rupanya baru selesai melaksanakan salat malam, tersenyum kepadaku lalu berjalan mendekat dan menghambur memelukku.“Maaf
last updateLast Updated : 2023-08-11
Read more
Part 10
"Apa-apaan ini, Bun? Kenapa kamu bawa warga ke sini?" tanya Mas Abi, menatap tidak percaya ke arahku."Supaya kalian berhenti melakukan zina!" jawabku."Kamu sudah gil* ya? Saya ini suami kamu!""Sebentar lagi akan menjadi mantan!""Saya tahu sekarang, sebenarnya kamu sudah ada laki-laki lain sehingga begitu bersemangat menikahkan saya dengan Fira kan?"Mataku terpejam, dalam hati mengucap istighfar. Selalu saja memutar balikkan fakta. Bukannya mengakui kesalahannya, tetapi malah menuduhku melakukan hal yang sama. Memang susah berbicara dengan manusia yang hatinya telah tertutup oleh dosa."Terserah, Mas. Saya tidak lagi peduli kamu mau menuduh saya seperti apa!" ucapku setelah terdiam beberapa saat."Saya tidak mau menikah dengan Fira karena saya tidak pernah mencintai dia!" Dengan terang-terangan Mas Abi mengatakan hal itu di depan teman berzinanya, membuat air mata lolos dari kedua sudut netra Elfira."Bukannya kamu selalu bilang katanya cinta mati sama aku, Mas? Kenapa sekarang ma
last updateLast Updated : 2023-08-12
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status