Semua Bab Pesona Istri Sementara Tuan Muda : Bab 291 - Bab 300

419 Bab

291. Kondisi Davianna

“Semudah itu mereka lepas?” Ageng tampak geram mendengar informasi dari Cyrus.Ageng menghela napas panjang, mencoba menenangkan amarah yang berkecamuk di dalam dirinya. Kabar bahwa para pelaku bisa bebas begitu saja benar-benar menghancurkan ketenangannya. Baginya, keselamatan Queen adalah segalanya, dan dia tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti wanita yang sangat dia cintai itu. Namun, mendengar apa yang dikatakan Cyrus, Ageng merasa perlu berpikir lebih strategis daripada sekadar marah-marah.“Lu punya uang, lu punya kuasa. Tampaknya itu yang menjadi prinsip mereka,” sahut Cyrus mencoba memberi gambaran keadaan saat ini."Jadi, mereka pikir mereka bisa lolos begitu saja hanya karena uang?" tanya Ageng, matanya menyipit, mencoba menahan amarah.Cyrus mengangguk pelan. "Ya, itulah realitas yang kita hadapi. Saya tidak mengatakan Jika kamu tidak punya uang, tapi jika kita menggunakan cara yang sama, ambisi dan obsesi kita bisa dimanfaatkan oleh mereka yang memperjualbelikan hukum.
Baca selengkapnya

292. Hubungan Darah

Di dalam kamar yang dipenuhi cahaya temaram dari lampu yang berada di nakas, suasana terasa tenang tapi penuh ketegangan. Tirai tebal menutup rapat jendela, memisahkan mereka dari hiruk-pikuk dunia luar. Hanya ada kehangatan dan kedekatan yang terasa di antara Ageng dan Queen. Namun juga ada sesuatu yang berat untuk diungkap, sebuah kebenaran yang penuh dengan kepahitan karena kebencian dan dendam.Ageng duduk di tepi ranjang, menatap Queen yang berbaring dengan nyaman di sampingnya. Perut Queen yang semakin membesar menandakan kehamilan yang semakin matang, namun raut wajahnya menyiratkan keresahan yang tak bisa disembunyikan. Ageng tahu, dia tidak bisa lagi menunda pembicaraan ini.“Habis ngomongin apa saja sama Cyrus?” Queen sebenarnya menaruh curiga yang sangat besar kepada semua orang, termasuk Ageng dan juga kedua mertuanya. Dia merasa ada sesuatu hal yang sangat penting yang mereka sembunyikan dari dirinya.“Sepertinya sangat serius,” sambung Queen yang terlihat sangat penasara
Baca selengkapnya

293. Tidak Ada Janji

Sejak Queen mengatakan keinginannya untuk bertemu dengan Rey, suasana di rumah keluarga Wardana menjadi terasa mencekam. Queen sangat yakin jika istri dari sang kakak tidak akan bisa memberi bantuan apa pun. Kedua orang tua mereka sedang menjalani pengobatan di luar negeri, sehingga hanya tinggal Queen yang bisa diharapkan oleh Rey.Meskipun selurug anggota keluarga sudah berkumpul di ruang keluarga, tetapi ruangan yang megah itu terasa hening, suasana dipenuhi ketegangan yang tak terucapkan. Lampu-lampu besar yang tergantung di langit-langit memberikan cahaya hangat, namun tak cukup untuk mengusir dinginnya perasaan yang meliputi para penghuni ruangan itu.Queen duduk di sofa, menatap kosong ke arah lantai, mencoba mencerna segala sesuatu yang baru saja didengarnya. Ageng setia mendampinginya, menggenggam erat tanganya memberi dukungan. Sementara itu, Laras berdiri di dekat jendela, menyilangkan tangan di dadanya, wajahnya kaku dan serius. Ada amarah yang tertahan di wajah perempuan
Baca selengkapnya

294. Masa Lalu yang Kelabu

“Apa Kak Rey masih marah kepadaku?” Tiba-tiba keraguan muncul di hati Queen saat semua sudah siap untuk mengantarnya mengunjungi Rey.“Setelah apa yang dia lakukan kepada kita, seharusnya kita yang marah kepada dia.”Queen terdiam mendengar ucapan Ageng. Sebenarnya dia sudah marah kepada sang kakak, jauh-jauh hari sebelum ini. Sejak kepergian sang mama, Rey tumbuh manja dan selalu ingin apa pun yang dia minta harus dipenuhi.“Cyrus dan Pak Sutar sudah menunggu kita.”Suara Ageng berhasil menyadarkan Queen dari lamunannya. Queen mengangguk lemah, lalu mengambil tas jinjingnya. Mereka berjalan beriringan menuju mobil yang sudah siap dari tadi.Kunjungan ke tahanan Rey diatur dengan hati-hati. Queen, dengan perasaan campur aduk, duduk di kursi belakang mobil yang menuju ke rumah tahanan. Di sebelahnya, Ageng duduk dengan tenang, wajahnya menatap lurus ke depan, sementara Cyrus, yang duduk di kursi depan, memeriksa pesan di ponselnya.Menyadari suasana kebatinan sang istri yang sedang tid
Baca selengkapnya

295. Anak Titipan

“Aku menunggu Kakak keluar, aku ingin kita bisa berkumpul dan bermain di rumah nenek seperti dulu lagi.”Mendengar kata ‘keluar’ ekspresi wajah Ageng tampak berubah. Ada ketakutan jika sampai Queen kelepasan melanggar keputusan Arya Suta dengan menjanjikan kebebasan kepada Rey.“Tampaknya kamu harus bersabar, sepertinya aku akan lama di sini,” sahut Rey dengan nada lemah. “Aku siap menerima hukuman atas semua yang telah aku lakukan. Aku tidak mengharapkan keringanan, ini adalah tamparan kehidupan yang harus aku terima. Aku ingin keluar dari sini sebagai orang yang lebih baik, yang bisa berdiri di atas kaki sendiri dan tidak menyakiti siapa pun lagi, terutama kamu, Queen.”Queen mengangguk perlahan, merasakan kejujuran dan ketulusan dalam kata-kata Rey. Meskipun hatinya masih terasa berat, dia tahu bahwa Rey harus menghadapi konsekuensi dari perbuatannya, dan ini mungkin satu-satunya cara untuk memastikan dia belajar dari kesalahan.“Boleh aku meminta satu hal, Queen?” Rey melanjutkan
Baca selengkapnya

296. Jangan Tinggalkan Aku!

Pertemuan dengan Rey meninggalkan perasaan yang tidak nyaman di hati Queen, dan hal itu sangat disadari oleh Ageng. Mengingat keadaan istrinya yang sedang hamil, Ageng tidak ingin ada beban masalah yang bisa berpengaruh buruk pada kesehatan Queen dan calon anaknya.Laras yang biasanya begitu peduli, memilih menyerahkan semua masalah kepada Ageng. Dia tidak ingin dianggap sebagai mertua yang terlalu ikut campur, hingga membuat Queen tidak nyaman tinggal di rumah mereka. Tetapi akan berbeda jika Queen berinisiatif meminta pendapat, tentu dengan senang hati Laras akan berbagi pengalaman.“Ada masalah?” Ageng mencoba memulai pembicaraan dengan istrinya yang sejak tadi duduk termenung di taman.Tidak ada jawaban, Queen justru mengalihkan pandangan. Dari gerakan tangan Queen, Ageng bisa mengerahui jika istrinya sedang menyeka air mata.Ageng mengambil posisi duduk tepat di samping Queen, diraihnya Pundak Queen lalu menyandarkan ke dadanya.“Jangan dipendam sendiri! Ada aku di sini, tempatmu
Baca selengkapnya

297. Anak-anak Wijaya

Mike berdiri di tengah ruangan, tatapan matanya kosong. Beban yang ia pikul terlalu berat untuk seorang yang begitu muda. Di hadapannya ada dua saudaranya, Zachary dan Victoria, yang terlihat sibuk dengan pikiran masing-masing, seakan tidak peduli dengan kekacauan yang tengah melanda keluarga mereka. Di luar sana, malam yang gelap terasa semakin mencekam, namun tidak sekelam hati Mike saat ini."Aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi Mama dan Papa nanti," ucap Mike, suaranya serak, seolah kalimat itu keluar dari kedalaman jiwanya yang paling terluka.Rasa putus asa terlihat jelas di wajah Mike yang pucat. Dia tidak pernah merasa seburuk ini sebelumnya, seolah seluruh dunia sedang runtuh di sekitarnya. Waktu istirahatnya menjadi kacau, karena banyaknya tugas dan tanggung jawab yang harus dia pikul, belum lagi masalah yang baru saja terjadi.Zachary, yang lebih tua dan selalu terlihat tenang, hanya mengangkat bahu. "Tidak ada anak di bawah umur di sini, Mike. Semua sudah bisa bertang
Baca selengkapnya

298. Ketakutan Queen

Zachary benar-benar tidak peduli dengan keluarganya lagi. Dia melenggang begitu saja meninggalkan Mike dan Victoria yang sedang dilanda kebingungan dengan berbagai masalah yang menerpa. Mike berusaha menenangkan diri, berharap nantinya akan bisa berpikir jernih dan menemukan jalan keluar yang terbaik untuk mereka.Mike duduk di kursi dengan punggung yang tegang, sorot matanya mengeras saat menatap Victoria. Rasa frustrasi bercampur dengan kemarahan di dalam dirinya. Selama ini, ia selalu berusaha menjadi anak yang baik, mengorbankan masa mudanya untuk keluarga, tetap berdiri meski badai masalah terus menghantam dari segala arah. Namun, mendengar Victoria ingin melibatkan Queen dalam masalah ini membuat darahnya mendidih.“Jangan pernah ganggu dia lagi! Jangan buat masalah baru bagi keluarga kita, Vick! Aku benar-benar sudah pusing.” Mike mengeluarkan kata-kata itu dengan nada yang tegas, lebih tegas dari biasanya, seolah menegaskan bahwa ini bukan saatnya untuk membuat keputusan yang
Baca selengkapnya

299. Perubahan Queen

Pagi itu, Ageng merasakan sesuatu yang berbeda dalam sikap Queen. Istrinya yang biasanya tenang dan begitu mandiri, kini tampak sangat manja dan penuh rasa khawatir.Ada sesuatu dalam tatapan Queen yang membuat Ageng merasa bahwa perpisahan sementara untuk bekerja seakan menjadi sebuah momen besar yang sulit dilalui. Ageng merasa seperti suami yang akan pergi merantau jauh dan dalam waktu yang begitu lama. Padahal dia hanya pergi bekerja dan nanti sore dia akan pulang."Bagaimana kalau aku kangen?" Queen bertanya dengan suara lembut, namun ada nada kegelisahan di baliknya. Tatapannya seperti menunggu jawaban yang bisa menenangkan hati.Ageng tersenyum, berusaha menghapus segala kekhawatiran yang terbersit di benak istrinya. "Kalau kamu kangen, datang saja ke kantor. Tapi beri aku kabar dulu."Queen mendengus pelan, cemberut manja. "Jadi aku tidak bisa datang mendadak untuk sidak, dong?"Ageng tertawa kecil mendengar istilah itu keluar dari mulut istrinya. "Sidak? Apa yang mau kamu sid
Baca selengkapnya

300. Ketahuan Cek In

Sarapan pagi itu terasa berbeda dari biasanya. Biasanya, suasana di meja makan Wardana selalu dipenuhi canda tawa dan obrolan ringan. Namun, pagi ini ada keheningan yang canggung, seolah ada sesuatu yang mengganjal di hati setiap orang yang duduk di sana. Setelah Queen dan Ageng tinggal bersama mereka, menu makanan diutamakan yang baik untuk ibu hamil. Seperti pagi ini sudah terhidang sop ayam kampung. Queen menatap hidangan itu dengan tatapan kosong, meski biasanya dia sangat menyukai makanan yang disiapkan mertuanya. Laras menyendokkan sedikit sup ke mangkuk Queen, lalu memberikan tatapan sekilas kepada menantunya yang duduk di seberangnya. Ada senyum di bibirnya, tapi tatapannya penuh perhatian, seolah ingin menembus pikiran menantunya. Queen, di sisi lain, hanya menunduk, memainkan sendoknya tanpa niat makan. Ageng, yang duduk di sampingnya, berusaha memulai obrolan dengan memecah keheningan. "Mama, Papa, ada rencana hari ini?" tanya Ageng yang sudah menghabiskan makanannya. Ar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2829303132
...
42
DMCA.com Protection Status