Beranda / CEO / Bukan Istri Pilihan Ibumu / Bab 111 - Bab 120

Semua Bab Bukan Istri Pilihan Ibumu: Bab 111 - Bab 120

170 Bab

Apakah Penyesalan mereka Sungguhan?

Axel mengedikan bahunya. Ia setengah menahan tawa melihat wajah Andra yang merasa terganggu dengan godaan para wanita bayaran itu.“Kenapa? Kamu datang ke apartemenku pasti untuk menenangkan pikiran, bukan? Sekarang nikmati saja sentuhan mereka. Aku jamin pikiranmu akan langsung rileks,” ejek Axel yang kembali meneguk sodanya. Sambil membiarkan wanita seksi itu menciumi pipi kanannya  hingga membuat Andra mendengkus risih. “Ck! Axel! Aku ke sini bukan untuk bersenang-senang. Aku hanya ingin bicara denganmu! Bukan untuk bermain dengan mereka!” tegas Andra dan ia mulai melayangkan tatapan tajamnya kearah Axel.Yang akhirnya membuat Axel terkekeh pelan, tapi kepalanya mengangguk mengiyakan. Cukup! Axel tidak ingin membuat Andra marah. Ia tahu jika Andra datang padanya pasti suasana hati lelaki itu sedang carut marut.Untuk itu, Axel mengeluarkan sejumlah uang dari dalam dompetnya lalu ia berikan pada dua wanita itu.
Baca selengkapnya

Seberapa Berengseknya Dirimu

Alana membasuh piring-piring yang sudah ia sabuni itu, sambil benaknya meresapi perkataan Danu. “Aku  tidak tahu, Danu. Aku sedang tidak ingin membahas tentang itu,” ucap Alana menggeleng pelan.Kini Alana selesai mencuci piring dan ia membalikan badannya hendak pergi dari dapur. Akan tetapi Danu masih berdiri tegap di belakangnya dengan kedua tangan yang menyilang di depan—dada.Matanya menatap Alana dengan lurus. “Maaf, Alana. Bukannya aku ikut campur dengan urusanmu. Hanya saja aku tidak bisa membiarkan seseorang yang sudah membuat kamu dan Rehan menderita, kini datang kembali untuk  mengajak kamu hidup bersama. Sumpah demi apapun aku tidak rela, Alana. Orang tua Andra sudah banyak menorehkan luka di hati kamu. Rehan dan bayi yang kamu kandung saat ini adalah korban dari kebejatan mereka. Lalu sekarang tiba-tiba saja Andra datang dan ingin memintamu kembali ke pelukannya? Tidak! Dia tidak bisa melakukan itu!”
Baca selengkapnya

Kado untuk Anak

Andra masih abai. Ia tak menggubris sindiran Axel. Tangan Andra justru kembali meraih cangkir tehnya lalu kali ini Andra memilih untuk menandaskan teh itu hingga tak bersisa.“Kamu tahu? Kaca sekokoh apapun, tetap saja namanya kaca. Jika sudah retak, akan sulit memperbaikinya. Apalagi jika kaca itu hancur berkeping-keping. Mustahil untuk menyatukan serpihannya kembali menjadi utuh seperti semula. Begitu juga dengan hati seorang wanita. Kalau kamu sudah pernah menorehkan luka di hatinya, wanita akan membutuhkan waktu lama untuk bisa sembuh dari luka itu. Jadi menurutku sangat wajar jika Alana masih belum mau bicara denganmu,” jelas Axel.Dan perkataannya membuat Andra termenung. Benaknya berpikir tentang benarnya ucapan Axel.Mustahil hati Alana akan bisa sembuh dalam sekejap. Andra sudah banyak menorehkan luka di sana. Ya. Andra memang—brengsek!Sadar jika malam sudah semakin larut, Andra menghembuskan napasnya kasar, lalu ia memilih
Baca selengkapnya

Susu Hamil

Kali ini nadanya terdengar antusias. Karena Andra tak menyangka jika ternyata sekretaris barunya ini juga memiliki seorang anak laki-laki. Itu artinya Andra bisa bertanya tentang mainan apa saja yang paling disukai oleh anak laki-laki di umur tujuh tahunan.Karena rencananya, setelah pulang dari kantor, Andra akan pergi ke toko mainan untuk membelikan sebuah kado untuk Rehan.Ya. Andra akan mencoba lagi peruntungannya hari ini. Siapa tahu kali ini Rehan akan luluh melihatnya, dan Andra bisa memeluk anak lelakinya itu.“Setiap anak biasanya tidak selalu sama kesukaannya, Pak. Tapi kalau anakku, dia paling senang jika aku membelikannya mobil-mobilan dan juga robot. Tapi Robotnya harus yang bisa bergerak sendiri. Sekarang ‘kan banyak sekali robot yang pakai batu batre. Kalau mobil-mobilan, dia paling suka yang pakai remote.” Vani menuturkan. Ia menceritakan tentang kesenangan anak laki-lakinya di rumah.Andra menaikan sebelah alisnya menatap Vani.
Baca selengkapnya

Kenapa Membuangnya?

Andra tersenyum. “Tidak, Ma. Aku pasti akan pulang ke rumah kok. Mama jangan khawatir. Hanya saja aku harus pergi dulu ke suatu  tempat,” ucap Andra menggantung.‘Kamu mau pergi ke mana?’ Nita bertanya penasaran.“Aku mau pergi ke rumah Alana. Aku mau mencoba peruntunganku lagi. Siapa tahu kali ini aku bisa memeluk Rehan. Doakan ya Ma. Agar Rehan mau memaafkanku dan aku bisa memeluk cucu Mama.”Andra memang sudah memberitahukan tentang Rehan dan juga tentang kehamilan Alana pada Nita. Tentu saja Nita langsung antusias mendengarnya, Nita senang sekali.Hanya saja dia bersedih saat mendengar dari Andra, kalau Rehan tidak mau memanggilnya dengan sebutan Papa.‘Pasti Mama akan selalu doakan kamu, Andra. Mama selalu dukung kamu. Tetaplah semangat memperjuangkan cinta Alana dan anak-anak kamu. Segera bawa mereka ke rumah ini. Mama ingin kalian berkumpul kembali.’***Kini Andra sudah berdiri
Baca selengkapnya

Harus Alana!

“Rehan tidak mau mainan dari om itu, Ma! Om itu sendiri ‘kan yang bilang kalau Rehan tidak suka dengan mainannya, tinggal dibuang saja,” seru Rehan mengulangi ucapan Andra yang tadi.Alana menarik napasnya pelan. Ia sangat tahu jika Rehan masih marah pada Andra.  “Kamu boleh marah. Mama mengerti. Tapi mainan itu tidak salah apa-apa. Kalau kamu tidak mau dengan mainannya. Nanti kita bisa kasihkan ke orang lain,” ucap Alana. Sembari tangannya mengusap pelan rambut Rehan yang hitam legam.“Iya, Ma. Sama susu hamil itu, sekalian saja Mama kasihkan ke orang lain juga! Rehan yakin, adik bayi juga tidak mau mendapat pemberian dari om itu! Jadi Mama tidak perlu minum susu hamil itu. Nanti kita bisa beli lagi yang baru, Ma. Yang jelas, Mama jangan terima sogokan apapun dari om itu!” ucap Rehan pada Alana. Sebelum kemudian bocah kecil itu berlari masuk ke dalam rumah.“Rehan!” Alana berseru memanggil Rehan.  
Baca selengkapnya

Godaan Andra

“Sebentar, Cha. Aku sedang mencatat pesanan,”  ucap Alana pada Icha yang berdiri di sampingnya. Lalu Alana kembali fokus mencatat pesanan lagi. Tapi dengan cepat Icha berbisik di telinga Alana.“Pelanggan di meja nomor 15 mencarimu. Katanya dia tidak mau pesan makanan apapun kalau bukan kamu yang melayaninya. Jadi ayo cepat ke sana, dan meja nomor 24 ini biar aku saja yang melayani mereka!” bisik Icha membuat Alana tercenung di tempatnya. Dengan melempar senyum ramah, Icha langsung mengambil alih pekerjaan Alana.Sementara Alana yang sejujurnya masih bingung dengan siapa pelanggan yang ingin dilayani olehnya itu, kini mulai melangkahkan kakinya  untuk berjalan menuju meja nomor lima belas.“Aneh. Baru kali ini ada pelanggan yang memilih-milih ingin dilayani oleh siapa. Dan, kenapa pelanggan itu malah ingin dilayani olehku?” gumam Alana bertanya-tanya.  Tapi kakinya tetap melangkah.Hingga akhirnya Alan
Baca selengkapnya

Tawaran Tumpangan

Alana menoleh lantas mengangguk pelan. Segera saja Alana memutuskan tatapannya dengan Andra. Kini Andra memerhatikan setiap gerak-gerik Alana yang memberikan piring kotornya pada Icha untuk dibawa ke dapur. Sementara Alana sendiri tampak sibuk mengelap meja itu. “Andra! Kamu Andra Wijaya ‘kan?” seruan seseorang yang tiba-tiba saja datang menghampiri Andra, membuat Andra mengalihkan pandangannya dari Alana. Kini mata Andra menoleh pada orang itu dengan kening yang berkerut.  Alana pun ikut menoleh sebentar. Alana kenal dengan orang itu. Tapi yang membuat Alana heran, apa Andra dan orang itu saling mengenal? “Iya. Aku Andra. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?”   tanya Andra. Pada seorang lelaki yang mungkin seusia dengannya. Lelaki itu tampak berbalut kemeja dan dasi sama seperti Andra.Dia adalah Dion. Pemilik asli dari restoran itu.  Dion tersenyum mendengar pertanyaan Andra. “Tentu saja
Baca selengkapnya

Diantar Andra

Andra mengedikkan bahunya. “Makanya. Kamu harus ikut pulang denganku. Ayo! Sekarang diamlah dan jangan membantah lagi! Karena hujan deras begini tidak baik bagi kehamilanmu!” Andra merangkul pundak Alana lalu menariknya dan membawanya berjalan menuju mobil.Andra membuka pintu untuk Alana, kemudian Alana masuk ke dalamnya. Meski dengan wajah yang sedikit merengut.Setelah itu, Andra masuk melalui pintu yang satunya dan ia mendudukan dirinya di kursi kemudi. Tak menunggu lama, Andra langsung menjalankan mobilnya menjauhi restoran itu.Mobil Andra menembus hujan dan membelah jalanan kota yang cukup lenggang. Coba saja tadi Alana benar-benar menunggu angkutan umum, Andra sangsi kalau akan ada angkutan umum yang mau beroperasi di saat hujan deras begini.   Tapi kini Andra dan Alana disiksa oleh kecanggungan yang melingkupi suasana di dalam mobil itu. Andra berkali-kali menelan ludahnya bingung. Ia ingin mengakhiri kesenyapan ini. Tapi apa yang
Baca selengkapnya

Dukungan dari Nita

Bisa-bisa Rehan marah padanya.“Iya, Ma? Mama naik apa ke sini? Naik ojeg ya? Makanya kehujanan?” tanya Rehan yang juga penasaran.  Tangan Rehan menyentuh baju Alana yang basah.Alana mengangguk patah-patah, sambil bibirnya memaksakan untuk tersenyum.“Engh, iya. Mama naik ojeg. Makanya baju Mama basah,” sahut Alana berdusta.Winarti menatap dengan khawatir. “Ya sudah. Ibu siapkan dulu air hangat buat kamu ya. Kamu harus mandi air hangat, Alana.  Kalau tidak, nanti kamu bisa sakit,” ucap Winarti hendak membalikan badannya untuk beranjak ke dapur. Tapi segera dicegah oleh Alana.“Tidak usah, Bu. Aku bisa mandi dengan air dingin saja.”“Tidak boleh. Kamu habis hujan-hujanan.  Kamu bisa masuk angin kalau mandi air dingin lagi,” tegas Winarti. Ia sangat memerhatikan kesehatan Alana. Lebih lagi Winarti cemas pada kehamilan Alana.Seharusnya Alana tidak bekerja hingga m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
17
DMCA.com Protection Status