Bisa-bisa Rehan marah padanya.
“Iya, Ma? Mama naik apa ke sini? Naik ojeg ya? Makanya kehujanan?” tanya Rehan yang juga penasaran. Tangan Rehan menyentuh baju Alana yang basah.Alana mengangguk patah-patah, sambil bibirnya memaksakan untuk tersenyum.“Engh, iya. Mama naik ojeg. Makanya baju Mama basah,” sahut Alana berdusta.Winarti menatap dengan khawatir. “Ya sudah. Ibu siapkan dulu air hangat buat kamu ya. Kamu harus mandi air hangat, Alana. Kalau tidak, nanti kamu bisa sakit,” ucap Winarti hendak membalikan badannya untuk beranjak ke dapur. Tapi segera dicegah oleh Alana.“Tidak usah, Bu. Aku bisa mandi dengan air dingin saja.”“Tidak boleh. Kamu habis hujan-hujanan. Kamu bisa masuk angin kalau mandi air dingin lagi,” tegas Winarti. Ia sangat memerhatikan kesehatan Alana. Lebih lagi Winarti cemas pada kehamilan Alana.Seharusnya Alana tidak bekerja hingga mAkhirnya jam kantor telah habis. Dan Andra sudah bersiap berjalan menuju mobilnya yang terparkir di baseman. Sesampainya di mobil, Andra menghempaskan pantatnya di balik kemudi. Lalu menaruh rantang makanan serta parsel buah yang tadi Nita titipkan padanya ke kursi yang di sebelahnya.“Sepertinya masakan Mama lumayan enak. Wanginya sampai tercium dan membuat perutku lapar lagi,” ucap Andra tersenyum melirik kearah rantang makanan milik Nita.Lalu Andra menggelengkan kepalanya sambil mulai menyalakan mesin mobilnya.“Jam segini Alana pasti sudah pulang dari restoran. Hhh.. semoga saja Alana tak menolak pemberianku kali ini,” gumam Andra sambil menyetir mobilnya. Membelah jalanan kota.Sementara itu..Di dalam rumahnya, Alana sedang mencuci piring dan gelas kotor di wastafel. Alana menyabuni gelas itu lalu membasuhnya dengan hati-hati.Tapi kemudian keningnya mengernyit saat ia merasakan sesuatu di perutnya. Tidak! Bukan gera
Sejurus kemudian, mobil Andra berhenti tepat di pelataran rumah sakit. Andra segera keluar dari mobil dan ia kembali menggendong tubuh Alana. Sementara Winarti berseru memanggil para perawat yang ada di sana yang begitu melihat Alana mereka langsung cekatan membantu membaringkannya di atas ranjang yang akan didorong ke UGD.“Mohon tunggu di luar, Pak. Bu.” suster itu berseru pada Andra dan Winarti sebelum kemudian mereka menutup pintu ruang UGD.“Alana.. Tolong selamatkan putri dan cucuku, Ya Tuhan. Jangan sampai sesuatu yang buruk terjadi pada mereka,” pinta Winarti dengan mata yang berkaca-kaca. Lalu tubuhnya meluruh dan duduk di atas kursi tunggu yang berada di depan ruang UGD.Rehan memeluk tubuh Winarti dari samping sambil menangis. Kedua pipi gembil bocah lelaki itu telah basah. Dan Andra memerhatikannya sambil menahan pedih.Andra ingin memeluk Rehan. Membiarkan Rehan menyandarkan kepala di pundaknya. Andra ingin s
Di dalam mobil, Andra tampak fokus mengendarai mobilnya sambil menatap lurus pada jalanan yang terhampar di depan sana. Hingga Andra tak sadar, jika Winarti memerhatikannya dari samping. Wanita paruh baya itu menatap iba pada Andra.‘Kasihan kamu, Andra. Rehan masih belum mau menganggap kamu sebagai papanya. Rehan masih menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak mau bicara sama kamu. Padahal sebenarnya kamu memang tidak sejahat kedua orang tuamu. Kamu hanya korban hasutan. Kamu juga menyakiti Alana karena tidak tahu tentang yang sebenarnya.’ Winarti bergumam di dalam batinnya.Memang benar. Jika saja Andra tahu dari awal tentang semua yang terjadi di masa lalu itu, pasti Andra tidak akan mungkin sampai hati menyakiti Alana. Karena dalam hidup Andra, Alana adalah nyawanya.‘Tapi aku masih ragu. Jika Nyonya Nita benar-benar sudah berubah dan tidak lagi membenci Alana. Sebab yang aku tahu, Nyonya Nita itu sangat angkuh dan bisa nekat melakukan a
Dan kini giliran Andra yang bungkam seribu bahasa. Pandangan Andra menunduk ke bawah. Menatap pada lantai rumah sakit yang sehampa hatinya.Sekarang Andra mengerti. Mengapa Rehan bisa sedekat itu dengan Danu. Sungguh! Andra merasa kalau ia bukanlah apa-apa. Andra bukan sosok ayah kandung yang baik untuk anaknya.“Lalu setelah kamu tahu betapa berartinya Danu dalam hidup Rehan, apakah kamu juga akan langsung menyerah begitu saja?” tanya Winarti tiba-tiba. Suaranya terdengar tegas kali ini.Cepat Andra menoleh. Menatap Winarti yang tengah menatapnya dengan pandangan yang lurus.“Katanya kamu mencintai anakku? Kamu bilang kamu mau menjaga cucu-cucuku? Mana keberanian kamu, Andra? Hanya mendapat penolakan Rehan saja sudah membuat kamu merasa kecewa. Ingat, Andra! Dalam hidup ini, tidak semua hal yang kita inginkan bisa didapatkan dengan mudah. Ada beberapa yang memerlukan perjuangan untuk mendapatkannya!” papar Winarti.Andra mengan
Hati Winarti merasa terenyuh. Lebih lagi ketika Andra menundukan wajahnya dan mendaratkan sebuah ciuman—di kening Rehan. Cukup lama. Sepertinya Andra benar-benar ingin menikmati moment ini. Karena Andra tahu, jika Rehan sedang terjaga mana mau Rehan didekati oleh Andra seperti ini.Apalagi dicium!Andra mendudukan dirinya di samping Rehan. Matanya enggan lepas menatap pada wajah anaknya yang tengah terlelap. Mungkin saat ini Rehan sedang sibuk menyelami alam mimpi.‘Ya Tuhan. Ternyata begini rasanya memandangi wajah anak sendiri saat sedang tidur. Rasanya aku ingin begini seterusnya. Rehan.. Rehan putraku,’ bisik Andra dalam batinnya. Sambil membawa tangan kanan Rehan ke bibirnya untuk ia ciumi dengan lembut. ***Andra masih terjaga. Ia duduk di samping ranjang rawat Alana. Sambil matanya menatap Alana dengan lurus. Hati Andra merasa teriris melihat wanita yang dicintainya kini hanya terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.
“Aku tidak ingin mendengar penolakan, Alana! Jika kamu merasa keberatan menerimanya, aku memberikannya bukan untuk kamu. Tapi untuk kedua anakku. Jadi tolong terimalah,” ucap Andra meraih telapak tangan kanan Alana dan mengepalkan kedua kartu itu di sana.“Sandinya tanggal lahirmu. Kamu bisa menggunakan itu untuk memenuhi semua kebutuhan hidupmu, ibu dan juga anak-anak kita. Pokoknya aku mau kamu berhenti bekerja di restoran itu, Alana. Sudah cukup kamu bekerja keras selama ini.” Andra menuturkan.Membuat Alana tertegun menatapnya. Winarti juga tersenyum melihat mata Andra dan Alana yang saling berserobok satu sama lain. Winarti merasa, jika sepertinya Alana sudah bisa memaafkan Andra. Atau mungkin bahkan Alana sudah kembali membuka hatinya lebar-lebar untuk mantan suaminya itu.Berbeda dengan Winarti, Rehan justru menunduk terdiam. Dalam hatinya yang terdalam, Rehan membenarkan kalau Andra bersikap sangat baik sekarang.
“Bagaimana, Alana?” tanya Andra lagi. Dan Alana mengerjapkan matanya.Alana menghembuskan napasnya pelan. Lalu berkata. “Aku mau menikah lagi denganmu. Jika Rehan sudah mau menerimamu. Karena aku tidak mau egois. Aku mau Rehan sudah bisa membuka dirinya untukmu setelah kita menikah nanti. Aku tidak mau pernikahan kita membuat Rehan tertekan. Kamu paham ‘kan maksudku, Andra?”Andra bergeming sesaat. Kemudian ia mengangguk-anggukan kepalanya membenarkan ucapan Alana.“Ya. Kamu benar. Aku juga setuju, Alana. Aku akan berusaha mencuri perhatian anak sulungku itu, agar dia mau menerimaku sebagai papanya. Aku mau membangun sebuah keluarga yang bahagia. Hanya ada cinta di dalamnya. Tanpa ada benci dan tanpa ada yang terluka. Jadi aku akan sabar menunggu Rehan.” Andra berkata sambil tersenyum simpul.Ia menarik pundak Alana ke pelukannya dan mendekap wanitanya itu dengan erat.Alana sempat terkejut dengan apa yang Andr
Tapi Rehan tidak menjawab. Dia hanya menutup buku tulisnya dan bergerak bangkit dari kursi. Lantas pergi begitu saja ke kamarnya tanpa memerdulikan Andra.“Rehan!” Alana mengerutkan keningnya. Ia baru saja keluar dari kamar dan berpapasan dengan Rehan yang masuk ke dalamnya. Karena mereka memang tidur di kamar yang sama.KLEK!Rehan menutup pintu kamar itu dengan rapat. Membuat Andra menarik napasnya dalam. Mengambil hati Rehan memang bukanlah sesuatu yang mudah untuk ia lakukan.“Andra. Aku minta maaf atas sikap Rehan. Dia—““Jangan meminta maaf, Alana. Kamu dan Rehan tidak salah. Tidak apa-apa. Aku hanya harus berusaha lebih keras lagi untuk meluluhkan hati anak kita yang satu itu,” kekeh Andra tapi Alana tahu kalau Andra menyembunyikan rasa miris di hatinya.“Duduklah. Apa kamu juga tidak mau memakan kue cokelat yang kita beli?” goda Andra sambil menaikan sebela