Hati Winarti merasa terenyuh. Lebih lagi ketika Andra menundukan wajahnya dan mendaratkan sebuah ciuman—di kening Rehan. Cukup lama. Sepertinya Andra benar-benar ingin menikmati moment ini. Karena Andra tahu, jika Rehan sedang terjaga mana mau Rehan didekati oleh Andra seperti ini.
Apalagi dicium!Andra mendudukan dirinya di samping Rehan. Matanya enggan lepas menatap pada wajah anaknya yang tengah terlelap. Mungkin saat ini Rehan sedang sibuk menyelami alam mimpi. ‘Ya Tuhan. Ternyata begini rasanya memandangi wajah anak sendiri saat sedang tidur. Rasanya aku ingin begini seterusnya. Rehan.. Rehan putraku,’ bisik Andra dalam batinnya. Sambil membawa tangan kanan Rehan ke bibirnya untuk ia ciumi dengan lembut. ***Andra masih terjaga. Ia duduk di samping ranjang rawat Alana. Sambil matanya menatap Alana dengan lurus. Hati Andra merasa teriris melihat wanita yang dicintainya kini hanya terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.“Aku tidak ingin mendengar penolakan, Alana! Jika kamu merasa keberatan menerimanya, aku memberikannya bukan untuk kamu. Tapi untuk kedua anakku. Jadi tolong terimalah,” ucap Andra meraih telapak tangan kanan Alana dan mengepalkan kedua kartu itu di sana.“Sandinya tanggal lahirmu. Kamu bisa menggunakan itu untuk memenuhi semua kebutuhan hidupmu, ibu dan juga anak-anak kita. Pokoknya aku mau kamu berhenti bekerja di restoran itu, Alana. Sudah cukup kamu bekerja keras selama ini.” Andra menuturkan.Membuat Alana tertegun menatapnya. Winarti juga tersenyum melihat mata Andra dan Alana yang saling berserobok satu sama lain. Winarti merasa, jika sepertinya Alana sudah bisa memaafkan Andra. Atau mungkin bahkan Alana sudah kembali membuka hatinya lebar-lebar untuk mantan suaminya itu.Berbeda dengan Winarti, Rehan justru menunduk terdiam. Dalam hatinya yang terdalam, Rehan membenarkan kalau Andra bersikap sangat baik sekarang.
“Bagaimana, Alana?” tanya Andra lagi. Dan Alana mengerjapkan matanya.Alana menghembuskan napasnya pelan. Lalu berkata. “Aku mau menikah lagi denganmu. Jika Rehan sudah mau menerimamu. Karena aku tidak mau egois. Aku mau Rehan sudah bisa membuka dirinya untukmu setelah kita menikah nanti. Aku tidak mau pernikahan kita membuat Rehan tertekan. Kamu paham ‘kan maksudku, Andra?”Andra bergeming sesaat. Kemudian ia mengangguk-anggukan kepalanya membenarkan ucapan Alana.“Ya. Kamu benar. Aku juga setuju, Alana. Aku akan berusaha mencuri perhatian anak sulungku itu, agar dia mau menerimaku sebagai papanya. Aku mau membangun sebuah keluarga yang bahagia. Hanya ada cinta di dalamnya. Tanpa ada benci dan tanpa ada yang terluka. Jadi aku akan sabar menunggu Rehan.” Andra berkata sambil tersenyum simpul.Ia menarik pundak Alana ke pelukannya dan mendekap wanitanya itu dengan erat.Alana sempat terkejut dengan apa yang Andr
Tapi Rehan tidak menjawab. Dia hanya menutup buku tulisnya dan bergerak bangkit dari kursi. Lantas pergi begitu saja ke kamarnya tanpa memerdulikan Andra.“Rehan!” Alana mengerutkan keningnya. Ia baru saja keluar dari kamar dan berpapasan dengan Rehan yang masuk ke dalamnya. Karena mereka memang tidur di kamar yang sama.KLEK!Rehan menutup pintu kamar itu dengan rapat. Membuat Andra menarik napasnya dalam. Mengambil hati Rehan memang bukanlah sesuatu yang mudah untuk ia lakukan.“Andra. Aku minta maaf atas sikap Rehan. Dia—““Jangan meminta maaf, Alana. Kamu dan Rehan tidak salah. Tidak apa-apa. Aku hanya harus berusaha lebih keras lagi untuk meluluhkan hati anak kita yang satu itu,” kekeh Andra tapi Alana tahu kalau Andra menyembunyikan rasa miris di hatinya.“Duduklah. Apa kamu juga tidak mau memakan kue cokelat yang kita beli?” goda Andra sambil menaikan sebela
“Nenek. Rehan sudah siap. Ayo kita berangkat, Nek!” setelah mengenakan sepatunya di ruang tengah, Rehan berlari ke kamar Winarti. Tapi kening Rehan berkerut saat melihat Winarti sedang duduk melipat pakaian di samping tempat tidur. Bahkan Winarti masih mengenakan baju daster rumahannya. Padahal ini waktunya Rehan berangkat sekolah. Biasanya ‘kan Winarti sudah siap dengan pakaian yang rapi jika akan mengantar Rehan.Tapi..“Rehan? Kamu belum berangkat?” tanya Winarti. Menghentikan sejenak aktivitas melipat pakaiannya. Alisnya terangkat sebelah menatap pada Rehan yang berjalan kearahnya.“Rehan nunggu nenek. Hari ini nenek antar Rehan ke sekolah, ‘kan?” tanya Rehan. Tapi Winarti malah menggelengkan kepalanya.“Hari ini Nenek tidak akan antar Rehan ke sekolah,” sahut Winarti. Menyentuh sebelah pundak Rehan.Mendengar itu, tentu saja membuat kerutan di kening Rehan makin dalam. Tumben
Tapi kepala Rehan menggeleng dengan tegas.“Ayahku hanya Ayah Danu! Sebaiknya om pergi saja dan tidak usah datang ke rumah lagi. Karena aku bisa jaga Mama Alana dan adik bayi!” teriak Rehan pada Andra sebelum kemudian bocah kecil itu berlari meninggalkan Andra. Dan segera memasuki gerbang sekolahnya.Hati Andra mencelos melihat punggung Rehan. Perkataannya serasa meremukan hati Andra hingga hancur berkeping-keping.Andra bangkit berdiri. Lalu ia menyugar rambutnya dengan gusar.“Ya Tuhan. Hukumanku seberat ini? Rehan sulit sekali dijangkau. Dia bahkan begitu membanggakan Danu,” lirih Andra tersenyum miris.“Tapi kamu salah Rehan. Jika kamu berpikir dengan semua yang kamu ucapkan maka Papa akan berhenti berusaha untuk meluluhkan hati kamu. Maka kamu salah besar. Justru Papa akan menunjukan sama kamu, kalau Papa juga pantas untuk mendapatkan cinta kamu.” Andra bergumam.Menghembuskan napasnya kas
Danu memang bisa datang kapan saja untuk menjenguk Rehan yang sudah seperti anaknya sendiri. Tapi semua itu tentu harus ada batasannya. Dan menjamin hidup Alana serta Rehan, bukanlah merupakan kewajiban Danu.“Tidak! Kamu tidak perlu melakukan itu, Danu. Sampai saat ini aku masih bisa membiayai hidup kami. Meski aku tidak bekerja sekalipun,” sahut Alana. Yang kemudian membuat kedua alis Danu saling bertaut heran.Alana yakin. Saat ini dalam benak lelaki itu pasti sedang berkecamuk bingung. Mungkin Danu berpikir, darimana Alana bisa membiayai keluarganya padahal Alana sendiri tidak bekerja.“Tapi..” Danu hendak menyela.Gelengan tegas Alana membungkam bibirnya hingga kembali menutup rapat.“Tolong Danu. Aku tahu kamu baik. Tapi kamu tidak usah khawatirkan kehidupan kami,” kata Alana. Dan Danu berubah diam seribu bahasa.‘Aku tidak mungkin mengatakan jika Andra lah yang sudah menjamin biay
Jantung Winarti serasa dipukul oleh sesuatu yang keras. Tubuhnya mendadak lunglai begitu mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut Danu.Katanya dia ingin menikahi Alana? Bagaimana bisa? Padahal Winarti tahu sekali jika Alana sudah mulai membuka hatinya lagi untuk Andra. Dan Winarti juga tahu kalau Alana sama sekali tidak pernah mencintai Danu.Selama ini Danu hanya dianggap sebagai sahabat. Danu selalu datang sebagai Ayahnya Rehan. Tidak lebih.“Dan aku ingin meminta restu dari Ibu,” tutur Danu lagi. “Berkali-kali aku berusaha untuk melamar Alana dan menyatakan cintaku padanya. Tapi hasilnya selalu sama. Alana selalu menolakku dengan alasan kalau dia tidak pantas untukku. Percayalah, Bu. Aku mencintai Alana dengan sangat tulus. Bagiku dia adalah wanita yang sangat sempurna. Aku tidak peduli dengan statusnya yang akan menjadi janda beranak dua. Aku tetap ingin menjadikan Alana sebagai istriku. Dan aku meminta restu Ibu..”Wi
Andra hanya terdiam. Ia memerhatikan Nita yang kemudian berbalik menuju kamar mandi. Mungkin Nita mau membersihkan lap bekas muntahannya.Tak berapa lama kemudian, Nita kembali lagi dan menarik kursi untuk duduk di samping ranjang Andra.“Mama bawakan makan malam untuk kamu. Setelah itu kamu minum obat,” ucap Nita sambil meraih piring berisi bubur yang tadi ia bawa. “Mau Mama suapi?” tawar Nita yang langsung dijawab Andra dengan menggelengkan kepalanya.“Aku bisa makan sendiri, Ma. Simpan saja dulu di atas nakas, Ma. Nanti pasti aku makan. Mama jangan khawatir, aku juga akan meminum obatnya.” “Tapi kamu masih lemas, Ndra.”“Ma.. Aku bisa makan sendiri nanti,” keukeuh Andra.Dan Nita hanya bisa menghembuskan napasnya pelan. Ia mengalah. Andra memang terkadang bisa sekeras kepala ini. Nita menaruh kembali piring itu di atas nakas seperti yang Andra pinta.Padahal Nita tahu jika