Demi kesembuhan sang suami, Alana rela meninggalkan Andra sesuai permintaan sang ibu mertua meski dalam keadaan hamil. Tapi, Andra justru salah sangka karena mengira Alana sengaja meninggalkannya. CEO itu pun membuat perhitungan saat mereka bertemu lagi. Lantas, bagaimana kisah Alana yang selama ini sudah berjuang merawat anaknya dan Andra selama ini? Apakah lagi-lagi wanita itu akan menderita hanya karena wanita itu ... bukan istri pilihan ibu Andra?
View MoreYang seketika membuat Alana menelan ludahnya. Alana lalu menggigit bibir. Tentu saja ia mengerti dengan apa maksud dari perkataan Andra barusan. Andra mempertanyakan apakah ia sudah boleh menyentuh Alana lagi malam ini? Ya. Karena setelah kelahiran Alin, Andra sama sekali belum buka puasa. Ia berusaha menahannya hingga Alana siap.“Belum..” cicit Alana pelan. Membuat Andra menghela napasnya. “Jahitannya belum kering. Jadi kita belum bisa melakukannya malam ini,” dusta Alana pada Andra.Karena sebenarnya jahitanya sudah kering. Alana bahkan sudah siap jika Andra ingin menyentuhnya. Hanya saja, Alana sengaja mengerjai Andra.Alana sengaja membohongi Andra karena ia sudah mempersiapkan sebuah kejutan untuk suaminya itu.“Begitu ya? Ya sudah. Tidak apa-apa,” ucap Andra meskipun terdengar helaan pelan yang keluar dari mulutnya.Alana menangkup kedua tangan Andra yang masih memeluk perutnya.“Kamu ti
Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa terasa kini usia Alin sudah memasuki bulan ketiga. Alin sudah pintar mengoceh dan mengemut tangannya sendiri. Kadang ia akan menjambak pelan rambut Andra dan Rehan saat Papa dan kakaknya itu menciumi wajahnya.“Alin! Sayang! Berapa kali Papa bilang, berhenti mengemuti tanganmu seperti ini. Tadi ‘kan sebelum berangkat ke taman, kamu sudah minum susu yang banyak dari Mama Alana. Perut kamu pasti sudah kenyang ‘kan? Jadi sekarang hentikan mengemut tangannya ya!” Andra menarik tangan Alin yang mengepal dan masuk ke dalam mulutnya.Andra tidak ingin Alin terbiasa melakukan itu. Tapi yang namanya bayi berusia tiga bulan. Tentu saja dia tidak akan mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Papanya.Berulang kali Andra menarik tangan Alin dari mulut mungilnya, berulang kali pula Alin tetap memasukan tangannya itu ke dalam mulut lagi.Hingga akhirnya Andra menyerah. Ia menghembuskan napasnya pelan.“B
Kening Alana berkerut menatap pada suaminya."Alindra?" ulang Alana.Dan Andra langsung mengangguk mantap."Ya. Alindra. Alindra Wijaya. Dia akan menjadi seorang perempuan yang kuat dan berhati lembut. Dia akan pintar dan berwawasan luas. Dia juga akan tumbuh menjadi orang yang penuh kasih sayang. Semua orang akan memanggilnya dengan sebutan Alin!" ujar Andra menuturkan.Membuat Alana yang mendengarnya kini menarik kedua sudut bibirnya ke samping.Hingga membentuk sebuah senyuman."Alindra Wijaya? Aku setuju. Nama yang sangat indah," ucap Alana.Kemudian ia mengelus pipi mungil Alin yang masih sibuk menyusu--di dadanya."Hei, Alin! Ini Mama! Kata Papa, mulai sekarang nama kamu adalah Alin, ya. Nanti kamu akan bertemu dengan kakak Rehan. Juga dengan kedua nenek kamu. Kakak Rehan pasti akan senang saat melihat kamu yang secantik ini!" ujar Alana.Ya. Rehan adalah salah
“Emhh.. Maaf Pak Andra! Mr. Steve! Saya mau pamit ke kamar kecil dulu sebentar. Boleh?” tanya Vani dengan wajah sungkan.Yang kemudian langsung diangguki oleh Andra dan Mr. Steve.“Tentu saja boleh. Silakan Vani!”Vani mengangguk. Lalu ia bangkit berdiri sambil meraih ponselnya. Kaki Vani terus bergerak menjauhi meja itu. Lantas ia berhenti ketika berada di dekat kamar kecil.Vani segera saja mengangkat panggilan dari Nita.“Hallo Nyonya Nita! Mohon maaf saya baru mengangkat telpon Anda. Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” tanya Vani setelah menempelkan ponselnya di telinga kanan.‘Kenapa ponsel Andra tidak aktif? Sejak tadi saya menghubungi ponsel Andra sampai berpuluh-puluh kali. Tapi tidak satu pun yang tersambung. Jadi saya menghubungimu. Mana Andra?! Saya mau bicara dengannya?’ tanya Nita dari seberang telpon.Pertanyaan Nita itu seketika membuat Vani menggigit bibirnya. Ia tergugu dan
Sambil memegangi kepalanya dengan sebelah tangan, Andra menatap Alana dengan alis yang bertaut.“Kenapa kepalaku dijitak?” tanya Andra dengan memasang wajah sok polos.Alana berkaca pinggang di hadapannya. “Aku melakukan itu agar isi otak suamiku tetap waras. Ini sudah malam ‘kan? Kalau aku yang mandikan, bisa-bisa kita menghabiskan waktu berjam-jam di dalam kamar mandi itu. Karena aku sudah tahu betul dengan apa yang ada di dalam pikiranmu!” Alana berkata dengan tegas. Dan dagunya terangkat kearah Andra.Andra mengusap wajahnya dengan sebelah tangan, kemudian ia menghembuskan napasnya pelan. Lalu matanya menatap Alana lurus.“Hhh.. padahal aku sudah membelikanmu bunga. Tapi aku tidak mendapatkan balasan apa-apa,” gumam Andra pelan.Namun gumaman itu masih bisa terdengar dengan jelas di telinga Alana. Hingga membuat kedua bola mata Alana melebar dan ia mendelik kearah suaminya.“Oh! Jadi kamu sengaja membe
Membuat Alana dan Rehan sama-sama tersenyum mendengarnya.“Oh iya. Apa PR-nya Rehan sudah selesai?” tanya Andra yang melemparkan tatapanya ke arah buku tulis milik Rehan.“Sudah, Pa. Kalau untuk PR-nya, aku sudah mengerjakannya tadi. Sekarang hanya tinggal belajar membaca saja. Karena besok ada tes membaca oleh Ibu Guru,” sahut Rehan menjawab. Dan Andra mengangguk-anggukan kepalanya.“Oh begitu. Baiklah. Berhubung sekarang Papa sudah pulang ke rumah. Jadi bagaimana kalau Papa saja yang membantu kamu belajar membaca? Kamu mau?” Andra menaruh tas kerjanya di atas tempat tidur Rehan. Kemudian ia bertanya pada bocah kecil itu.“Mau Pa! Rehan mau!” seru Rehan dengan senang. Sampai ia mengangkat kedua tangannya ke atas hingga Andra terkekeh menggeleng-gelengkan kepalanya.Namun Alana menatap Andra dengan mengerutkan keningnya.“Tapi, Andra. Kamu ‘kan baru pulang dari kantor. Pasti k
“Apa pensil warnanya sudah? Jangan sampai ada yang tertinggal, Rehan!” Alana sedang mengecek perlengkapan sekolah Rehan yang ada di tas anak itu.“Sudah Rehan masukan semuanya, Ma? Isi tasku sudah lengkap, ‘kan?” Rehan balas bertanya pada Alana yang duduk di tepi ranjang sambil meneliti isi tas anak lelakinya itu.Pagi ini Alana memang langsung mendatangi Rehan ke kamarnya. Hal yang selalu menjadi kebiasaan Alana. Ia selalu memeriksa PR Rehan dan isi tas bocah itu. Alana takut jika sampai ada yang tertinggal di rumah.Merasa semuanya sudah lengkap, Alana menganggukan kepalanya lalu ia memberikan tas itu kembali ke tangan Rehan.“Ternyata semuanya sudah lengkap. Kalau begitu kemarikan sisirnya. Biar Mama yang sisirkan rambut kamu!” pinta Alana menengadahkan tangannya pada Rehan.Namun Rehan menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Tidak usah, Ma. Rehan sudah besar sekarang. Mama tidak perlu lagi menyisiri rambut R
Malam ini, Andra sedang duduk di kursi yang terletak di balkon kamarnya. Tampak kaki kanannya tertumpang di kaki kiri. Dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya, Andra mengamati lamat-lamat buku-buku tebal yang ia pangku di atas—paha.Yang sedang Andra baca itu tentu saja sebuah buku bisnis.Ketika itu Rehan datang dengan membawa snack di tangannya. Bocah kecil itu melangkah mendekati Papanya yang langsung menoleh dan tersenyum begitu melihat Rehan.“Hei! Papa pikir kamu sudah tidur?” Andra tersenyum pada Rehan sembari melepas kacamatanya dan menaruhnya di atas meja.“Belum, Pa. Rehan tidak bisa tidur.” Rehan kini menghempaskan pantatnya di kursi yang ada di depan Andra.“Kenapa kamu tidak bisa tidur? Apa kamu sudah minum susu hangatnya dari Bik Sumi?” tanya Andra kemudian ia menaruh buku tebalnya juga di atas meja. Untuk bergabung dengan kacamatanya.Rehan mengangguk sebagai j
Kini Andra dan Alana sudah ada di mobil. Alana mengerutkan keningnya menatap kearah jendela di sampingnya, benaknya berpikir kemana Andra akan menjalankan mobilnya ini?Andra bilang, mereka akan pergi jalan-jalan. Tapi Andra belum memberitahunya kemana tujuan mereka sebenarnya.Sementara Andra sendiri tampak fokus menyetir sembari tatapannya tajam ke depan sana.“Andra!”“Hmm?” Andra berdeham, melirik sekilas kearah Alana yang duduk di sampingnya. Sebelum kemudian kembali memusatkan pandangannya ke jalanan.“Sebenarnya kamu mau bawa aku ke mana?” Alana tak bisa menahan diri untuk tidak menanyakan hal itu. Ia sungguh penasaran.Tapi Andra hanya menahan senyumnya. Melihat Alana yang menatapnya dengan pandangan penuh tanya, membuat Andra merasa geli.“’Kan sudah ku bilang, kalau aku mau membawamu ke sebuah tempat yang akan membuatmu senang melihatnya. Karena it
“Saya akan melunasi biaya operasi suami kamu. Tapi, dengan satu syarat," ucap wanita tua yang masih terlihat cantik itu pada Alana, “Tinggalkan Andra. Dan pergi sejauh mungkin dari kehidupannya.” Alana yang kini sudah basah kuyup akibat dibiarkan berdiri di depan pintu rumah, lantas tertegun mendengar ucapan sang ibu mertua. Meninggalkan Andra? Bagaimana mungkin? Andra adalah suaminya. Terlebih saat ini lelaki itu sedang terbaring lemah di rumah sakit. “Ma, aku tidak bisa melakukan itu, Ma. Aku tidak bisa meninggalkan Andra yang sangat membutuhkanku saat ini. Apa tidak ada syarat lain?” Mendengar itu, Nita sontak tertawa. “Alana, Andra itu anakku. Aku bisa merawatnya dengan baik,” tukasnya cepat. “Dulu aku yang membesarkannya. Tapi setelah dewasa, dia malah jatuh ke dalam jerat perempuan miskin seperti kamu dan memilih pergi dari rumah ini. Sekarang lihat apa yang terjadi pada Andra? Kamu hanya bisa membawanya hidup susah. Kamu membuat Andra menderita. Jadi sebaiknya kamu ti
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments