หน้าหลัก / CEO / Penghangat Ranjang Tuan CEO / บทที่ 161 - บทที่ 170

บททั้งหมดของ Penghangat Ranjang Tuan CEO: บทที่ 161 - บทที่ 170

283

Tak Bisa Melihat Ketulusan

“Kau tidak ingin hadir di acara yang sangat penting bagiku? Apakah menurutmu pekerjaanmu adalah segalanya dibandingkan perasaan calon istrimu sendiri?” Mahesa mendengkus pelan, merasa Kiran mulai drama.“Aku banyak pekerjaan di kantor. Dan kau tahu itu, ‘kan?”“Ya sudah, aku pergi sendiri saja. Semenjak kau berselingkuh dengan Athalia, wanita itu berhasil mencuci otakmu dan tak sayang lagi padaku. Padahal dulu kau selalu menganggap aku sebagai prioritasmu. Tapi sekarang… “ mata Kiran mulai berkaca-kaca, membuat Mahesa membuang napas kesal dan memijit keningnya.Merasa jengah melihat Kiran dan tak ingin berdebat, maka mau tak mau Mahesa mengangguk. “Baiklah, acaranya minggu depan, bukan? Aku akan pergi denganmu. Kau senang?” Mahesa mengangkat sebelah alisnya.Ucapan lelaki itu membuat selarik senyum tersungging di bibir Kiran.*** Begitu mendapat kabar dari Dean bahwa Dirly sedang sakit, Athalia tak berpikir dua kali untuk segera datang ke rumah Dean.Kini Athalia sudah ada di dalam
อ่านเพิ่มเติม

Wanita Manipulatif

Malam ini acara awards digelar di sebuah gedung luas yang tertutup. Seperti yang dikatakan oleh Sisy, ada ruangan khusus untuk artis-artis tertentu yang menjadi tamu spesial.Athalia pun sedang mengerjakan tugasnya. Bukan cuma ia saja yang bertugas membersihkan dan melayani artis di sana. Ada sekitar empat orang lainnya yang berkerja sepertinya.Ada LCD besar di dalam ruangan khusus itu yang menampilkan setiap rangkaian acara awards di atas panggung. Para artis yang diundang khusus, mereka cukup duduk di ruangan khusus itu dengan sofa empuk—di sana. Kemudian menikmati tayangan sambil mengobrol santai sambil menikmati jamuan yang disediakan.Dan Athalia tidak tahu kalau salah satu artis yang diundang secara khusus itu adalah Kiran Ardelia.“Mahesa, nanti akan banyak wartawan yang meliput kita saat kita keluar dari mobil. Aku minta kau tersenyum walau sedikit saja, tunjukan kalau kau adalah kekasihku yang sangat romantis.” mobil mewah Mahesa berhenti tepat di depan red carpet.Kiran lan
อ่านเพิ่มเติม

Penghargaan yang Gagal

“Jangan khawatir. Istri Anda hanya mengalami pendarahan kecil. Biarkan saja dia beristirahat sejenak. Beberapa jam lagi, baru Anda boleh membawanya pulang,” ucap Dokter setelah menangani Athalia.Mahesa ingin menyela dokter itu dan mengoreksi bahwa Athalia bukanlah istrinya. Tapi akhirnya Mahesa menutup mulutnya kembali dan membiarkan dokter itu dengan kesimpulannya.“Mungkin karena membawa wanita yang sedang hamil, jadi dokter itu menganggap Athalia adalah istriku. Ck! Lucu sekali!” decak Mahesa dalam hati.Setelah dokter itu berlalu pergi. Mahesa pun melangkah masuk ke ruang rawat Athalia. Berdiri di samping ranjang dan hanya mengamati wajah cantiknya yang matanya masih terpejam rapat.Mungkin karena lelah, Athalia sampai tertidur saat di mobil. Dan Mahesa menggendongnya ke dalam rumah sakit.Perlahan mata Athalia mengerjap lalu terbuka. Ia tercenung sesaat melihat tubuh jangkung Mahesa berdiri di samping ranjangnya dan sedang memperhatikannya dengan tatapan yang entah.“Mahesa?” gu
อ่านเพิ่มเติม

Apakah Dia Teman Tidur Mahesa?

Mahesa tampak sedang duduk di balik meja kerjanya dengan wajah serius ketika Athalia mengetuk pintu dari luar.“Masuk!” suara berat itu menyahut, membuat Athalia membuang napas pelan, sebelum kemudian memutar kenop, dan mendorong daun pintu hingga sedikit terbuka.“Maaf, Tuan. Ada laporan penting yang harus Anda periksa dan tanda tangani,” ucap Athalia, memberitahu, sambil satu tangannya menutup pintu dengan hati-hati.“Hmm … letakan saja di atas meja,” sahut Mahesa tanpa melepaskan pandangan dari layar monitor di depannya.Athalia menelan berat salivanya, kerongkongannya tiba-tiba mendadak kering. Mahesa mengabaikannya. Seakan Athalia adalah makhluk yang menjijikan jika ditatap.“Baik, Tuan Mahesa.” namun Athalia mengangguk, tersenyum kecil dan membawa map itu dengan langkah jenjangnya.Setelah menaruhnya di atas meja, Athalia sedikit melirik Mahesa dengan ujung matanya, berharap ada sapaan atau perintah lain dari lelaki itu, kemudian menatapnya. Setidaknya agar Athalia tak merasa di
อ่านเพิ่มเติม

Sekretaris yang Baik

“Athalia! Laporan ini harus sampai di tangan Tuan Mahesa sebelum jam makan siang, karena ini sangat penting, kau mengerti?” salah seorang petinggi dari divisi keuangan, mendatangi meja Athalia dan menyerahkan sebuah laporan yang katanya harus segera diberikan kepada Mahesa.“Harus sekarang?” “Ya. Harus sekarang kalau bisa. Lebih cepat lebih baik. Lagipula jam makan siang tinggal lima belas menit lagi.” Athalia mengangguk, lalu orang itu pergi setelah urusannya selesai dengan Athalia.Athalia menunduk, menatap pada laporan yang ada di tangannya, kemudian mengalihkan pandangan ke arah pintu ruang kerja CEO yang tertutup rapat itu.“Ini sudah hampir jam dua belas, tapi wanita tadi masih berada di dalam ruangan Mahesa. Apa aku—“ Athalia tak melanjutkan kalimatnya, dia sedang berpikir keras, apakah sebaiknya dia mengantarkan laporan itu sekarang?Tapi bagaimana jika di dalam sana, Mahesa ternyata sedang … Athalia memejamkan mata, mengusir jauh-jauh pikiran negatifnya. “Laporan ini san
อ่านเพิ่มเติม

Perusahaan Leuwis Bangkrut

“Apa yang terjadi dengan kakakmu, Yasna?” “Aku tidak tahu, Bu. Sejak kembali tinggal bersama kita, Kak Athalia murung. Aku hampir tidak pernah melihatnya tersenyum dan tertawa. Padahal biasanya kita selalu bercanda.” Yasna menarik napas pelan setelah menjawab pertanyaan Narsih.Mendengar ucapan Yasna, riak wajah Narsih berubah khawatir. Manik mata mereka mengamati punggung Athalia yang saat ini sedang duduk di atas kursi, sebelah tangannya keluar dari jendela kamar, menopang dagu, kepalanya mendongkak,  matanya jauh menatap pada salah satu benda luar angkasa yang tampak menghias di atas langit, begitu indah.Narsih dan Yasna memperhatikan di ambang pintu kamar Athalia yang terbuka. Athalia nyaris selalu melewatkan makan malamnya. Ia memilih menghabiskan waktu sendirian untuk melamun daripada mengobrol di atas meja makan bersama dengan ibu dan adiknya.Bukankah wajar jika hal itu membuat Narsih dan Yasna khawatir?    
อ่านเพิ่มเติม

Cemburu yang Menyakitkan

“Saya tahu Anda pasti akan terkejut, Tuan. Oleh karena itu saya meminta maaf. Tapi, menurut saya perusahaan ini sudah sangat bermasalah. Dan saya tidak bisa terus bekerja di perusahaan ini lagi,” jujurnya.Leuwis mengacak rambut dengan gusar, lalu matanya menatap marah pada sekretarisnya yang sebelumnya ia sangka akan setia bekerja di perusahaanya.Di saat banyak karyawan yang memilih mengundurkan diri karena mengetahui kondisi perusahaan yang sudah mulai karam, sekarang, giliran sekretarisnya yang akan meninggalkannya.“Terserah, Tiana! Jika kau ingin pergi, pergi saja sana! Kalian semua membuatku muak! Tidak ada satu pun yang bisa kuandalkan! Semuanya membuatku kesal! Cepat pergi sana! Dan jangan pernah tunjukkan lagi wajahmu di hadapanku!” Leuwis menggebrak meja dengan keras, membuat Tiana tersentak kaget hingga memegangi dadanya.Lalu Leuwis mengarahkan telunjuk ke arah pintu, mengusir Tiana dengan hardikannya.Dengan perasaan tak
อ่านเพิ่มเติม

Rasa Mual

“Mahesa! Sayang! Maaf aku terlambat!” suara lembut seorang wanita  membuat Athalia mengangkat kepala. Jessy baru saja masuk melewati pintu toko, lalu sedikit berlari ke arah Mahesa, kemudian memeluknya sesaat, tanpa merasa malu di depan pramuniaga yang wajahnya sudah memerah. “Apa yang kau beli? Kau membeli sesuatu untukku, ‘kan?” Jessy mendongkak dan bertanya, sebelah tangannya menggelayut di lengan kekar Mahesa, sebelahnya lagi mencoba membuka papper bag yang baru saja diberi oleh pramuniaga tadi, mencoba melihat isi di dalamnya. “Jangan! Ini rahasia. Tapi aku membelinya memang untukmu. Aku akan memberikannya saat pesta perusahaan nanti,” ucap Mahesa, sedikit menjauhkan jemari lentik Jessy dari papper bag yang dipegangnya. Athalia menelan salivanya yang terasa berat, pandangannya tertuju ke bawah menatap  pada heels hitam yang dikenakannya. Setidaknya itu lebih baik daripada memandangi
อ่านเพิ่มเติม

Milik Athalia yang Tersisa

“Ah, akhirnya. Sampai juga di rumahku!” seru Jessy menegakkan posisi duduknya, lalu mengambil barang-barang belanjaan yang bertumpuk di tengah-tengah mobil. “Sayang. Apa kau tidak mau mampir dulu?” tanya Jessy, menoleh pada Mahesa. Mahesa menggeleng. “Tidak.”“Kenapa?” bibir tebal yang terpoles lipstick merah itu sedikit mengerucut. Mahesa melirik ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. “Aku harus kembali ke kantor. Banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan. Mungkin lain kali saja,” balas Mahesa. Jessy mengangguk, tersenyum. “Baiklah. Kalau begitu selamat malam.”Athalia merutuk dalam hati, memalingkan wajahnya ke jalanan aspal di luar jendela. Mereka kembali saling memagut di depan sana, di depan matanya. Luar biasa! Hari ini entah berapa kali Athalia serasa menjadi tembok yang membisu bag
อ่านเพิ่มเติม

Sadar Diri

Masuk ke dalam lift, Mahesa sedikit melonggarkan dasi yang mengikat lehernya. Lift itu terus membawanya naik ke lantai dimana ruang kerja CEO berada. Berdeham pelan, Mahesa hanya ingin memastikan suaranya tak serak. Entah mengapa ia jadi sedikit memperhatikan penampilan hari ini. Tadi pagi, tak terhitung berapa puluh menit Mahesa menatap pantulan dirinya di cermin, hanya untuk memastikan agar stelan kemeja dan jas berwarna hitam itu membuatnya terlihat … gagah. Bahkan saat memasuki lobi kantor, banyak pasang mata yang menatapnya dengan sorot mata seperti takjub.Pintu lift berhenti, suara dentingannya menarik perhatian Athalia hingga mendongkak dari layar monitornya, menatap Mahesa yang kini melangkah menuju ke ruang CEO, tentu saja Mahesa berarti akan lewat di depan meja kerja Athalia.Sesaat Athalia terkesima, ia merasa ada yang sedikit berbeda dari penampilan Mahesa. Tapi Athalia tak tahu apa yang membuat lelaki itu tampak berbeda.&ldq
อ่านเพิ่มเติม
ก่อนหน้า
1
...
1516171819
...
29
DMCA.com Protection Status