Mobil berhenti tepat di depan rumah Olin. Selama perjalanan pulang, hanya ada keheningan di antara mereka. Tentu itu bukan tanpa alasan. Saat nama Putri disebut oleh teman-temannya tadi, Gevan tahu jika perasaan Olin tidak sama lagi. Wanita itu mulai menunjukkan senyum palsu. Gevan sudah berusaha untuk mengalihkan pembicaraan, tetapi sepertinya kisah masa lalunya memang menjadi topik menarik malam ini. "Aku duluan ya, Mas. Hati-hati nyetirnya. Kabarin kalau udah sampe rumah," ucap Olin yang akan membuka pintu mobil. Dahinya berkerut saat mobil masih dikunci oleh Gevan. Saat akan membuka secara manual, Gevan mencegahnya. "Jangan turun dulu," ucap pria itu. "Kenapa, Mas?" Gevan menghela napas lelah dan meraih tangan Olin, "Aku minta maaf." Olin tersenyum masam. Dia tahu apa yang dimaksud pria itu. Perlahan Olin mulai ikut menggenggam tangan Gevan dan mengelusnya pelan. "Aku ngerti kok, nggak papa," balasnya tersenyum. Melihat senyum itu, bukannya lega, Gevan malah se
Baca selengkapnya