Bodoh, bodoh, bodoh! Sandra kesal pada dirinya sendiri. Seharusnya ia melihat tanda-tanda itu sejak dulu, saat pertama kalinya mendapati pancaran mata Barra yang memandangnya dengan hangat, saat sentuhan-sentuhan lelaki itu ketika di Jembatan Kanopi, dan saat lelaki itu memberikan kalung kepadanya. Seharusnya dia sudah menyadari. Namun, dia terlalu takut, terlalu minder, dan terlalu memikirkan kemungkinan-kemuninan yang belum tentu terjadi, sehingga terus-menerus menyangkal perasaan itu. Ia terlalu pengecut untuk mengungkapkan perasaannya. Trauma telah membuatnya menolak hati laki-laki. Padahal jauh di dalam lubuk hati wanita itu, ia sangat mendambakan cinta. Ia ingin sekali dincintai, apalagi oleh Barra. Sandra ingat bagaimana bosnya menemaninya setelah tercebur di kolam saat acara gathering dulu. Lelaki itu bahkan sampai demam karena tak sempat berganti pakaian. Dan ketika membuat bubur untuk lelaki itu, ia sempat berangan-angan membuat masakan lain untuk Barra. Ia juga ingat ke
Read more