Semua Bab Godaan Sang Majikan Tampan: Bab 21 - Bab 30

66 Bab

Bab 21-Siapa yang Bayar Tagihan IGD?

Bunga baru beberapa saat yang lalu melepas mukena ketika telinganya mendengar suara keributan berasal dari luar rumah. Suara tangisan berselang-seling dengan caci maki yang memekakkan telinga berasal dari depan teras rumah kosannya. Perempuan itu langsung berlari keluar, suara tangisan itu berasal dari Azkia, anaknya Bu Irma yang sedang ditenangkan oleh tetangga dan penghuni kos lainnya. "Azkia kenapa?!" tanyanya sambil mendekati anak itu.Salah satu tetangga mereka menjawab pertanyaan Bunga. "Gelut sama Aida, anaknya Jeng Miya. Saling dorong, tuh, terus jatuh di tangga, tangannya terkilir kali.""Inalillahi!" Bunga langsung terkejut mendengarnya. Dia langsung memeriksa keadaan anak ibu kosannya itu yang terus mengadu kesakitan. "Sakit, Mbak," keluh Azkia. "Kia diserang mamahnya Aida. Padahal, Kia kagak pernah cubit Aida.""Huh, terus Mamah Aida mana?""Bawa anaknya ke rumah sakit. Hidungnya Aida berdarah tadi," lapor ibu-ibu yang berkerumun di situ. "Wah, kayaknya malah bengkak it
Baca selengkapnya

Bab 22-Akhirnya Kita Bertemu Juga

Azkia menoleh ke kiri dan ke kanan. Setelah memutar lehernya, dia melihat sosok yang berbaik hati membayar tagihan berobat dirinya. "Itu omnya." Dengan dagunya, gadis sepuluh tahun itu menunjuk ke arah lobi rumah sakit. "Itu, yang lagi ngobrol."Di sana seorang laki-laki yang Bunga taksir berusia akhir dua puluhan, mengenakan kemeja warna abu-abu muda dengan garis-garis abu tua di bagian depan sekitar kancing, tengah bercakap-cakap dengan seseorang. Sepertinya orang yang tengah diajak berbincang, seorang nakes terlihat dari seragamnya. Bunga tidak mengenali laki-laki itu, lagi pula orang itu sama seperti pengunjung rumah sakit lainnya mengenakan masker."Orang itu, yang tinggi itu?" tanyanya memastikan. Bunga ikut-ikutan memutar tubuhnya, hingga pandangannya lebih leluasa ke arah yang ditunjukkan Azkia. Maklum, posisinya berlawanan dengan tempatnya duduk. Azkia mengangguk. "Kagak kenal?"Bunga tidak menjawab, tetapi matanya tidak lepas dari sosok yang ditunjukkan Azkia. Mencoba men
Baca selengkapnya

Bab 23-Sebuah Penawaran dari Alfian

Bunga mengenali suara itu. Suara judes bin julid itu. Sontak perempuan itu mengangkat wajahnya. Benar dugaannya, itu suara Mak Lampir. Dan, Gina berada di kursi roda. Sakit, kah? Jadi, pagi tadi Alfian membatalkan pertemuan dengannya gara-gara laki-laki itu harus ke rumah sakit untuk menemani Gina? Oh, sungguh sweet sekali, batin Bunga."Oh, sudah boleh pulang?" tanya Alfian. "Gue, kan, bilang one day service. Lo aja yang kagak dengar," omel Gina. "Lo, mau ngantar siapa itu?"Gina melarikan pandangannya melewati mobil Alfian. Di seberang sana dia melihat sosok yang berdiri mematung tengah memegang pintu penumpang bagian depan mobil Alfian. "Oh, Raihana. Lo kenal, kan, ART, gue. Nggak sengaja jumpa di sini. Dia antar adiknya yang tangannya juga cedera.""Nggak sengaja?" Suara Gina jelas terdengar menyangsikan apa yang diucapkan Alfian. Emang nggak sengaja, batin Bunga. Apa, lo Mak Lampir! "Elo nolak untuk ngantar gue pulang, bahkan pergi saat gue masih dibawah pengaruh anestesi,
Baca selengkapnya

Bab 24-Kebohongan yang Menjerat Bunga

Bunga memandang handuk yang menempel di dahinya lewat pantulan cermin. Air menetes dari sela-sela jarinya sedari tadi. Alfian sudah pulang setengah jam yang lalu, tetapi Bunga masih dalam bayang-bayang laki-laki itu. Walaupun mereka berdua sama-sama mengenakan masker, tetapi melihat dari tampilan Alfian yang begitu rapi, Bunga tahu ucapan Danik tentang laki-laki itu benar. Apalagi suara laki-laki itu yang terdengar berat, suara yang membuatnya 'laki banget' menurut Bunga. Beda dengan suara Ismail tentu saja atau suara Nasir kakaknya. Bunga menggelengkan kepalanya, mengusir pikirannya yang sudah melayang-layang entah ke mana. Harusnya saat ini dia mengurus Azkia. Karena Bu Irma tadi baru saja mengirimkan pesan sedang on the way dan Bunga disuruh menunggui Azkia sampai perempuan itu datang. Akhirnya Bunga membuang es batu ke kamar mandi, dan memerah handuk yang tadi digunakan untuk mengompres. Dia lantas bergegas menuju rumah Bu Irma untuk mencari Azkia. Ternyata anak itu sedang bera
Baca selengkapnya

Bab 25-Alfian, Dia yang Bersamaku di Hari Itu

Alfian malas membaca pesan Gina. Dia bahkan sempat marah tadi pagi karena perempuan itu bersikeras ingin ke rumahnya. Gina meminta izin kepada Brian bahwa dia memilih remote pekerjaan dari rumah. Hal yang sebenarnya, perempuan itu ingin memastikan apakah Alfian positif atau negatif omicron. Gina: Gue nggak bisa nelpon. Laki gue marah saat tau sebab kaki ini harus operasi gini.Alfian tidak berupaya menjawab. Dia tentu saja tidak suka dengan kenekatan Gina. Dia sudah meminta perempuan itu untuk tinggal di rumah saja, atau ke kantor seperti biasa. Gina: Al? Lo nggak niat nengok gue?Gina: Al? Alfian Salim!Alfian: Gue juga masih recovery, Gi. Lo, juga. Beneran gue nggak enak, gara-gara mau nengok gue, lo malahan celaka. Ojol yang bawa, lo, lebih ngenes lagi nggak bisa narik beberapa hari. Mungkin minggu bahkan bulan. Jadi, gunakan waktu terbaik ini buat istirahat. Gue mau istirahat, baru pulang dari rumah Ojol itu juga. Klik!"Perempuan memang aneh," gumam Alfian. Perempuan aneh itu
Baca selengkapnya

Bab 26-Kontrak Baru

Menemani makan? Itu artinya ….Menjadi tukang bersih-bersih, merangkap menjadi koki untuk Alfian, tentu saja tawaran yang menggiurkan. Bunga bisa mendapat tambahan gaji, juga bisa mengobati kerinduannya pada suasana memasak. Namun kenapa harus jadi partner makan, sih? Artinya dia akan pulang lebih lama nanti. Apa Bunga sanggup makan di depan Alfian? Kalau duduk berhadapan seperti ini saja jantungnya dag-dig-dug tak keruan.Alfian adalah orang yang sama dengan orang yang menabrak motornya dahulu. Mbuh lah …."Satu lagi," imbuh Alfian. "Ada syarat tambahan lagi. Huh, dasar! Kek, kompeni aja, Bos! Belum juga saya bagi jawaban." Sikap antipati Bunga mulai kambuh. Dia bahkan mendelik ke arah Alfian."Saya tahu, kamu kos di Jakarta ini. Saya tahu indekos di Jakarta nggak murah. Jadi, bagaimana kalau tinggal saja di rumah saya. Ada banyak kamar nganggur, tuh."Menemani makan masih bisa ditolerir. Tinggal di rumah Alfian? Alfian tampan seperti yang diceritakan Danik, bukan tampan khas mas-ma
Baca selengkapnya

Bab 27-Panggilan Baru yang Lebih Mesra

Bunga dadah-dadah saat Alfian naik tangga. Dia buru-buru lari menuju ke belakang dapur sambil membuka maskernya. Hampir saja dia tersandung kakinya sendiri. Kenapa dia sampai lupa hal sepenting ini?Dasar, Bunga lemot! Gadis itu mengetuk-ngetuk pelipisnya sambil mengetikkan sesuatu pada mesin pencarian di ponselnya. Hukum satu rumah dengan laki-laki yang bukan mahram?Itu mudah saja, Raihana Bunga. Buat doi jadi mahram, dong! Bisik satu sisi hatinya yang liar. Ini adalah kesempatan baik untuk melepas kutukan itu. Kutukan menjadi perawan tua seumur hidup. Hust! Hust! Aku, kan, baru 18 tahun!"Kamu ngapain di situ, kok ngomong sendiri, Na?" Suara garau itu sangat dekat di belakang Bunga."Eh, Pak Bos. Saya lagi baca ayat 1000 Dinar," ucap Bunga sambil membalikkan badannya. Dia bahkan menahan napas sesudah berhadapan-hadapan dengan Alfian. Satu, dua, telu …."Kok, melongo, Bos?""Bocah!" Alfian hampir menepuk kepala Bunga tetapi, tangan itu hanya mengambang di udara. "Jadi, sudah siap
Baca selengkapnya

Bab 28-Satu Peluang Menggoda Alfian

Bunga mendekap mulutnya erat-erat, seakan masker yang dia pakai tidak cukup untuk menyamakan suaranya. Meskipun semua itu sudah terlambat. Alfian sepertinya mendengar apa yang dia ucapkan barusan. Dia yang bersepeda dari kampung halamannya menuju Jakarta. "Astagfirullah, kenapa mudah sekali mulutku bocor," batinnya."Apa aku nggak salah dengar? Kamu, motoran dari Jawa ke Jakarta." Alfian tak percaya. Dia sanksi, gadis imut seperti Raihana bisa melakukan perjalanan sejauh itu. "Iya. Hmmm, biar irit.""Dengan siapa? Berani sekali kamu." Alfian masih meragukan cerita Bunga. Dia memegangi troli di bagian depan, sedangkan Bunga pada bagian pegangan. Terjadi aksi dorong mendorong. "Aku tahu kamu, minggat karena persoalan keluarga. Gak boleh kuliah, malah disuruh kawin, kan?""Jadi, Ndoro sudah tahu?" "Tahu apa? Soal kamu dipaksa nikah sama orang tuamu?"Mata Bunga pura-pura membelalak. Ternyata Alfian sudah tahu. Apakah karena itu laki-laki itu baik padanya? Merasa kasihan padanya, si bo
Baca selengkapnya

Bab 29-Ajakan Menginap

Ngapain, sih, Mamak Lampir eh eh eh, ke sini?!Bunga mengumpat dalam hati ketika melihat siapa yang berjalan bersama Alfian menuju dapur. Bunga yakin sekali adanya perempuan ini pasti pertanda buruk. Setidaknya mood-nya yang sedang bahagia ini bisa terjun bebas. Ndlosor seperti ular yang terkena taburan garam.Terus, ngapain dia ngeliatin aku dari atas ke bawah! Apa dia pikir aku ini nggak pakai kutang, ya? Aneh, matamu minta dijolok pakai cabe, Mbak e!"Ngapain kamu masih di sini?" tanya Gina pada Bunga, lengkap dengan sikap badan yang sok seperti menantu Sultan Dubai. Membusungkan dadanya yang besar itu. Tidak sebesar melon, sih. Hanya sebesar es kepal miow. Bunga jarang sekali membenci orang karena dia termasuk orang yang masa bodoh. Di sekolah pun dia hampir tak pernah berkonflik dengan teman-temannya. Di setiap sekolah pasti ada geng cantik, geng natural, geng agne (berisi gadis cantik tapi berjerawat). Bunga jarang ikut nimbrung ketiga geng tersebut, karena menurutnya nir faed
Baca selengkapnya

Bab 30-Gina Resmi Menjadi Janda

Tidak ada yang lebih indah selain berjumpa dengan sosok yang kita cari selama ini. Tidak heran apabila pertemuan pertama dengan seseorang begitu berkesan dan membekas di hati. Bunga ingat semuanya, pertemuan pertamanya dengan Alfian. Lelaki itu terlihat sengak, bahkan melihatnya seperti kuman. Dia selalu kegeeran dan mengatakan bahwa Bunga yang sengaja menabraknya hanya karena ingin berkenalan. Bunga bukan cewek narsis, tetapi reaksi berlebihan Alfian membuat pertahanan sebagai perempuan muncul dengan sendirinya. Ogah, dikatakan naksir pria tua seperti mas jutek. Seperti saat Alfian mengatakan Bunga ingin mengambil kesempatan dengan memeluk pinggang Alfian saat mereka mengantar motor ke bengkel. Tentu saja Bunga menyangkalnya. Bahkan dengan ketus, dia mengatakan bahwa Alfian akan naksir dirinya jika melihat profilnya beberapa bulan yang lalu—dua bulan sebelum acara minggat yang berujung tabrakan itu. Siapa yang menyangka, hari ini, tujuh bulan kemudian pijar aneh itu mulai muncul
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status