Home / Romansa / Godaan Sang Majikan Tampan / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Godaan Sang Majikan Tampan: Chapter 41 - Chapter 50

66 Chapters

Bab 41-Tamu Tak Tahu Adab

Sampai di rumah Alfian, Bunga terlihat sibuk dengan apel krowak miliknya. Dia bahkan lupa, seharusnya segera memisah belanjaan, menyiangi sayuran dan menempatkan pada kulkas atau lemari dapur. Dia lupa diri, tetapi Alfian membiarkan. Laki-laki itu bahkan hanya duduk di kursi melihat gelagat gadis itu yang asyik menimang ponselnya. Hampir tiga puluh menit berlalu. "Ehem!"Bunga mendongak, kemudian senyumnya mekar. Rasa kesal sekaligus takut saat berjumpa Fatah, tetangga yang juga seniornya saat sekolah sudah lenyap. Apa yang tampak adalah sorot mata takjub. "Ehem!" Untuk kedua kalinya Alfian berdeham. "Ehem!" Bunga ikut-ikutan membalas. "Mas Al batuk? Kenyang kena angin laut. Kemaren jogging gaya, pakai singlet aja." "Hari ini kita masak apa, Na?" tanya Alfian to the points. Yah, karena dehamanya bahkan tidak membuat Bunga peka. "Masak apa …?" Bunga sontak berdiri seperti robot yang mendapat alkalin baru. Dia juga tertawa terbahak-bahak karena sudah lupa pada tugas sampingannya,
Read more

Bab 42-Obat Nyamuk

Disuguhi pemandangan orang berpelukan membuat Bunga merasa seperti obat nyamuk. Namun, kalau dilihat-lihat memang hanya Gina saja yang menempel seperti ulat bulu pada Alfian, sedangkan laki-laki itu berusaha untuk melepaskan cekalan si Mak Lampir."Mas Al ada telepon, nih," kata Bunga berusaha bersikap biasa saja. Tidak benar, Bunga sedikit melongo dan panggilannya kepada Alfian itu rasa-rasanya lebih mesra dari biasanya. Sengaja, ya? Iya, dong!Bunga jarang memanggil nama seseorang dengan suara meliuk-liuk. Untung tegurannya itu membuat Gina segera melepaskan diri dan memandang Bunga dengan tatapan sengit. "Kamu ngapain di sini?" tanyanya ketus."Kerja lah. Kerja! Kerja! Kerja! Nggak tahu apa Pakde itu, tetanggaku."Bunga mengabaikan tatapan Mak Lampir itu, dia fokus memandang majikannya yang segera menjaga jarak dari Gina. Ingin sekali Bunga berbisik di telinga si Lampir ini. Tuh lihat, Alfian nggak suka kamu peluk. Nyadar dong, Mbak; dada silikon, dahi botok, hidung filler."Telep
Read more

Bab 43-Jadi, Kamu Calon Istri Saya?

Sepanjang perjalanan menuju apartemen milik Gina, mereka bertiga diam. Wajah perempuan itu terlihat semakin kesal saat Alfian menyuruhnya untuk duduk di kursi belakang, sementara Bunga duduk di depan bersama Alfian.Bunga melirik dari ekor matanya, Gina sedang memandangi jalan lewat jendela. Perempuan itu terlihat beberapa kali mengusap air matanya yang meleleh tak mau berhenti.. Apa sebenarnya sengketa antara Gina dan suaminya? Mungkin Gina ingin bulan madu ke Bulan, tetapi suaminya tidak sanggup mendanai. Bisa jadi itu. Angel es ...."Kamu udah makan?" tanya Alfian sambil melirik Gina dari kaca spion, tetapi yang ditanya tetap bungkam. Perempuan itu diam seribu bahasa, membuat Alfian menghela napas panjang. Beberapa menit kemudian Alfian menghentikan mobilnya di depan restoran. "Tunggu bentar," ucapnya pada Bunga.Bunga mengangguk, walaupun dia lebih ingin ikut Alfian masuk ke restoran ketimbang harus berduaan dengan Gina. Sesekali Bunga melirik perempuan itu, dia bersyukur karena G
Read more

Bab 44-Seberapa Deg-degan

Bunga sudah berada di kosan sejak dua jam yang lalu, dia juga sudah siap tidur dengan piyama lusuh, tetapi sejak tadi yang dilakukannya hanya berbaring dari kanan ke kiri seolah mencari posisi yang nyaman untuk bisa terlelap.Bunga masih tidak percaya dengan apa yang tadi diucapkannya pada suami Gina, bagaimana bisa dia mengaku sebagai calon istri Alfian di depan Alfian pula. Boro-boro calon istri, mereka adalah babu dan majikannya. Namun, sungguh ngenes karena Bunga masih terbayang bagaimana mata Alfian menyipit karena tertawa melihat Bunga yang salah tingkah. Mau guyuran mandi, ingat Alfian. Lagi nongkrong di WC muncul senyum Alfian. Untung saat shalat wajah itu sedikit kabur.Arghhh, sumpah Bunga linglung seketika. Itu hanya akting!Sepanjang perjalanan tadi yang bisa dilakukan Bunga hanya menutup mulutnya rapat-rapat, dia takut kembali salah bicara. Bahkan ketika Alfian membawanya kembali ke rumah. Bunga malah kebingungan. "Lha, kok ke sini? Ini, kan, rumah Mas Al?""Lha, memang
Read more

Bab 45-Diikuti Sosok Asing

Sejak dulu Bunga memang terkenal sebagai orang yang asik diajak ngobrol, dia juga punya banyak teman. Namun, hanya segelintir orang yang ia bisa ia percaya, salah satunya Ismail yang selama ini tahu sekali bagaimana perjalanan hidup Bunga. Mereka sudah bersahabat sejak SD hingga saat ini. Perpisahan mereka terjadi karena insiden Ismail membantunya lari dari mantan suaminya, Mas Hamzah. Teman perempuan juga ada, tetapi lazimnya di daerahnya tidak banyak yang melanjutkan ke jenjang sekolah menengah atas, apalagi sampai kuliah. Danik adalah sepupunya, tinggi di desa lain meskipun masih satu kecamatan. Desanya itu terkenal sebagai desa maling. Jadi, jika Bunga mengatakan nama desanya orang akan mengolok-olok. Meskipun nama desanya sudah diganti, tetapi tabiatnya hanya sedikit berubah. Bapak dan ibunya adalah pendatang yang saat itu sedang gigih untuk wiyata bakti—honorer bahasa kerennya. Ibu masih setia mengabdi, sedangkan bapak memilih gantung ijazah lantas menjadi pedagang pakaian dan
Read more

Bab 46-Diantar Sampai Depan Pintu

Bunga masih memacu motornya dengan jantung yang berdetak kencang karena ketakutan. Bertemu hantu tentu saja ada senjata yang ampuh untuk mengusirnya, dengan doa pengusir setan. Akan tetapi, manusia asing dengan motor hitam itu jelas tak mempan oleh ayat Al Qur'an. "Arghh, bagaimana ini?!"Dia teringat beberapa hari lalu ada berita tentang pembegalan motor sampai tewas, bagaimana kalau itu terjadi padanya? Entah geng motor atau beneran begal, yang jelas aksi tersebut terekam CCTV."Harusnya aman, kan? Ada CCTV di dalam maupun luar supermarket," gumamnya Bunga yang masih ketakutan akhirnya memutuskan untuk berhenti di supermarket dan segera masuk ke sana. Dengan perasaan yang campur aduk, tubuh menggigil, Bunga mengintip dari kaca supermarket. Dugaannya benar, rupanya orang yang membuntutinya itu ikut berhenti, tetapi tidak ikut masuk ke dalam supermarket. Sosok itu hanya berada di tepi jalan persis di depan supermarket. Akhirnya Bunga memutuskan untuk mengitari rak, mencari tempat p
Read more

Bab 47-Yes, Akhirnya Pindahan

"Pacarnya, Mas Al?" tanya seorang pemuda yang beberapa menit yang lalu tiba di samping mobil Alfian. Alfian hanya menaikkan alisnya, lantas memberikan kunci motor Bunga pada Rezki, pemuda awal dua puluh dan memintanya untuk mengikuti mobilnya.Sepanjang perjalanan hanya kesunyian yang melingkupi keduanya. Bunga disibukkan dengan kegiatan menghabiskan es krim yang dibelikan Alfian. Sesekali dia melirik ke arah sang pengemudi. Tidak ada kegiatan lain di mobil, apa yang bisa dilakukannya hanya makan dan memandang Alfian yang entah kenapa terlihat lebih seksi saat memegang kemudiDuh, seksi?! Kosakata apa itu, norak! Tiba-tiba, Bunga cegukan. Gadis itu langsung meraba lehernya. "Kenapa, Na?""Aa—anu, Ana makan es krim terlalu cepat, Mas.""Aku nggak minta padahal," ujar Alfian mencoba berkelakar. "Kalau, Mas Al niat minta lagi, ntar matanya timbil. Bisulan di bawah kelopak mata itu.""Iya?! Ada-ada saja," ujar Alfian sangsi. Dia bahkan menghamburkan tawanya hingga berderai-derai karena
Read more

Bab 48-Sebuah Paket

Keesokan harinya Bunga bersiap ke rumah Alfian dengan dua misi. Bekerja seperti biasa, sekaligus boyongan. Gadis itu memilih pergi menggunakan motornya dengan barang bawaan yang memenuhi bagian depan motor. Bunga mendapatkan pesan dari Alfian kalau hari ini dia tidak perlu memasak untuknya karena laki-laki itu kemungkinan pulang larut malam.Saat sampai di rumah sang majikan, alangkah terkejutnya Bunga ketika mendapati rumah dua lantai itu kosong. Alfian sudah pergi entah kemana, karena di pesan yang disampaikan pagi tadi, dia hanya mengatakan harus pergi. "Jadi, Mas Al nggak menyambutku?" keluh Bunga kecil hati. Meskipun moodnya sedikit terganggu, Bunga akur. Dia, kan, hanya babu. Bunga bergegas membawa barang bawaannya ke dalam kamar yang sudah Alfian serahkan padanya lewat telepon tadi malam. Kamar itu hampir sama dengan kamar Alfian di atas. Luasnya pun sama, dekorasinya juga sama. Kesan maskulin jelas terlihat dari catnya yang berwarna abu-abu. Hanya saja, kamar tidur tamu ini
Read more

Bab 49-Dasar, Kimcil!

Seminggu telah berlalu sejak insiden malam itu, dan selama satu minggu ini pun Bunga belum berani berbicara jujur pada ibunya. Bunga masih memilih untuk menyimpan rahasianya rapat-rapat. Bahwa gara-gara lembur, dia sekarang ini tinggal bersama majikannya. Atau lebih tepatnya, tinggal di rumah majikannya. Seminggu terakhir ini pun Bunga belum pernah lagi bertatap muka dengan Alfian. Janji akan pulang Selasa atau Rabu pun kandas. Laki-laki itu sepertinya begitu super sibuk, sehingga tidak pernah menyempatkan diri pulang ke rumahnya yang di Jakarta. Bunga tidak lagi memasakkan makanan untuk Alfian. Pesan yang dikirimkan oleh laki-laki itu pun hanya sebatas membahas masalah rumah."Hati-hati, Na.""Sudah makan? Kalau malas makan, pesan aja, ya."Jujur saja ada perasaan tidak nyaman di hati Bunga. Inilah yang selalu diwaspadainya, Alfian mudah saja menghilang dari hidupnya seperti tanpa beban apapun, sementara dirinya yang sudah memendam rasa harus berakhir dengan menyembuhkan luka hati s
Read more

Bab 50-Masa Lalu Alfian

"Apa, Na?! Astagfirullah … jiahh, anaknya Pak Khosim ini memang juara kalau suruh gelud. Kamu ini nggak berubah sejak dulu, masih tetap ngamukan," kata Danik saat Bunga menceritakan apa yang terjadi di rumah Alfian tadi lewat telepon."Lagian aku enek, mual, muntah banget lihat dia. Dia nggak ngaca apa, ya, sikap dia itu malah yang kayak cewek nggak bener. Lonte gitu, Mbak Dan.""Setuju," timpal Danik. "Pantes Mas Faizal juga nggak suka sama dia. Heran juga kenapa Mas Alfian bisa naksir sama perempuan itu pas masih berwujud cewek. Dia, kan, pria dengan segudang pesona, masa iya dia buta?"Bunga terkekeh. "Tahu deh, ini lagi si Mas Alfian neleponin aku mulu, tapi aku males ngangkatnya. Besok aku mau bolos kerja aja lah, ada mamahnya ini. Feeling aku mamahnya itu agak gimana." Bunga masih terbayang wajah datar ibu Alfian saat memandangnya. Apalagi sepertinya, ibu Alfian itu dekat dengan Gina, bisa jadi, kan, Lampir itu sudah bicara yang tidak-tidak tentang dirinya."Itu Kimcil, Tan. B
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status