Semua Bab Godaan Sang Majikan Tampan: Bab 1 - Bab 10

66 Bab

Bab 1-Dilamar

Kriet!Suara pintu berderit nyaring saat Bunga mencoba membuka pintu kamarnya. Dia sengaja lewat pintu belakang karena di rumahnya sedang ada tamu. Beruntung juga dia tidak naik motor, karena ban motornya kempes. Bunga menumpang temannya, anak tetangga sebelah rumah. "Siapa tamunya?" tanyanya pada sang kakak. "Au!" "Eh, kok, ngambek?" Bunga melirik ke arah kakaknya yang menampilkan wajah bermuram durja bagaikan langit hendak turun hujan. "Sakalepmu!""Sakarepmu itu apa, ya?" tanya Bunga. "Mbuh a!""Ya, wis. Ana mau bobok."Bunga lantas mencampakkan tas ranselnya ke atas meja belajar. Bunga penat luar biasa karena beberapa pelajaran tambahan. Yah, dia kelas dua belas yang sebentar lagi melaksanakan Ujian Nasional. Bunga langsung merebahkan diri di atas kasur empuk yang setiap hari dia kongsi bersama sang kakak tanpa perlu melepas seragamnya. Sejak kakaknya yang memiliki keterbatasan itu menjadi janda mereka kembali tidur satu ranjang. "Awakmu dila-mal!"Kelopak mata Bunga yang h
Baca selengkapnya

Bab 2-Pengantin Baru

Duhai, senangnya pengantin baruDuduk bersanding, bersenda gurauAduhai, senangnya pengantin baruDuduk bersanding, bersenda gurau .…Itu hanya penggalangan lagu qasidah yang sepertinya mengejek kisah hidup Bunga yang penuh duka nestapa. Bagaimana tidak, seminggu yang lalu dia selamat diijab qobulkan dengan Mas Hamzah. Ijab qabul secara siri karena usianya belum delapan belas tahun. Kurang sedikit lagi. Ya Allah, geram sekali Bunga. Dia tidak ridho, hak dan martabatnya sebagai perempuan merasa diinjak-injak. Meskipun sah di mata Allah, tapi pernikahan siri itu membuat nilai tawar perempuan dan anak yang akan dilahirkan nanti berada pada titik terendah. Bukan, Bunga sok feminis. Ini demi masa depan generasi penerus bangsa agar tetap waras, tegas Bunga sangat patriotik. Pusing!Tepatnya, dua hari setelah Ujian Nasional pernikahan sakral itu dilaksanakan. Bunga meraung-raung sambil menjambak rambutnya yang sudah rontok segenggam akibat Ujian Nasional, ditambah segenggam lagi karena saa
Baca selengkapnya

Bab 3-Talak Tiga

Setelah berhasil membuang perhiasan milik Umik dan istrinya ke selokan yang masih di kawasan dalam pondok, Hamzah bergegas ke luar kamar. Di sana beberapa perewang—orang-orang yang membantu prosesi resepsi tampak berkerumun. "Tadi aku lihat. Ada bocah perempuan bawa seragam hitam putih. Bawa tas-tas para tamu. Tak pikir bocah sinoman," ujar Mbokde penjaga tas. "Bocah sinoman seragamnya biru telur bebek, Mbokde!" ujar satu suara sambil berdecak."Mbokde nggak ingat wajahnya?" tanya yang lain. Sepertinya ketua pemuda karena membawa walkie talkie."Bocah e ayu. Pakai lipen merah ungu. Namanya Menuk.""Menuk?""Iya. Ngakunya Menuk gitu.""Menuk itu, ya, Raihana Bunga. Menuk itu julukannya waktu kecil. Soalnya dia gemuk ginuk-ginuk." Satu suara menyahut. "Sekarang cantik. Langsing. Apa, ya, singset lencir kuning. Tinggi semampai.""Hust! Sudah-sudah! Bubar!" teriak Hamzah.Ilham datang dengan tergopoh-gopoh. Suara lagu qasidah yang sejak tadi mengiringi suasana pagi menuju siang kini b
Baca selengkapnya

Bab 4-Touring

Sejak tadi ponsel di kantong roknya bergetar. Bunga tidak tahu siapa saja yang menghubunginya. Mungkin Bapak, Ibuk, Mbak Hanik, atau bisa juga Ismail. Namun, karena perjalanan baru sekitar sepuluh menit, Bunga tetap melanjutkan laju motornya. Dia memecut motor matic-nya dengan kecepatan tinggi menuju ke arah barat. Jalanan berkelok-kelok dan beberapa kali dia berusaha menyalip bus besar jurusan Jakarta maupun minibus untuk memberi jarak dari kampung halamannya. Dia tidak yakin kalau bisa lolos begitu saja dari suaminya. Mungkin saja, Mas Hamzah mengirim seseorang untuk mengikutinya. Drat! Drat! Drat! Ponselnya kembali bergetar. Kali ini getaran bertubi-tubi seperti gempa tektonik menginvasi ponselnya yang akhirnya membuat Bunga menepikan motornya. Ternyata dia sudah sampai di daerah Karang Gede. Tidak terasa satu jam berlalu dan di hadapannya kini sebuah patung kudu yang sedikit usang menjadi penanda sudah memasuki wilayah perbatasan Salatiga, Boyolali dan Kabupaten Semarang. Bun
Baca selengkapnya

Bab 5-Kutukan Sang Mantan

Bunga mengetuk-ngetuk kursi kayu yang sudah satu jam lebih dia duduki. Beberapa kali gadis itu menguap karena tadi malam tidak tidur. Suasana pondok sudah ramai karena ada beberapa kyai datang untuk mendoakan pernikahannya. Pernikahannya dengan Mas Hamzah. Bukankah tadi, Ismail mengirim video. Namun, karena jaringan yang terkendala vidio hanya muter-muter. Cepat-cepat, Bunga kembali membuka pesan dari sahabatnya itu. Vidio dari Mas Mantan. Mas Mantan? Eh, biar betul. Video itu akhirnya muncul. Wajah merah pada Hamzah sedang menuding-nuding ke arah Pak Khosim. Mas Hamzah mengucapkan talak tiga dengan sekali tarikan napas. Luar biasa. Dan yang lebih dahsyat suaranya ketika melaknat Bunga. "Saya do'akan kamu nggak laku, Raihana! Jadi perawan tua seumur hidup!"Saya do'akan kamu nggak laku, Raihana. Jadi perawan tua seumur hidup, ujar Bunga mencoba mengulang apa yang dikatakan mantan suaminya. "Nonton drama azab, ya? Kok, ada maki-maki gitu." Alfian ikut duduk di samping Bunga. Tubuh
Baca selengkapnya

Bab 6-Tawaran Menjadi ART

Enam bulan kemudian ….Alfian menghela napas berat kemudian membanting tubuh di atas sofa rumahnya. Dia baru saja membukakan pintu untuk Brian. Wajahnya terlihat begitu lelah. Bukan hanya Alfian, Brian dan juga semua pekerja sektor industri sepertinya pasti merasakan hal yang sama. Semenjak krisis menghantam Indonesia, mereka semua harus bekerja lebih keras karena rupiah terus melemah. Menyebabkan belanja perusahaan membengkak di tahun ini. Semua itu berkerumun mengepung Indonesia.Akhir pekan ini, Alfian pulang ke Jakarta. Bahkan, meskipun bukan jadwal libur Alfian menyempatkan diri pulang karena neneknya semakin rewel dan menuntutnya untuk sering-sering berada di Jakarta. Bahkan menganjurkan untuk tinggal di Jakarta saja. Dia bisa saja pulang pergi Jakarta-Cilegon, tetapi bukan itu keinginan neneknya. Apa yang diinginkan perempuan tua itu adalah Alfian melepaskan pekerjaannya di BUMN. Hanya saja, Alfian belum bisa melepas apa yang menjadi minatnya. "Mau minum apa, lo? Biar gue ambil
Baca selengkapnya

Bab 7-On The Way Jadi Babu

Bunga memarkirkan motornya di depan rumah sewa Danik. Rumah sewa sepupunya itu berada di lantai atas, jadi motor di halaman pemilik kost harus digembok, takut hilang meskipun hanya jalan setapak sempit berhampiran sungai. "Makin kurus aja, Na. Orang tuh rebahan di rumah makin nambah berat badan, lho."Kalau bukan Danik satu-satunya makhluk yang dia kenal di kota metropolitan yang mengatakan ini, pasti Bunga akan marah karena telah mengalami body shaming tetapi dia tahu arti ucapan sepupunya itu karena memang seperti itulah yang terjadi. Bobot tubuhnya makin menyusut karena stres. "Ya gitu lah. Udah pendek, kurus. Astaga nggak ada bagus-bagusnya, ya, aku ini," keluh Bunga."163 sentimeter pendek? Apa kabar aku yang 160 nggak nyampe. Shampo sasetan kali?"Bunga hanya meringis. Sebenarnya Bunga itu cantik, saat tubuhnya berisi, rambutnya hitam bergelombang. Pipinya chubby, hidungnya mancung, tapi mungil, bentuk bibirnya tipis, mirip-mirip Yoon Eun Hye. Bunga saja tidak tahu siapa artis
Baca selengkapnya

Bab 8-Kamar Terlarang

Hari ini rencananya Bunga akan bertemu dengan sang majikan yang kata Danik seorang pengusaha muda, tampan, dan single itu. Informasi yang amat sangat berlebihan sebenarnya, sedangkan Danik sendiri belum tahu hanya dari katanya. Jalurnya jauh sekali. Teman, temannya bosnya Mas Faizal. Akan tetapi, Bunga jadi penasaran dengan tampang si pak pengusaha ini. Sepertinya dulu dia pernah menonton drakor yang menceritakan tentang pacarku majikanku.Gkkkkk! Duh, jadi ngebayangin yang iya-iya, kan? Segala godaan Danik segera mampir di kepalanya. "Si pemilik rumah itu temannya Pak Brian, kerja di BUMN di luar kota. Jabatannya udah lumayan tinggi meskipun usianya masih muda. Tapi, dia punya perusahaan juga di Jakarta. Job side-nya keren, kan?" Danik terkekeh. "Perusahaan tempatnya Mas Faizal kerja? Jadi, orang itu, bos secara nggak langsung juga, dong.""Iya, betul banget. Temen Pak Brian ini orangnya cakep banget. Belum nikah, siapa tahu kan—""Stop!" Bunga mengangkat tangannya agar Danik berh
Baca selengkapnya

Bab 9-Si Antagonis Dalam Cerita

Gina mematah-matahkan jari tangannya, teramat kesal dengan gadis bernama Raihana si pembangkang. "Kamu cukup membersihkan bagian luar kamar saja. Untuk kamar-kamar lain, juga kamu bersihkan. Asal bukan kamar Alfian, yang ini kamarnya." Gina menunjuk kamar yang paling depan dari semua kamar yang ada di lantai dua."Di kunci, kan, Mbak? Eh, Non, kamarnya Bos Alfian?" tanya Bunga.Gina berdecak, "Ya, iyalah." Kalau udah tahu dikunci, ngapain aku susah payah maksa masuk. Gimana sih, ini Mak Lampir, batin Bunga ingin mencakar mulut Gina. "Yang harus kamu perhatikan dan tanamkan adalah, jangan sesekali berniat jahat.""Jahat bagaimana? Contohnya?" tanya Bunga bingung."Ya, ngutil atau apa gitu." Gina memutar matanya kesal. "Astaghfirullah!" Bunga ingin sekali mengeluarkan sumpah serapahnya pada perempuan di depannya ini, tetapi dia menahan diri. Dia butuh pekerjaan ini. Ingat Bunga, dompet tipismu. "Kalau saya nyolong, Mbak bisa cari saya, tanya sama Mas Faizal. Dia tahu rumah saya."Gi
Baca selengkapnya

Bab 10-Nota Pertama Dari Majikan Tampan

Alfian mematut dirinya di depan cermin, hari ini dia mengenakan kemeja biru muda dipadukan dengan celana warna biru tua. Setelah merasa penampilannya rapi, Alfian mengambil tas kerjanya yang ada di atas meja. Sebelum pergi, Alfian memandang kamarnya yang luar biasa berantakan. Pakaiannya berserakan di mana-mana, kotak sampah yang penuh karena belum sempat dibuang. Kamarnya sudah seperti kapal pecah. Bukan! Lebih tepatnya TPS Bantar Gebang yang longsor terkena tornado. Untungnya dia sudah menemukan asisten rumah tangga yang baru, yang akan mulai bekerja hari ini. Meskipun ternyata Brian lewat Faizal tidak berhasil menemukan ART yang sudah berumur, tetapi sahabatnya itu meyakinkan kalau sepupu jauh dari pacar Faizal itu akan serius bekerja.Alfian juga sudah menerima surat kontrak yang ditandatangani oleh ART barunya. Siapa namanya? Alfian berusaha mengingat-ingatnya. "Riana atau Rihana, ya? Ah pokoknya itulah," gumamnya. Gina sudah menuliskan perjanjian di dalam kontrak kalau ART bar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status