Share

Godaan Sang Majikan Tampan
Godaan Sang Majikan Tampan
Penulis: Wahyu Hakimah

Bab 1-Dilamar

Penulis: Wahyu Hakimah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kriet!

Suara pintu berderit nyaring saat Bunga mencoba membuka pintu kamarnya. Dia sengaja lewat pintu belakang karena di rumahnya sedang ada tamu. Beruntung juga dia tidak naik motor, karena ban motornya kempes. Bunga menumpang temannya, anak tetangga sebelah rumah. 

"Siapa tamunya?" tanyanya pada sang kakak. 

"Au!" 

"Eh, kok, ngambek?" Bunga melirik ke arah kakaknya yang menampilkan wajah bermuram durja bagaikan langit hendak turun hujan. 

"Sakalepmu!"

"Sakarepmu itu apa, ya?" tanya Bunga. 

"Mbuh a!"

"Ya, wis. Ana mau bobok."

Bunga lantas mencampakkan tas ranselnya ke atas meja belajar. Bunga penat luar biasa karena beberapa pelajaran tambahan. Yah, dia kelas dua belas yang sebentar lagi melaksanakan Ujian Nasional. 

Bunga langsung merebahkan diri di atas kasur empuk yang setiap hari dia kongsi bersama sang kakak tanpa perlu melepas seragamnya. Sejak kakaknya yang memiliki keterbatasan itu menjadi janda mereka kembali tidur satu ranjang. 

"Awakmu dila-mal!"

Kelopak mata Bunga yang hampir terpejam langsung membeliak terbuka. Gadis itu langsung bangkit dari tempat tidur seakan vampir yang bangkit dari peti mati. Bunga menggaruk kepalanya antara terkejut campur heran.

"Apa kata, Mbak Zum? Dilamar?"

"Huuh. Sama Mas Ham."

"Mas Ham? Hamzah? Sik, ta! Iki Mas Hamzah anaknya Pak Kyai Haji Anwar?"

"Huuh."

Tidak mungkin! Apakah bapak dan ibuk sudah hilang akal? 

Mas Hamzah. Nama lengkapnya Hamzah Mas'ud Tarmizi, umur 32 tahun. Saat Bunga masih SMP, pria itu tidak memiliki pekerjaan yang jelas. Mengajar ngaji atau ngecengi para santri putri pondok milik Kyai Anwar, bapaknya. 

Kenapa bukan mengambil istri dari salah satu santrinya? Lebih afdol. 

"Aku nggak mau!"

"Awakmu, halus mau!"

"Kok, enak."

Masalahnya, biarpun ganteng, Mas Hamzah itu sudah beristri. Anaknya juga sudah dua. Sedang lucu-lucunya.

Saat perdebatan itu semakin panas—karena si Zumratun yang  terus saja nyolot setengah mati tanpa bisa dikendalikan. Meskipun bicaranya tidak terlampau jelas tetapi, Zum memang tipikal cerewet. Gas terus!

Apakah Zum iri? 

Kakaknya yang berkebutuhan khusus itu sudah dua kali menikah. Dua kali pula dia dipulangkan oleh pihak keluarga suaminya. Bukan karena si laki-laki yang jadi suaminya memberi talak. Namun, keluarganya. 

Aneh, tapi nyata.

Kejadiannya sepele. Zum, tidak ingat jalan pulang ke rumah mertuanya. Saat itu dia pergi ke pasar pukul tujuh pagi dan pulang setengah tiga sore karena dicari-cari mertuanya. Padahal, sejak awal mereka tahu Zum memang menderita down syndrom. Sungguh memilukan!

Salah satu hal yang mengesalkan sekaligus unik, begitulah Bunga mengatakannya, Zum akan tersenyum genit pada setiap lelaki yang datang ke rumah. Dengan teman-teman adiknya. Juga suami si sulung. 

"Awakmu nggak ngintip? Ganteng nggak utusan Pak Kyai?" tanya Bunga menggoda.

"Mbuh!"

Bunga mendecih. Tumben Zum tidak antusias ketika melihat laki-laki berkopiah.  

Terdengar sayup-sayup suara mesin mobil yang menderu. Suara mobil  yang mulai menjauh dari rumah mereka. 

Bunga langsung melompat dari ranjang lantas keluar dari kamarnya. Di ruang tamu rumah kini hanya menyisakan kedua orang tuanya. 

"Aku nggak mau dijodohkan sama Mas Hamzah! Titik! Nggak pakai koma!" Bibir Bunga mengerucut seperti ikan cucut. 

"Lha, bocah iki belum juga kita ngomong." Sang ibuk tampak marah.

"Nggak mau pokokmen!"

"Sini, Nduk." Sang bapak melambaikan tangannya. 

Bunga mau tak mau mendekati tempat bapaknya duduk. Bungsu dari empat bersaudara itu berjalan dengan mengentak lantai rumah. Berderap-derap seperti kaki gajah yang berjalan mengejar kawanannya. 

"Apa an, Pak?"

"Duduk dahulu," ujar sang bapak menepuk kursi di sampingnya. "Nduk, sini, Bapak mau ngomong," ujar Khosim pada Bunga yang baru pulang dari sekolah. 

Lelah terlihat mengukir di wajah Bunga, tetapi dia tetap tersenyum dan mengangguk sopan. Kalau tidak sopan jatuhnya durhaka. 

 "Ada apa, Bapak?" tanyanya lebih pelan. "Soal lamaran dari Mas Hamzah itu?"

"Iya, Nduk. Bapak sama ibuk berharap yang terbaik. Ini anugerah bagi keluarga kita."

Anugerah? Bukannya ini sebuah ambisi pribadi? Mata jeli gadis itu mengerjap. 

Saat itu, Bunga masih kecil, tetapi sangat lekat di ingatannya tentang apa itu pernikahan yang bermulai dari perjodohan. Sang kakak sulungnya yang seorang hafizah seperti dijajakan oleh sang bapak dari pondok ke pondok. Siapa anak kyai yang sudi menikahi kakaknya. 

Siapa lelaki yang sudi mempersunting Mbak Hanik. Termasuk si Hamzah itu.

Meskipun bukan anak kyai dengan pondok besar, Khosim adalah guru ngaji. Wajar, dia bermimpi anaknya dipersunting seorang anak kyai. Seorang yang punya darah kyai walaupun belum layak dipanggil kyai. Agar darah itu menjadi kental, ya, lewat perjodohan. Namun, sang kakak hanya mendapatkan jodoh anak pondok biasa. 

Sering kali bapak menyindir kakak sulungnya bahwa nasibnya malang karena tidak ada yang memanggilnya Umik. 

"Kalau misalnya Ana menolaknya?"

"Kita tidak boleh menolaknya, Nduk." Ibuk ikut urun rembuk.

"Lha, kenapa, Pak? Buk?"

Khosim meraup rokok di meja lantas menyalakannya. Dia isap keretek itu pelan lalu diembuskan menjadi beberapa kolong berwarna putih keruh. Semakin tinggi semakin kecil lantas pudar menabrak plafon rumah yang burik oleh jamur di sana-sini. 

"Sebenarnya, Pak Kyai sudah nembung lama. Saat kamu masih kelas satu." 

"Beneran Pak Kyai yang nembung? Bukan Mas Hamzah yang—" Mata keranjang  itu!

Bunga mengucapkan dalam hati. Perih. Dia tidak suka dijodohkan. Dia ingin menentukan nasibnya sendiri. Sedikit banyak dia tahu pria yang akan dijodohkan dengannya itu. Kenapa orang terobsesi ingin berbesan dengan kyai?

"Benar. Bapak, ya, merasa senang. Orang, besanan sama Kyai Anwar. Lagi pula, Mas Hamzah sekarang anggota DPRD."

Rasa bungah jelas terpancar dari wajah penuh keriput dimakan usia itu. Halah, sudah Bunga duga. 

"Kamu mau, tho?"

 "Tapi, Ana ingin lanjut kuliah. Ana merasa belum punya apa-apa buat bekal menikah. Umur juga baru genap delapan belas tahun ntar Agustus. Aku belum membalas apapun kebaikan Bapak sama Ibuk. Ilmu ngaji juga enggak seberapa dibanding santri di pondok Pak Kyai."

Gadis itu tertunduk penuh luka. Dia sadar, pasti orang tuanya amat bersuka cita. Dahulu, sang kakak yang jelas-jelas jebolan pondok dan mumpuni saja ditolak. Hafalan nglotok. Kitab kuning jelas makanan sehari-hari. Mulai dari fiqh, aqidah, akhlaq, tata bahasa arab, hadits, tafsir, ilmu Al-Qur'an, hingga pada ilmu sosial kemasyarakatan.

Sekarang ini kenapa harus dirinya.

Kenapa bisa standarnya si Hamzah turun, hanya pada sosok Raihana Bunga Yasmin yang bocah kolokan tidak pernah mondok.   

Aku harus menghubungi, Mbak Hanik, batin Bunga menyusun rencana. Kalau kakaknya mengatakan maju dia akan sholat istikharah. Kalau kakaknya mengatakan lebih baik mundur, Bunga akan mencari cara agar perjodohan itu gagal. 

Minggat mungkin ....

"Mereka melihat potensimu, Nduk. Kamu pintar, pasti bisa dididik untuk ikut membesarkan pondok. Jadi, bisa belajar langsung dari Mas Hamzah."

Oh, itu bohong belaka. Menurut yang dia tahu, si Hamzah itu suka perempuan cantik. Kulit putih dan punya tubuh semok. Bunga akan diet mati-matian agar bobot tubuhnya susut sedikit. Paling tidak tujuh kilogram.

"Lha, terus istri pertamanya bagaimana?"

Khosim dan isterinya saling berpandangan. Mereka sebenarnya antara tega dan tidak. Dahulu, saat si sulung yang sekolah sekaligus mondok saja ditolak. Memang, Hanik tidak secantik Bunga. Namun, ilmu agamanya linuwih.

Waktu itu, Khosim berpikir putrinya layak menjadi pendamping Hamzah. Namun,  Hamzah malah memilih perempuan lain, seorang putri guru ngaji juga. Belum hafizah. Entah karena pertimbangan apa. Cantik. Pastinya karena cantik. 

Saat ini dengan perasaan gembira mereka menerima lamaran Hamzah karena putra dari Kyai Anwar tersebut sudah menolong Nasir, anak ketiga mereka, kakaknya Bunga. Ya, satu-satunya putra lelaki mereka tertangkap membawa narkoba jenis sabu. Suami istri itu merahasiakan semuanya dari Bunga.

Bunga tidak boleh tahu apa yang sebenarnya terjadi. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Wahyu Hakimah
iya, jual itu gabah. ini, jual anak
goodnovel comment avatar
tingdipida
Wak Khosim kok gitu banget sama anak widok. tega!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 2-Pengantin Baru

    Duhai, senangnya pengantin baruDuduk bersanding, bersenda gurauAduhai, senangnya pengantin baruDuduk bersanding, bersenda gurau .…Itu hanya penggalangan lagu qasidah yang sepertinya mengejek kisah hidup Bunga yang penuh duka nestapa. Bagaimana tidak, seminggu yang lalu dia selamat diijab qobulkan dengan Mas Hamzah. Ijab qabul secara siri karena usianya belum delapan belas tahun. Kurang sedikit lagi. Ya Allah, geram sekali Bunga. Dia tidak ridho, hak dan martabatnya sebagai perempuan merasa diinjak-injak. Meskipun sah di mata Allah, tapi pernikahan siri itu membuat nilai tawar perempuan dan anak yang akan dilahirkan nanti berada pada titik terendah. Bukan, Bunga sok feminis. Ini demi masa depan generasi penerus bangsa agar tetap waras, tegas Bunga sangat patriotik. Pusing!Tepatnya, dua hari setelah Ujian Nasional pernikahan sakral itu dilaksanakan. Bunga meraung-raung sambil menjambak rambutnya yang sudah rontok segenggam akibat Ujian Nasional, ditambah segenggam lagi karena saa

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 3-Talak Tiga

    Setelah berhasil membuang perhiasan milik Umik dan istrinya ke selokan yang masih di kawasan dalam pondok, Hamzah bergegas ke luar kamar. Di sana beberapa perewang—orang-orang yang membantu prosesi resepsi tampak berkerumun. "Tadi aku lihat. Ada bocah perempuan bawa seragam hitam putih. Bawa tas-tas para tamu. Tak pikir bocah sinoman," ujar Mbokde penjaga tas. "Bocah sinoman seragamnya biru telur bebek, Mbokde!" ujar satu suara sambil berdecak."Mbokde nggak ingat wajahnya?" tanya yang lain. Sepertinya ketua pemuda karena membawa walkie talkie."Bocah e ayu. Pakai lipen merah ungu. Namanya Menuk.""Menuk?""Iya. Ngakunya Menuk gitu.""Menuk itu, ya, Raihana Bunga. Menuk itu julukannya waktu kecil. Soalnya dia gemuk ginuk-ginuk." Satu suara menyahut. "Sekarang cantik. Langsing. Apa, ya, singset lencir kuning. Tinggi semampai.""Hust! Sudah-sudah! Bubar!" teriak Hamzah.Ilham datang dengan tergopoh-gopoh. Suara lagu qasidah yang sejak tadi mengiringi suasana pagi menuju siang kini b

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 4-Touring

    Sejak tadi ponsel di kantong roknya bergetar. Bunga tidak tahu siapa saja yang menghubunginya. Mungkin Bapak, Ibuk, Mbak Hanik, atau bisa juga Ismail. Namun, karena perjalanan baru sekitar sepuluh menit, Bunga tetap melanjutkan laju motornya. Dia memecut motor matic-nya dengan kecepatan tinggi menuju ke arah barat. Jalanan berkelok-kelok dan beberapa kali dia berusaha menyalip bus besar jurusan Jakarta maupun minibus untuk memberi jarak dari kampung halamannya. Dia tidak yakin kalau bisa lolos begitu saja dari suaminya. Mungkin saja, Mas Hamzah mengirim seseorang untuk mengikutinya. Drat! Drat! Drat! Ponselnya kembali bergetar. Kali ini getaran bertubi-tubi seperti gempa tektonik menginvasi ponselnya yang akhirnya membuat Bunga menepikan motornya. Ternyata dia sudah sampai di daerah Karang Gede. Tidak terasa satu jam berlalu dan di hadapannya kini sebuah patung kudu yang sedikit usang menjadi penanda sudah memasuki wilayah perbatasan Salatiga, Boyolali dan Kabupaten Semarang. Bun

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 5-Kutukan Sang Mantan

    Bunga mengetuk-ngetuk kursi kayu yang sudah satu jam lebih dia duduki. Beberapa kali gadis itu menguap karena tadi malam tidak tidur. Suasana pondok sudah ramai karena ada beberapa kyai datang untuk mendoakan pernikahannya. Pernikahannya dengan Mas Hamzah. Bukankah tadi, Ismail mengirim video. Namun, karena jaringan yang terkendala vidio hanya muter-muter. Cepat-cepat, Bunga kembali membuka pesan dari sahabatnya itu. Vidio dari Mas Mantan. Mas Mantan? Eh, biar betul. Video itu akhirnya muncul. Wajah merah pada Hamzah sedang menuding-nuding ke arah Pak Khosim. Mas Hamzah mengucapkan talak tiga dengan sekali tarikan napas. Luar biasa. Dan yang lebih dahsyat suaranya ketika melaknat Bunga. "Saya do'akan kamu nggak laku, Raihana! Jadi perawan tua seumur hidup!"Saya do'akan kamu nggak laku, Raihana. Jadi perawan tua seumur hidup, ujar Bunga mencoba mengulang apa yang dikatakan mantan suaminya. "Nonton drama azab, ya? Kok, ada maki-maki gitu." Alfian ikut duduk di samping Bunga. Tubuh

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 6-Tawaran Menjadi ART

    Enam bulan kemudian ….Alfian menghela napas berat kemudian membanting tubuh di atas sofa rumahnya. Dia baru saja membukakan pintu untuk Brian. Wajahnya terlihat begitu lelah. Bukan hanya Alfian, Brian dan juga semua pekerja sektor industri sepertinya pasti merasakan hal yang sama. Semenjak krisis menghantam Indonesia, mereka semua harus bekerja lebih keras karena rupiah terus melemah. Menyebabkan belanja perusahaan membengkak di tahun ini. Semua itu berkerumun mengepung Indonesia.Akhir pekan ini, Alfian pulang ke Jakarta. Bahkan, meskipun bukan jadwal libur Alfian menyempatkan diri pulang karena neneknya semakin rewel dan menuntutnya untuk sering-sering berada di Jakarta. Bahkan menganjurkan untuk tinggal di Jakarta saja. Dia bisa saja pulang pergi Jakarta-Cilegon, tetapi bukan itu keinginan neneknya. Apa yang diinginkan perempuan tua itu adalah Alfian melepaskan pekerjaannya di BUMN. Hanya saja, Alfian belum bisa melepas apa yang menjadi minatnya. "Mau minum apa, lo? Biar gue ambil

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 7-On The Way Jadi Babu

    Bunga memarkirkan motornya di depan rumah sewa Danik. Rumah sewa sepupunya itu berada di lantai atas, jadi motor di halaman pemilik kost harus digembok, takut hilang meskipun hanya jalan setapak sempit berhampiran sungai. "Makin kurus aja, Na. Orang tuh rebahan di rumah makin nambah berat badan, lho."Kalau bukan Danik satu-satunya makhluk yang dia kenal di kota metropolitan yang mengatakan ini, pasti Bunga akan marah karena telah mengalami body shaming tetapi dia tahu arti ucapan sepupunya itu karena memang seperti itulah yang terjadi. Bobot tubuhnya makin menyusut karena stres. "Ya gitu lah. Udah pendek, kurus. Astaga nggak ada bagus-bagusnya, ya, aku ini," keluh Bunga."163 sentimeter pendek? Apa kabar aku yang 160 nggak nyampe. Shampo sasetan kali?"Bunga hanya meringis. Sebenarnya Bunga itu cantik, saat tubuhnya berisi, rambutnya hitam bergelombang. Pipinya chubby, hidungnya mancung, tapi mungil, bentuk bibirnya tipis, mirip-mirip Yoon Eun Hye. Bunga saja tidak tahu siapa artis

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 8-Kamar Terlarang

    Hari ini rencananya Bunga akan bertemu dengan sang majikan yang kata Danik seorang pengusaha muda, tampan, dan single itu. Informasi yang amat sangat berlebihan sebenarnya, sedangkan Danik sendiri belum tahu hanya dari katanya. Jalurnya jauh sekali. Teman, temannya bosnya Mas Faizal. Akan tetapi, Bunga jadi penasaran dengan tampang si pak pengusaha ini. Sepertinya dulu dia pernah menonton drakor yang menceritakan tentang pacarku majikanku.Gkkkkk! Duh, jadi ngebayangin yang iya-iya, kan? Segala godaan Danik segera mampir di kepalanya. "Si pemilik rumah itu temannya Pak Brian, kerja di BUMN di luar kota. Jabatannya udah lumayan tinggi meskipun usianya masih muda. Tapi, dia punya perusahaan juga di Jakarta. Job side-nya keren, kan?" Danik terkekeh. "Perusahaan tempatnya Mas Faizal kerja? Jadi, orang itu, bos secara nggak langsung juga, dong.""Iya, betul banget. Temen Pak Brian ini orangnya cakep banget. Belum nikah, siapa tahu kan—""Stop!" Bunga mengangkat tangannya agar Danik berh

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 9-Si Antagonis Dalam Cerita

    Gina mematah-matahkan jari tangannya, teramat kesal dengan gadis bernama Raihana si pembangkang. "Kamu cukup membersihkan bagian luar kamar saja. Untuk kamar-kamar lain, juga kamu bersihkan. Asal bukan kamar Alfian, yang ini kamarnya." Gina menunjuk kamar yang paling depan dari semua kamar yang ada di lantai dua."Di kunci, kan, Mbak? Eh, Non, kamarnya Bos Alfian?" tanya Bunga.Gina berdecak, "Ya, iyalah." Kalau udah tahu dikunci, ngapain aku susah payah maksa masuk. Gimana sih, ini Mak Lampir, batin Bunga ingin mencakar mulut Gina. "Yang harus kamu perhatikan dan tanamkan adalah, jangan sesekali berniat jahat.""Jahat bagaimana? Contohnya?" tanya Bunga bingung."Ya, ngutil atau apa gitu." Gina memutar matanya kesal. "Astaghfirullah!" Bunga ingin sekali mengeluarkan sumpah serapahnya pada perempuan di depannya ini, tetapi dia menahan diri. Dia butuh pekerjaan ini. Ingat Bunga, dompet tipismu. "Kalau saya nyolong, Mbak bisa cari saya, tanya sama Mas Faizal. Dia tahu rumah saya."Gi

Bab terbaru

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 66-Bapak Akhirnya Menyerah

    Bapak terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Sudah sejak tadi beliau meminta ke kamar mandi. Tidak cukup sekali. Berulang kali juga Mas Rohman—suami Mbak Hanik meminta Pak Khosim menggunakan fasilitas pitspot, tetapi pria tua itu justru menolaknya mentah-mentah.“Aku masih sanggup ke kamar mandi sendiri kalau awakmu nggak mau nuntun,” ujarnya ketus. “Kamu nggak mau juga nggak apa-apa.” Kalimat terakhirnya ditujukan kepada Mbak Hanik. Itu sore tadi. Dari Ashar sampai selepas Isya. Selepas Isya, Bapak akhirnya menyerah karena bagian bawah tubuhnya sudah basah. Bapak tak lagi mampu mengontrol pipisnya. Bahkan Bapak seperti orang linglung. “Bapak kenapa nggak ngomong?” ujar Ibuk.Bapak diam saja. Memandang kosong ke depan. Mbak Hanik mengambil diaper dari tangan Bunga yang tadi diutusnya ke minimarket. “Basah semua, bau. Kulit Bapak juga bisa merah-merah,” ujar Mbak Hanik menambahkan. Sedikit geram. “Uwis, Han. Ojo mbok marahi terus bapakmu. Iku lagi ingat anak lanang. Si Nasir

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 65-Kesalahan Paling Konyol

    Bab 65-Kesalahan Paling Konyol Kesalahan apa yang dianggap paling konyol? Di saat jalan hidupnya seakan menyerupai telur di ujung tanduk setan, Alfian justru ingat satu hal. Satu hal konyol. Tentang orang pintar yang mendadak bodoh. Kebodohannya karena disebabkan lidah dan perut murahan yang tak bisa berkompromi. Namanya Anthony Gignac, pria yang akan tercatat sebagai orang yang membuat kesalahan paling bodoh sepanjang sejarah.Hampir separuh hidupnya dihabiskan dengan berpura-pura menjadi pangeran jutawan dari Dubai. Dia menamai dirinya "Pangeran Khalid Bin Al Saud". Nama Bani atau wangsa paling berpengaruh di jazirah Arab bahkan berhasil menegakkan sebuah empayar selama 4 abad lebih. Jadi, makhluk bernama Gignac memang terlampau percaya diri. Dia melakukan semua ini dengan satu tujuan, yaitu menipu para investor. Aksinya sudah cukup lama, dan mirisnya banyak pula investor yang percaya padanya. Bahkan diperkirakan dia menipu dan memanipulasi ratusan orang, dengan total kerugian

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 64-Sandiwara Sang Ipar

    Saat pintu dibuka, semua berebut untuk masuk ke dalam kamar. Satu yang sangat mencengangkan semua orang, kar itu dalam keadaan berantakan. Suasana sungguh berbeda dengan saat Alfian meninggalkan kamar itu beberapa waktu lalu. Sekitar setengah jam lalu yang kemudian dia tertahan di depan pintu, kemudian bergeser sedikit menjauh dari pintu karena aksi dorong dan jegal oleh Nasir. Kamar pengantin itu terlihat seperti habis dilanda tornado. Dengan bantal dan guling tercampak ke lantai. Sebagian sprei berwarna kuning gading itu terburai ke lantai seperti usus ayam keluar dari rongga perut. Kelopak mawar berhamburan ke seluruh sudut ruang.. Benar-benar dahsyat tornado yang berputar hanya di ruangan ini. “Di ma—na Zum-ra-tul?” Suara Bapak tersendat, terdengar cemas. Mereka semua mencari di setiap sudut ruangan kamar yang tak seberapa luas itu. 3x4 meter. Biasanya Zum duduk mencangkung di pojok ruangan atau di bawah jendela karena lelah mengamati lalu lalang orang-orang yang melintas. Zum

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 63-Noda di Hari Persandingan

    “Si—siapa kamu?”Alfian hampir mati berdiri saat melihat ada sosok yang berbaring di ranjang pengantin di kamar milik Bunga. Meskipun mengenakan brokat dengan warna sangat mirip dengan milik Bunga, dia tahu itu bukan baju pengantin yang tadi dikenakan istrinya. Sudah pasti sosok itu bukan Bunga. Istri kecilnya masih berada di luar. Sosok yang menguasai ranjang pengantinnya tampak meringkuk seperti bayi koala itu tertidur dengan mulut terbuka. Ada tetes liur yang mengalir deras dari sela bibirnya yang terbuka itu. Air liur itu menyirami tumpukan kelopak mawar di atas ranjang. “Ya Tuhan,” gumam Alfian. Sosok itu bergerak, dari tangannya yang terjulur tampak berjatuhan benda berbentuk bulat-bulat seukuran duku. Sosok itu ternyata menggenggam buah-buahan. Anggur dan pisang. “Hai,” sapanya lagi, kali ini Alfian bersuara sedikit keras. Sosok itu bangun mengucek matanya. Matanya sipit, dagu kecil, wajah bulat, dan batang hidung datar, bahkan dahinya seakan lebih menonjol dari hidupnya y

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 62-Pelaminan

    Kekhawatiran Bunga akan ada kekacauan tidak terbukti. Bahkan, kelebat Mas Hamzah pun tidak ada. Jadi, ketika acara hampir selesai digelar jelang Dzuhur, ada buncah kelegaan di sana. Seorang fotografer memberi arahan untuk sesi foto. Setelah selesai dengan sesi foto keluarga, kini giliran foto berdua khusus pengantin. “Jangan kaku begitu, Mbak Bunga.” Photografer memberi pengarahan. “Letak kedua tangannya di dada Mas e, dada nempel lagi. Iya, gitu. Lagi, dikit, terus wajah memandang ke arah angka tujuh, ya. Oke, siap! Satu, dua, ti ….”“Kamu deg-degan, ya?” tanya Alfian tersenyum lebar setelah sang fotografer berhasil membidikkan kameranya dan menghasilkan beberapa gambar. “Ngapain deg-degan. Malu aja, kan, dilihat orang banyak.”“Nggak usah malu-malu. Udah resmi ini.” Rupanya fotografer yang disewa itu mendengar celetukan Bunga. “Atau mau foto dengan latar khusus. Di candi misalnya. Saya bisa merekomendasikan tempatnya. Ayo, kapan.” Dasar tukang photo, gumam Bunga. “Ini udahan, ka

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 61-Sah!

    Bunga tertawa terbahak-bahak saat membaca pesan dari Alfian. Pesan yang berisi curhatan pria itu sehabis makan siang. Namun, sebelum acara makan, Alfian malah ditest soal bacaan sholat, doa, bagaimana taharoh yang benar, bagaimana mandi junub yang benar. Karena terus dibombardir pesan yang isinya keluh kesah, akhirnya Bunga memencet tombol hijau pada aplikasi pesan. Aplikasi berkirim pesan dan panggilan yang sederhana, aman, dan reliabel“Assalamualaikum, Mas Al …,” sapa Bunga masih dengan tawa berderai. “Wah, terus saja tertawa, Na.”“Iya, deh. Ana nggak tertawa lagi.” Bunga berusaha mendekat mulutnya. Namun, Bunga masih saja kesulitan menahan tawanya. Setiap dia ingat apa yang menjadi curhatan Alfian, Bunga sontak tertawa. “Mas maaf, aduh.”“Kamu, sih, hanya kasih bocoran tentang sholat. Ternyata semua ditanyakan sama bapakmu.”“Justeru syukur, Mas. Jadi Mas Al nambah ilmunya,” bisik Bunga sambil sesekali melemparkan candaan. Alfian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Memang b

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 60-Test Sholat dan Doa Oleh Calon Mertua

    Pak Kosim tercengang ketika melihat calon suami Bunga. Pria dihadapannya terlihat santun meskipun konon katanya berasal dari ibukota Jakarta. Dia Lantas membayangkan mantan suami Bunga, Hamzah. Meskipun usia Hamzah jauh di bawahnya akan tetapi selama ini sikapnya seakan-akan seorang penggede kerajaan selalu minta disanjung. Bahkan, Khosim sering kali harus tergopoh-gopoh untuk sekedar berbicara. Dengan dengan gestur tubuh sedikit membungkuk dan tidak lupa diawali salam dengan cara mencium tangan terlebih dahulu. Seakan-akan bersalaman dengan Hamzah akan mendatangkan keberkahan bagi orang yang berinteraksi dengannya. Sebenarnya bukan hanya Kosim yang melakukan hal itu, kebanyakan orang-orang memang melakukannya baik kepada Kyai Hasyim maupun Hamzah. “Bapak, mari kita ngobrol di restoran.” Alfian memulai bicara saat melihat Pak Khosim masih terlihat takjub saat mengamati dirinya.“Restoran? Bukan di kamar?” Pak Khosim tidak ingin berlama-lama. Dia harus langsung pada inti permasalaha

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 59-Lelaki Tua Bangka

    Seminggu kemudian di kampung halaman Bunga ….Bunga kembali menjadi buah bibir. Kabar bahwa Bunga akan menikah lagi setelah peristiwa yang menghebohkan delapan bulan yang lalu kembali menjadi perbincangan hangat. Ada yang berpendapat, Bunga asal menggaet pria manapun untuk mematahkan kutukan Hamzah. Memang sangat mengerikan sekali kutukan Mas Hamzah. Pria itu melontarkan bala bahwa Bunga tidak akan laku kawin sampai seumur hidupnya. Jadi, begitu ada yang mau, tak peduli siapapun asalkan berjenis kelamin laki-laki akan disambar Bunga. Konon calon suami Bunga itu sama tuanya dengan Hamzah, bahkan lebih tua lagi. Itulah yang beredar di kampung. Dari mulut ke mulut. “Kasihan, anaknya si Khosim. Demi menghilangkan kutukan dari mantan suaminya dia rela menikah dengan lelaki tua bangka.” Perempuan dengan cumplung putih berenda, atasan kaos partai bergambar matahari, dengan bawahan sarung batik memulai obrolan. “Ya, belum tua. Wong katanya baru 32 tahun. Seumuran, lah, sama Mas Hamzah.” P

  • Godaan Sang Majikan Tampan   Bab 58-Kitab Nikah

    "Kitab Nikah. Nikah secara bahasa memiliki makna; berkumpul atau bersetubuh. Dan secara syara' berarti akad. Akad yang menyimpan makna diperbolehkannya bersetubuh dengan menggunakan lafadz nikah atau sejenisnya".Bunga tertegun membaca rentetan kalimat yang ia temukan di beranda sosial media miliknya. Tulisan di seorang motivator dan syiar Islam. Sedangkan pernikahan antara dirinya dan Alfian, adalah pernikahan kontrak. Agar Alfian tidak diganggu Gina. Pria itu mengatakan belum siap untuk berkomitmen. Namun, menurut Nyonya Amy memang Alfian tidak sayang membelanjakan uangnya untuk perempuan yang menjadi kekasihnya. Jadi, Bunga tidak perlu merasa bersalah dengan sejumlah uang yang diminta orang tuanya. 300 juta. Itu artinya dia adalah istri Alfian sesungguhnya. Bagaimana kalau nanti Alfian meminta haknya. Hak berhubungan badan. Bunga menggembungkan pipinya. Pipinya pun tiba-tiba memanas hanya dengan membayangkan itu. Di mana mereka akan tidur. Kamar ini? Yang benar saja. Kamar sem

DMCA.com Protection Status