Home / Urban / Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang / Chapter 281 - Chapter 290

All Chapters of Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang: Chapter 281 - Chapter 290

302 Chapters

Kegaduhan di Rumah Sakit

"Mohon tenangkan diri Anda, Nyonya Melisa. Ini rumah sakit. Anda tak semestinya berteriak-teriak seperti itu," kata Gaby."Jangan mengajariku, sialan! Kau sama sama dengan si keparat Morgan! Aku mau membawa putriku pulang saat ini juga! Jangan halang-halangi aku!" Sergah Melisa.Saat ini, Melisa dan Gaby sedang berada di koridor, dan suara Melisa memang terlalu kencang. Orang-orang yang kebetulan berada di sekitar situ langsung menoleh ke arah mereka."Nyonya Melisa, mohon pikirkan sekali lagi. Saat ini Nona Agnes..."Plak!Melisa menampar Gaby. Ini sudah tamparan ketiga darinya dalam setengah jam terakhir. Pipi kiri Gaby memerah."Sudah kubilang jangan halang-halangi aku! Lagi pula apa salahnya aku bawa pulang Agnes sekarang, hah? Dia sudah siuman. Yang masih bermasalah darinya hanya ingatannya. Dirawat di sini lebih lama pun tak ada gunanya. Kau pikir aku tak paham itu?!"Lagi-lagi Melisa mengatakannya dengan suara yang kelewat kencang. Orang-orang yang mengamati mereka itu mulai me
Read more

Fakta Mencengangkan Tentang Morgan

"Tuan Morgan, ada yang bisa saya bantu?” tanya Vivi setelah membungkuk hormat sesaat.“Soal Agnes. Sepertinya aku mau membawanya pulang sekarang saja. Tak apa-apa, kan?” Morgan balik bertanya.“Sebenarnya kalau boleh saya menyarankan, Nona Agnes sebaiknya tetap menjalani rawat inap paling tidak untuk satu minggu ke depan. Dia memang sudah siuman dan kondisi tubuhnya stabil, tapi kita tak tahu apa yang akan terjadi esok atau lusa.”“Misalkan besok atau lusa kondisi Agnes tiba-tiba memburuk, kau tentu bisa kuminta datang ke rumah dan memeriksanya, kan?”“Ah, ya. Tentu saja bisa, Tuan.”“Kalau begitu aku bawa pulang Agnes sekarang saja. Tolong berikan persetujuanmu supaya pegawai-pegawaimu ini bisa segera memprosesnya.”Vivi menoleh menatap dua petugas loket administrasi.Mereka mengangguk hormat padanya. Dari raut muka mereka, terlihat kalau mereka masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi.“Aku memberikan persetujuanku. Kalian proseslah segera,” perintah Vivi.“Baik, Bu Direktur
Read more

Melisa Tak Bisa Lagi Menekan Morgan

"Apa katamu, Ma?" tanya Morgan, memutar tubuhnya jadi menghadap Melisa."Aku bilang ceraikan putriku!" ucap Melisa.Meski nada bicaranya meninggi, tampak sekali kali ini kalau dia tak seberani sebelum-sebelumnya.Gerak-geriknya menunjukkan itu. Dia bahkan tak berani lagi menatap mata Morgan lama-lama."Kenapa aku harus menceraikan Agnes, Ma? Apa alasannya?" tanya Morgan, menghampiri ibu mertuanya itu.Tatapan Morgan begitu mengintimidasi. Melisa sampai refleks mundur dan kembali memalingkan muka."Kau sudah membohong kami. Kau pemilik rumah sakit ini, tapi kau selama ini bertingkah seolah-olah kau miskin dan tak punya apa-apa. Kau pikir aku mau punya menantu tukang bohong sepertimu?" cerocos Melisa.Morgan menghentikan langkahnya. Matanya memicing. Ingin sekali dia tertawa, tapi dia menahannya dan hanya tersenyum."Aku telah berkali-kali bilang padamu, Ma, aku hanya akan menceraikan Agnes kalau Agnes sendiri yang memintaku melakukannya," ucap Morgan dengan tenang.Kemudian dia menatap
Read more

Agen-agennya Matthew Bergerak

Morgan memandangi layar ponselnya beberapa lama. 'Siapa lagi sekarang? Siapa yang berani mengancamku begini?' pikirnya Morgan sempat akan membalas pesan ancaman tersebut tapi mengurungkan niat. Dia catat nomor tersebut dan mengirimkannya kepada Kris, meminta Kris mencari tahu segala hal tentang si pemilik nomor. Siapa pun orang itu, dia pastilah tak tahu apa-apa tentang Morgan. Bisa jadi dia telah mencoba mengumpulkan informasi tentang Morgan, tapi yang didapatkannya pastilah hanya hal-hal yang ada di permukaannya saja. 'Apakah dia salah satu dari tiga orang yang disebutkan Jenderal Yudha tadi?' pikir Morgan tiba-tiba. Kemungkinan itu ada saja, dan Morgan cenderung meyakininya. Tapi, dia sama sekali tak gentar apalagi takut. Siapa pun yang akan mencoba menghabisinya, dia siap. Sekarang yang penting dia bawa dulu Agnes dan Melisa ke rumah barunya. "Semuanya sudah siap?" tanya Morgan kepada Gaby yang kini hanya berjarak sepuluh meter saja darinya. "Sudah, Tuan," jawab Gaby. "
Read more

Jebakan Maut

Tuuut… tuuut…. tuuut…Si penelepon mengakhiri panggilan begitu saja tanpa menjawab pertanyaan Morgan.Morgan geram. Dilihatnya lagi layar ponselnya, memastikan bahwa nomor yang barusan menghubunginya adalah nomornya Vivi.‘Itu berarti… saat ini Vivi sedang dalam bahaya di rumah sakit,’ pikir Morgan.Dia mendengus kesal. Dia turuni tangga dengan langkah-langkah cepat.“Tuan Morgan, ini makanan yang Anda pesan untuk Nona Agnes,” ucap Gaby yang muncul dari ruang depan dan berjalan ke arahnya, menunjukkan makanan yang dimaksud.“Kau bawa saja ke atas. Pastikan istriku memakannya. Aku harus pergi sekarang juga,” ucap Morgan dingin, berjalan ke arah Gaby dan melewatinya.“Sesuatu terjadi?” tanya Gaby sambil menoleh.“Ya. Kau tetaplah di sini. Jangan biarkan siapa pun keluar atau masuk,” jawab Morgan tanpa menoleh.Gaby menatap Morgan bingung. Raut muka Morgan begitu tegang. Dia curiga yang baru saja terjadi adalah sesuatu yang gawat lagi.‘Dia ini… selalu saja mencoba menyelesaikan semuanya
Read more

Siapa pun, Tolong Aku!

Pistol yang digunakan seseorang itu tidak berisi peluru, melainkan obat bius.Anak-anak panah kecil berisi obat bius itu sendiri melesak ke Morgan, tepat ke dadanya.Morgan ambruk, jatuh menelungkup di depan pintu yang sedikit terbuka.Seseorang itu keluar dari lemari. Dia todongkan pistol di tangannya itu ke Morgan.Joy, seseorang yang baru saja menembak Morgan itu, adalah salah satu agen khusus yang ditugaskan Matthew untuk mencari Morgan.Dia turut menyergap Vivi tadi sebelum kemudian bersembunyi di dalam lemari.Keahliannya dalam menyelinap memungkinkannya tetap bertahan di dalam lemari hingga berjam-jam tanpa terdeteksi oleh siapa pun.Tadi setelah yakin kalau orang yang baru saja masuk adalah Morgan, dia menyiapkan pistolnya.Dia juga menunggu momen yang tepat untuk menggunakan pistolnya itu, yakni saat Morgan sedang akan keluar dari ruangan.Kini, mendapati Morgan ambruk karena tembakannnya, dia mengeluarkan ponsel dan menelepon agen khusus lainnya.“Jasper, aku sudah membuatny
Read more

Sekarang Kau Aman

Terkejut, Eddie langsung menghentikan apa yang sedang dilakukannya dan kini dia menatap ke arah ambang pintu.Di sana, berdiri Morgan dengan gagah. Cahaya yang datang dari luar seperti sinar yang mendorong Morgan untuk masuk.Saat berjalan, Morgan memancarkan aura sesosok malaikat maut.“K-kau… B-bukankah kau…”Hekkk!Morgan bergerak dengan sangat cepat, tiba-tiba saja berada di samping Eddie dan mencekik lehernya dengan sebelah tangan.Mata Eddie langsung membulat. Mulutnya terbuka lebar dan lidahnya menjulur-julur.Morgan menguatkan cekikannya di leher Eddie sampai-sampai wajah Eddie menjadi pucat. Bunyi-bunyi aneh mulai keluar dari mulutnya.Tangannya sendiri, keduanya, kini tak lagi memegangi buah dadanya Vivi, melainkan berusaha melepaskan cekikan Morgan meski sia-sia.“Kau telah melakukan sesuatu yang tak termaafkan, kau tahu itu? Kau bahkan lebih busuk daripada kedua temanmu tadi!” ucap Morgan geram.Eddie menatapnya dengan mata seperti akan meloncat keluar. Dia merasa tengah b
Read more

Klimaks yang Memuaskan

Morgan membawa Vivi kembali ke ruangan kerjanya.Setibanya mereka di ruangan itu, genangan darah di lantai sudah hilang. Begitu juga dua mayat yang tadi ditaruh Morgan di dalam lemari.Anak-anak buahnya Kris gecep juga. Nanti Morgan akan meminta agar Kris mengapresiasi kinerja mereka ini.Saat ini Vivi sudah lumayan tenang. Morgan memandunya untuk duduk di kursinya. Di situ, Vivi menyandarkan punggung dan mendongakkan kepala, dan memejamkan mata.Vivi membiarkan mulut mungilnya itu sedikit terbuka sementara dia menarik-embuskan napas.“Menurutku sebaiknya kau pulang saja. Urusan pekerjaan kau serahkan saja pada yang lain. Saat ini kau butuh berada di tempat yang bisa membuatmu rileks. Kau butuh istirahat total,” kata Morgan.Vivi tak langsung membalas. Dia masih menarik-embuskan napas sambil memejamkan mata.Di benaknya, bayangan soal apa-apa yang terjadi padanya di gudang tadi bermunculan. Dia berusaha menyingkirkannya.“Morgan…” kata Vivi, masih sambil memejamkan mata.“Ya?” balas M
Read more

Mendatangi Kandang Macan

Morgan menepikan mobilnya dan mematikan lampu.Saat ini dia berada di sebuah kawasan elite yang terkenal dihuni oleh tokoh-tokoh ternama, baik itu dari kalangan artis, penguasah, politisi, hingga pejabat negara.Dia tinggal berjarak 700-an meter saja dari mansion yang tengah ditempati Matthew dalam beberapa bulan terakhir.Morgan membuka lagi dokumen laporan yang dikirimkan oleh Kris padanya tadi.Kembali dia baca-baca dokumen itu, memastikan tak ada info penting tentang Matthew yang dia lewatkan.Mengingat orang yang akan dia hadapi ini adalah mata-mata profesional dengan pengalaman lebih dari dua puluh tahun dan telah ditugaskan di berbagai negara, sudah semestinya dia berhati-hati.Berdasarkan laporan yang dikirim Kris itu, mansion yang ditinggali Matthew dijaga ketat selama 24 jam oleh tentara-tentara bersenjata lengkap, dan mereka diberi kewenanan khusus oleh Bernard untuk mengambil tindakan yang diperlukan guna memastikan Matthew aman.Morgan tidak tahu apakah tentara-tentara ya
Read more

Pintu Rahasia

"Apa itu? Cepat periksa!" teriak si Codet. Bunyi ledakan keras itu membuat perhatian tentara-tentara itu sejenak teralihkan. Morgan memanfaatkan momen ini untuk bangkit dan menghajar mereka. Buk! Buk! Buk! Buk! Gerakan cepatnya mengagetkan tentara-tentara itu. Beberapa belas detik yang lalu, Morgan tampak tak berdaya dengan tangan terborgol. Saat ini, tiba-tiba saja dia dalam posisi berdiri dan beberapa tentara terjengkang atau tersungkur karena tendangannya. Morgan masih sangat berbahaya meski kedua tangannya masih terborgol. Ini benar-benar di luar perkiraan tentara-tentara itu. "Apa yang kalian tunggu? Habisi orang ini!!" bentak si Codet. Tentara-tentara yang masih berdiri itu pun mengeroyok Morgan, menyerangnya dari berbagai arah. Namun apa yang terjadi? Dengan mudahnya, Morgan menangkis serangan-serangan mereka dan malah balik menyerang, membuat tentara-tentara itu terkapar. Dang! Dang! Dang! Dang! Morgan menendang lagi tentara-tentara itu di kepala mereka, membuat mer
Read more
PREV
1
...
262728293031
DMCA.com Protection Status