Pagi ini Nila merasa ada yang berbeda dari Haiden. Tidak biasanya Haiden menjadi pendiam seperti sekarang ini. “Sayang, kamu mau sarapan apa?” Tanya Nila. “Nggak mau apa-apa, beli di kantin aja,” balas Haiden, yang terkesan ketus. “Tumben, biasanya selalu minta masak in Mama?” balas Nila sembari menatap lekat putranya. “Udah ayo Mah, keburu aku terlambat!” seru Haiden. “Haiden! Bukan begitu cara bicara dengan orang tua, harus yang sopan,” tukas Nila. Haiden hanya diam, Nila lalu menghela nafas malas. Ia lalu segera mengambil tas dan segera pergi mengantar Haiden. Baru sempat mengunci pintu, sebuah mobil berhenti di depan rumah. Nila melihat itu adalah Danu. Anehnya, kali ini pria itu bersama sopir. Ia lalu turun dan menghampiri Nila. “Aku sekarang mau ke Bandara La mau ke luar negeri menemani Ayah terapi kanker,” pamit Danu. “Kok mendadak Dan? Ya sudah, hati-hati ya, aku nggak bisa mengantar. Harus antar Haiden sekolah,” papar Nila. “Iya, Ayah barusan saja disarankan melaku
Baca selengkapnya