Di dalam sebuah mobil yang melaju membelah jalanan ibu kota, terlihat Jason yang didampingi oleh Roland. “Pak, apa sudah berpamitan dengan Nona Nila?” tanya Roland. “Aku sempat mengirim pesan semalam, sepertinya dia akan baik-baik saja,” balas Jason. “Akan berapa lama Anda ke luar negeri kali ini Pak? Saya harap tidak terlalu lama, mengingat akhir-akhir ini kantor jarang Anda datangi,” ujar Roland. “Aku bahkan berharap tidak pernah pergi Roland, sejujurnya aku malas berurusan dengan ini. Aku akan kembali secepatnya, lagi pula aku tidak menginginkan liburan ini. Dari pada liburan, ini lebih terkesan seperti aku menjadi tawanan yang harus mengikuti ke mana mereka pergi,” papar Jason. Setelah mobil sampai di depan rumah Tamara, terlihat Tamara dan keluarganya sudah menunggu di sana. Mereka tampak membawa banyak koper, sedangkan Jason tidak membawa satu pun. “Kenapa tidak membawa koper Jason? Bukankah kamu memerlukan pakaian ganti dan keperluan lain?” tanya Tamara. “Tidak perlu, aku
Pagi ini seperti biasa Nila mengantar Haiden sekolah dengan menggunakan taksi. Setelah memastikan putranya benar-benar masuk ke sekolah, Nila bergegas kembali pulang.Pelajaran di sekolah Haiden pun di mulai, cukup banyak Ibu-ibu yang menunggu anaknya di sekolah. Mengingat waktu sekolahnya hanya empat jam.Seorang wanita yang wajahnya tampak asing oleh ibu-ibu di sana mendekat. Hal tersebut sontak mengundang tanya di benak pada ibu-ibu.“Permisi, boleh saya bergabung? Saya sedang menunggu keponakan saya, kebetulan ibunya sedang ada urusan,” ujar wanita tersebut.“Oh begitu, silakan. Mari-mari Bu, kita semua sesama wali murid harus bersatu,” timpal salah seorang ibu-ibu.“Eh, lagi ada berita panas loh!”“Wah, apa lagi kali ini Bu Sri?”“Mama Vano, nikah lagi sama duda anak tiga! Umurnya sudah hampir setengah abad!”“Wah? Benaran? Masa sih Bu, orang Mama Vano cantik gitu, badannya juga bagus.”“Benaran Bu! Coba aja cek media sosialnya, yang soal dia keluar sama anak-anak suaminya. Bahka
Saat ini Nila tengah terbaring di kasurnya setelah kepalanya merasa berkunang-kunang beberapa waktu lalu. Bibirnya terlihat pucat, entah apa penyebabnya.“Astaga! Aku harus menjemput Haiden!” Nila bangkit dari tidur, mengabaikan rasa sakit yang bersarang di kepalanya.Ia bergegas mencuci muka dan memoles wajahnya agar tidak terlalu pucat. Tak lupa, ia juga memesan sebuah taksi online. Setelah taksi itu sampai, sesegera mungkin Nila naik.“Haiden pasti menunggu, kenapa kepalaku begitu sakit?” gumam Nila sembari memegangi kepalanya.“Pak, tolong lebih cepat,” titah Nila yang langsung diangguki oleh sang sopir.“Aku yakin, Haiden pasti marah karena menunggu lama. Jam pulang sekolahnya sudah lewat sejak tadi.”Saat tiba di sekolah, sesuai dugaan sekolah sangat sepi. Tersisa Haiden yang duduk di depan gerbang seorang diri.“Haiden, maafkan Mama nak! Tadi kepala Mama sakit? Apa yang terjadi dengan wajahmu?!” teriak Nila syok setelah melihat memar di wajah anaknya.Alih-alih menjawab, Haiden
Setelah turun dari menara Eiffel, Jason dan Tamara berniat mencari makanan. Keduanya lalu singgah di salah satu restoran untuk sekedar makan.“Jason, kenapa kamu memilih menjadi pengusaha. Memang tidak memiliki cita-cita lain?” tanya Tamara membuka obrolan.“Awalnya aku berencana masuk militer, hanya saja ayahku tiba-tiba tewas. Jadilah aku harus mengurus perusahaannya, karena jika tidak, perusahaan yang di rintis ayahku sejak muda akan hancur. Mengesampingkan cita-citaku adalah pertimbangan besar waktu itu.”“Memang, hidup dengan masa depan tertata tidak mudah, tapi banyak sekali orang-orang yang menginginkannya. Jadi, nikmati saja,” balas Tamara.Beberapa detik, hingga menit berlalu, tidak ada tanda-tanda Jason membalas kalimatnya. Tamara lalu menoleh dan mendapati ia sedang bertukar pesan dengan Nila.“Wanita itu bahkan menggangguku saat wujudnya berada di Indonesia sedangkan aku berada di Prancis.”“Bagaimana caranya membuat Jason tidak bertukar kabar dengan Nila, tanpa membuat ak
Sikap Haiden yang kian menjadi membuat Nila frustrasi sendiri. Ia bingung bagaimana cara menangani anak laki-laki. Wanita itu merasa keberuntungan berada di pihaknya ketika ia bertemu Roland yang rupanya baru tiba di kantor.“Nona Nila? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Roland.“Tentang Jason dan Tamara, kapan mereka akan pulang?” “Mereka mengurus liburan selama satu Minggu Nona, masih ada dua sampai tiga hari hingga keduanya tiba di Indonesia,” jelas Roland.“Baiklah, katakan pada Jason bahwa aku sedang dalam masalah dan memerlukan bantuannya,” ujar Nila.“Baik Nona, tapi sejak hari ke dua di sana Pak Jason tidak bisa dihubungi. Namun, saya sempat mendengar kabar dari orang tua Nona Tamara bahwa Nona Tamara mengalami kejadian buruk yang menyebabkan trauma mendalam. Sehingga Pak Jason benar-benar harus memperhatikan Nona Tamara.”“Begitukah? Intinya sampaikan ini kepada Jason, aku benar-benar muak Roland.”“Memang apa masalahnya Nona? Kenapa Anda terlihat sangat frustrasi?” “Lupakan
Nila melampiaskan semua rasa kesalnya kepada wanita tersebut dengan berdiam diri di dalam taksi yang berjalan di jalanan ibu kota, matanya terpejam, bibirnya terkunci rapat.“Pak, maaf karena memaksa naik. Perasaan saya sedang buruk Pak, jadi saya ingin segera pulang,” ujar Nila.“Tidak masalah Bu, saya sebenarnya tadi juga sedang bingung. Karena putri saya terbaring di rumah sakit dan harus di operasi beberapa Minggu lagi, tapi saya tidak memiliki dana,” jelas sang sopir.“Innanilah, sakit apa kalau boleh tahu Pak?” tanya Nila.“Gagal ginjal Bu, saya perlu uang besar segera. Tetapi, saya tidak memiliki alternatif apa pun selain menjadi sopir taksi. Entah bagaimana caranya, saya harus mencari uang tersebut. Istri dan anak memang tidak memaksa Bu, tetapi saya tidak rela putri saya terbaring di rumah sakit dalam waktu yang lebih lama, selain itu saya juga menjunjung tinggi tanggung jawab saya sebagai kepala keluarga Bu.”“Anda hebat Pak, saya yakin Tuhan akan memberi jalan. Saya tidak b
Setelah tabrakan hebat yang terjadi di depannya, kini Roland harus menghadapi macet total karena jalan dihadang oleh kontainer tersebut.Ia menatap orang-orang yang mulai mendekati taksi yang ditabrak oleh kontainer. Ia harus menghadiri rapat tiga puluh menit lagi, namun justru dihadapkan situasi menyebalkan seperti ini.Netranya menyipit saat melihat wanita yang digendong oleh pria bertubuh gempal. “Itu ... Nona Nila?”Matanya terbelalak ketika wajah korban kecelakaan tersebut menoleh ke arahnya. Itu benar-benar Nona Nila yang ia pikirkan, calon suami bos nya. Roland membanting pintu mobil sebelum berlari secepat kilat. Pria itu mendekati kerumunan ibu-ibu yang mengerumuni Nila, “Permisi Bu, dia Nona saya.”“Beberapa hari ini Pak Jason sulit di hubungi, haruskah aku nekat menghubungi Nona Tamara? Persetan dengan kemungkinan terburuk!”Dengan segera Roland menghubungi nomor Tamara. Beberapa detik berdering, akhirnya panggilan terhubung.“Maaf Nona, bisakah saya berbicara dengan Pak J
“Permisi, apakah Anda suami pasien? Kami harus melakukan operasi dan perlu izin langsung dari suami, atau jika tidak kami harus menundanya. Hal tersebut fatal untuk keselamatan pasien,” ujar Dokter yang baru saja menghampiri Roland.“Memangnya apa yang terjadi Dok?” “Pasien mengalami benturan keras di kepalanya yang menyebabkan terjadinya hematoma subdural. Hematoma adalah sebutan untuk kumpulan darah dalam suatu organ atau jaringan. Otak manusia dan sumsum tulang belakang ditutupi oleh lapisan membran pelindung yang disebut meninges. Nah, saat terjadi hematoma subdural atau perdarahan subdural, darah berkumpul di antara dua lapisan ini, lapisan arachnoid (atas/luar) dan lapisan dura atau meningeal. Kondisi ini cukup membahayakan dan membutuhkan pertolongan cepat. Hematoma akut bisa mengakibatkan tekanan tinggi di dalam tengkorak (tekanan intrakranial). Hasilnya adalah timbulnya kompresi dan kerusakan jaringan otak dan bisa mengarah pada kematian,” jelas sang dokter panjang lebar.“P