“Mas, lagi ngapain?” tanya Rania yang tiba-tiba berada di belakang Rafka. “Eh, ini. Ada telepon, Sayang.” Rafka segera mematikan teleponnya. Takut jika Rania salah paham. “Kok kaget gitu, mukanya.” Rafka terdiam. Ia sedang memikirkan alasan yang tepat. “Ya sudah, nggak pa-pa. Ayo kita makan malam. Semuanya sudah siap itu. Tinggal nungguin Mas saja, belum ikut bergabung sejak tadi.” “Kamu benar, Sayang.” Rafka segera meletakkan tangannya pada pinggang sang istri dan mengajaknya bergabung dengan yang lain. “Apanya yang benar, Mas?” “Ya, itu tadi. Karena ada telepon dari sekretaris di kantor. Ada masalah sedikit.” “Malam-malam Nadia telepon?” tanya Rania penuh selidik. Sedikit was-was jika Rafka berbohong. Belum sempat Rafka menjawab, Rosita datang. Wanita paruh baya itu sudah tidak sabar ingin makan malam bersama mereka berdua. Anak dan menantunya. “Kalian sibuk bahas apa, sih? Ayo, buruan. Nanti Delvin keburu ngomel-ngomel lagi.” Rosita keceplosan. Ia melihat ke arah Rania.
Baca selengkapnya