Home / Pernikahan / Satu Malam Bersama Adik Ipar / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Satu Malam Bersama Adik Ipar: Chapter 1 - Chapter 10

225 Chapters

Bab 1. Malam Panas

“Kenapa Mas Amar sampai sekarang belum pulang juga?” keluh Rania seorang diri. Wanita itu berjalan dengan resah di dalam kamarnya. Ia sudah tidak sabar menanti kedatangan suaminya. Selesai mempersiapkan segalanya, Rania sengaja memakai sebuah pakaian tipis nan seksi atas rekomendasi dari sahabatnya. Ia juga menggunakan parfum dengan aroma yang sangat menggoda. Wanita itu ingin memberikan kejutan kepada sang suami di hari ulang tahun pernikahan mereka yang ketiga tahun. Ia juga sudah mengirimkan sebuah pesan untuk Amar agar pulang cepat malam ini. Rania berusaha menenangkan perasaannya. Ia mulai bercermin kembali dan menambah sedikit lipstik merah terang pada bibirnya. Kemudian mengurai rambut panjangnya. Untuk kesekian kali Rania mengecek ponselnya. Namun tetap saja tidak ada balasan pesan dari Amar meski pesan tersebut telah berwarna biru bertanda centang dua. “Apakah mungkin Mas Amar masih sibuk di kantornya? Sampai-sampai tidak sempat membalas pesanku.” Rania berusaha tetap s
Read more

Bab 2. Amar Selingkuh?

Kedua mata mereka saling bertemu. Rafka memandangi kecantikan wajah kakak iparnya meski tidak memakai make up sama sekali. Wanita itu tampak cantik alami dengan rambut panjangnya yang masih terlihat sedikit basah. "Ra—Rafka. Maafkan, aku." Tergagap Rania mengatakannya. Ia semakin merasa salah tingkah di hadapan Rafka. "Baiklah. Kamu bisa bangun sekarang. Tubuhmu berat juga rupanya." Rafka tersenyum smirk. Ia justru senang bisa menggoda Rania. Rania terkejut. Ia segera berdiri tegak berusaha menjauhkan dirinya dari sang adik ipar. "Kamu beristirahatlah. Aku ke luar dulu," pamit Rania kemudian. "Rania, tunggu!" tahan Rafka. Rania pun berbalik badan. "Bisakah kamu memanggilku dengan sebutan kakak?" Sejak pertama kali Rania menikah dengan Amar, tidak pernah Rafka memanggilnya dengan sebutan kakak ipar. Lelaki itu selalu menyebut nama karena usia Rania memang jauh di bawahnya. "Of, course. Tapi aku lebih suka memanggilmu Rania." "Em ... sudahlah. Itu tidak penting. Aku harus segera
Read more

Bab 3. Kotak Berwarna Merah

Rania memilih untuk meninggalkan Rafka yang masih berdiri di tempatnya. Wanita itu kembali ke dapur untuk membuatkan sarapan suaminya."Rania, tunggu aku!" teriak Rafka kemudian.Rafka menyusul kepergian Rania. Ia berdiri di samping wanita yang sedang sibuk dengan wajan dan spatula."Kenapa kamu diam saja dibentak-bentak seperti itu? Lawan Ran, jika kamu memang benar."Rafka berbicara panjang lebar. Ia ingin Rania menjadi wanita tangguh. Sehingga tidak diinjak-injak oleh suaminya sendiri."Kamu apa-apaan sih, Ka! Seharusnya kamu tidak menjadi kompor. Biar dia saja," ungkap Rania sambil melirik ke arah kompor di depannya. Ucapan yang seharusnya lucu, tetapi terdengar garing di telinga adik iparnya."Rania, Rania, kamu masih sama saja seperti dulu. Sangat lugu dan polos." Rafka berucap dengan tenang. Menyandarkan tubuhnya di dekat dinding dapur."Hm, aku hanya tidak ingin memperpanjang masalah yang ada.""Oh, ya. Apa kamu ingat dulu kamu sangat cupu dan cengeng. Kamu merengek meminta per
Read more

Bab 4. Permintaan Maaf

Kotak merah dengan sebuah kalung emas yang sangat cantik ada di dalamnya. Rania hingga ternganga melihatnya."Cantik sekali kalung ini. Apakah Mas Amar sengaja ingin memberikan kejutan untukku? Ternyata aku salah menilainya. Mungkin dia menunggu waktu yang tepat."Dengan sangat hati-hati Rania mengembalikan kotak merah itu ke dalam laci. Ia sampai lupa dengan niat awalnya yang ingin mencari ikat rambut.Jantung Rania mendadak berdebar dengan hebat. Ia menantikan sang suami bersikap manis dan lembut kembali seperti dulu di saat awal-awal pernikahan mereka."Sebaiknya aku fokus bersih-bersih dan merapikan rumah saja."Sepanjang hari seperti itulah pekerjaan Rania. Ia harus memastikan agar rumah tempat tinggalnya selalu bersih dan rapi. Apalagi rumah itu adalah rumah tumpangan dari Rafka."Ngomong-ngomong soal, Rafka. Kenapa dia mau kembali ke rumah ini, ya? Apa benar ia sedang putus cinta?"Rania berceloteh seorang diri. Rupanya suasana rumah itu tak lagi sama setelah kemunculan adik ipa
Read more

Bab 5. Lupa Menggunakan Pengaman

"Ran, kamu kenapa? Tidak suka dengan hadiahnya? Atau—"Rafka hendak melanjutkan kalimatnya, tetapi Rania segera menyahut ucapan itu."Ikat rambut itu hadiah dari Mas Amar. Tapi kamu malah menghilangkannya," sahut Rania cepat. Wanita itu selalu berusaha merawat barang-barang pemberian suaminya. Meskipun hanya sekedar ikat rambut sekalipun.Rafka terdiam. Ia berusaha meminta maaf kepada Rania berkali-kali sampai wanita itu mau memaafkannya."Aku benar-benar minta maaf, Ran. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu bersedih."Setelah memikirkan hal yang seharusnya tidak perlu dipermasalahkan, Rania menjawab ucapan Rafka dengan cepat."Aku bercanda, Rafka. Kamu tidak perlu meminta maaf." Terpaksa Rania harus berbohong. Ia tidak ingin membesar-besarkan masalah yang ada. Apalagi jika sudah berhadapan dengan Rafka yang tidak jarang bersikap keras kepala.Rafka pun tersenyum smirk. Sebenarnya ia tahu semuanya. Dan ia sengaja membuang ikat rambut Rania yang dibelikan oleh suaminya.Rafka berdiri dar
Read more

Bab 6. Mencuri Kesempatan

"Rania, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Rafka yang khawatir kepada kakak iparnya. Ia sempat mendengar pintu kamar Rania ditutup secara kasar oleh Amar.Tentu saja Rafka tidak ingin terjadi perkalihan lagi di antara mereka. Ia juga takut jika Amar berbuat kekerasan dalam rumah tangga."Rafka?" lirih Rania lemah. Ia begitu kecewa karena yang datang adalah adik iparnya. "Aku pikir Mas Amar yang kembali. Kenapa kamu ke sini?" Sungguh, selain kesal Rania juga merasa malu. Ia menutupi bagian atas tubuhnya dengan kedua tangan saling menyilang. Wanita itu memang hanya mengenakan pakaian yang sangat tipis dan tanpa penghalang di dalamnya.Rafka tersadar akan sikap Rania. Ia menjadi tidak enak hati dan segera memalingkan wajahnya. Bukan niat Rafka untuk mencuri-curi kesempatan kepada kakak iparnya."Oh, maaf, Ran. Aku pikir—" Belum sempat Rafka melanjutkan kalimatnya, Rania sudah menyahut ucapan lelaki itu."Sudahlah, Raf. Sebaiknya kamu tidak usah memikirkan aku." Rania sudah hafal betul
Read more

Bab 7. Sebuah Ciuman

Rania tersenyum tipis. "Terima kasih, ya? Kamu sangat baik."Rafka menghembuskan nafas panjangnya. Kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali."Tidak adakah hal lagi selain kata terima kasih?" goda Rafka kemudian."Memangnya kamu mau apa? Mau dimasakin lagi?" tanya Rania penasaran."Sebuah ciuman mungkin." Rafka menjawab dengan entengnya."Rafkaaa!!!!!" teriak Rania kesal. Ia segera mencubit pinggang Rafka tanpa permisi lagi."Ampun, Ran! Aku bercanda. Sakit!" rintih Rafka. Ia kesakitan karena cubitan Rania terlalu kuat.Lelaki tampan itu bergerak-gerak berusaha melepaskan diri dari cubitan Rania. Namun yang terjadi sungguh di luar dugaannya. Tubuhnya menimpa tubuh mungil milik Rania hingga bibir mereka saling bertemu.Kedua mata Rania melotot seketika. Namun Rafka justru menikmati dan memasukkan lidahnya saat wanita itu membuka mulut hendak berteriak."Kamu apa-apaan, Raf!" Rania mendorong tubuh Rafka ke samping. Dadanya naik turun membayangkan apa yang baru saja ia lak
Read more

Terbaring Lemah

Rafka terlihat gelagapan. Ia menelan salivanya dengan susah payah."A—aku melakukan itu ... karena ... aku—" Lelaki tampan itu sangat kesulitan menjelaskan semuanya. Ia tidak tahu harus menjawab apa.Dering ponsel Rania mengejutkan keduanya. Wanita itu segera mengecek siapa yang telah menghubunginya.Diam-diam Rafka merasa lega. Ia terbebas dari jebakan pertanyaan yang dibuat oleh kakak iparnya."Ada apa, Sa?" Rania mengangkat telepon dari sahabatnya. Dia adalah Tisa yang waktu itu merekomendasikan pakaian seksi kepada Rania."Aku mau ketemu sama kamu hari ini? Bisa?" tanya Tisa dari balik teleponnya."Em ... nanti aku kabari lewat chat, ya? Aku belum tahu soalnya."Rania memutuskan sambungan teleponnya. Padahal sahabatnya tersebut masih rindu kepadanya.Sebenarnya Rania takut jika Tisa menanyakan tentang yang terjadi malam itu. Bukannya Amar yang tidur bersamanya, tetapi justru Rafka sang adik ipar.Seketika Rania teringat akan Rafka. Ia mencoba mencari kembali keberadaan lelaki itu.
Read more

Semakin Curiga

Rafka berbicara seolah cemburu dengan Rania yang masih saja mencari suaminya. Padahal ia hanya seorang adik ipar yang tidak penting sama sekali.Akhirnya Rania pun mengangguk. "Iya, aku ingin cepat sembuh dan segera pergi dari sini."Rafka pun merasa lega. Diam-diam ia ingin mencari tahu tentang perselingkuhan kakaknya. Apakah benar selama ini Amar menjalin hubungan dengan janda itu atau tidak. Lelaki tampan itu tidak segan-segan untuk mengusir Amar dari rumahnya jika memang kakak kandungnya tersebut telah mengkhianati Rania.Rafka menyuapi Rania dengan sabar. "Walau makanan ini tidak selezat masakanmu, kamu wajib menghabiskannya.""Kamu curang, Raf! Aku belum bilang apa-apa, tetapi kamu sudah mengatakan kalimat itu.""Aku benar 'kan?" Rafka tergelak. Ia berusaha menghibur kakak iparnya meski tahu jika hati Rania sedang tidak baik-baik saja.Batin Rania terlihat resah. Entah mengapa ia tidak bisa membenci adik iparnya. Padahal wanita itu sempat kecewa dengan sifat Rafka yang berani men
Read more

Bab 10. Senyuman Termanis

Di malam yang cukup sepi, Rafka melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju sebuah apartemen. Ya, dia ingin menemui Nina yang sampai saat itu masih berani menempati apartemen milik Rafka. "Kamu tidak akan selamat, Nina. Lihat saja. Apa yang akan aku lakukan kepadamu!" Rafka sudah tidak sabar untuk mempermalukan mantan kekasihnya. Ia berharap wanita itu mendapatkan sangsi sosial. Setelah sampai di tempat yang dituju, lelaki tampan itu menutup pintu mobilnya dengan sangat keras. Ia melangkah cepat menuju lift dan memencet angka 20. Rafka memang memilih sebuah apartemen yang berada di lantai atas. Ia menyukai suasana yang terpampang nyata di depannya. Sebuah pemandangan ibu kota yang tampak indah meski tidak ramah lingkungan karena asap maupun kotoran dari banyaknya gedung tinggi di sana. Ting ! Tidak butuh waktu lama, pintu lift telah terbuka. Rafka semakin mempercepat langkahnya. Ia membuka pintu apartemennya menggunakan password. Sedangkan card lock masih berada di tangan N
Read more
PREV
123456
...
23
DMCA.com Protection Status