All Chapters of Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder : Chapter 71 - Chapter 80

159 Chapters

71. Kepanikan Sakti

"Cantiknya istriku. Ibu hamil satu ini, makin besar perutnya kok malah tambah mempesona ya?" Sakti memeluk istrinya dari belakang, tangannya bergerak lembut mengitari perut Chava yang membola. "Sehat-sehat kesayangan Papa, baik-baik di dalam perutnya mama ya. Nanti ketika tiba waktunya, lahirlah dengan mudah dan selamat, Papa, mama, nenek buyut sama yang lainnya sudah lama menantikanmu."Chava memejamkan mata sesaat meresapi sensasi hangat yang menjalar di sanubari. Kini, ia telah mendapat jawabannya, jawaban dari pertanyaannya dulu ketika ia harus kehilangan anak yang hanya tinggal menunggu waktu untuk lahir ke dunia. Buah hatinya dengan Azzam dulu tak diharapkan oleh mantan suaminya itu. Morning sickness, dan keluhan ibu hamil lainnya yang juga dirasakan Chava membuatnya kepayahan. Semua prosesnya dia lewati seorang diri, suami yang dia harapkan akan menemaninya, justru tengah sibuk mereguk manisnya madu pengantin baru. Hati Chava gerimis mengingatnya. Sakitnya masih begitu membe
Read more

72. Pelengkap Sempurnanya Kebahagiaan

Senyum yang terlukis di bibir Chava sebelum masuk ke ruang pemeriksaan tadi, nyatanya tak mampu melenyapkan ketakutan dalam diri pria itu. Teringat noda darah yang cukup banyak memercik di seprai, ketakutan akan sesuatu yang buruk menimpa Chava menghantui Sakti. Gemetar tubuh itu sembari merapal do'a, mengharapkan Tuhan berkenan menjaga wanita itu untuknya. Belum pernah Sakti merasa setakut ini, perasaan takut kehilangan yang menggunung. Tak bisa Sakti bayangkan akan bagaimana menjalani hidupnya tanpa Chava. Sampai kemudian dokter yang sempat dilihatnya masuk bersama Chava, muncul tepat ketika pintu terbuka lebar. "Bapak siapanya pasien?" Dokter wanita berkacamata itu bertanya ramah, memastikan tak salah memberikan informasi tentang kondisi pasien. "Saya suaminya, Dok.""Mari ikut masuk, temani istrinya berjuang ya, Pak. Bu Chava sudah pembukaan dua."Nyatanya penjelasan dokter tak juga membuat Sakti tenang, justru pria itu semakin gelisah. "Istri saya mau melahirkan, Dok?"Dokter
Read more

73. Setelah Sekian Lama

Galaksi Candra Pradipta. Nama yang disematkan Chava untuk buah hati pertamanya dengan Sakti. Wanita itu sempat memilih beberapa daftar nama sekaligus, lalu Sakti dimintai pendapat, dan pilihan mereka jatuh pada nama indah itu. Galaksi, bayi mungil yang tengah menjadi rebutan Sinta dan Lea. Kehebohan memenuhi ruangan itu, menjadikan Lea sebagai tersangka utama. Gadis itu sesekali jejeritan, gemas ingin menimang tetapi takut menyakiti malaikat kecil itu lantaran tubuhnya yang masih sangat lembut. "Lucu banget, Gala ganteng banget, Oma." Sinta terkekeh saat Lea mendekap lengannya, menduselkan kepalanya karena terlalu gemas. "Kamu mau punya bayi?" tanyanya. "Mau lah, Oma. Lucu banget, buat hiburan kalau lagi suntuk, biar bisa dimainin.""Hust! Kamu pikir bayi itu mainan apa?" Wanita tua itu menepuk tangan Lea yang sedari tadi membelai gemas pipi Gala. "Ya habisnya lucu banget, sih. Jadi gemas.""Kamu juga bisa punya secepatnya, tinggal rutin bikin saja sama Riko.""Apa!" Lea memutar
Read more

74. Sehidup Sesurga

Tangis Galaksi menarik kesadaran Chava, bocah itu meringis memegangi lengan mungilnya yang terbentur dinding. "Mama atit." Galaksi terus merengek dengan pelafalannya yang masih belum jelas. "Lain kali hati-hati ya, Gala sudah nggak sabar mau ketemu sama papa ya?""Atit Mama.""Ya, kita obati sama-sama, yuk?" Chava menatap mantan suaminya yang sedari tadi hanya diam membeku menyaksikan interaksinya dengan sang anak. "Bilang terima kasih sama Om sudah nolongin Gala!" titah wanita itu pada buah hatinya. Azzam tersenyum menyambut uluran tangan mungil Galaksi, tak lupa usapan penuh kasih sayang dia labuhkan di pucuk kepala balita menggemaskan itu. "Terima kasih sudah nolong Gala, Mas. Saya permisi dulu.""Ya." Pria itu tak langsung pergi. Azzam berdiri cukup lama di sana sampai bayangan mantan istrinya lenyap di balik lorong. Sesal itu masih begitu kental menyelimuti, tetapi tak dapat mengubah apa yang telah terjadi.Azzam ikut bahagia kini Chava hidup bersama lelaki yang tepat. Lela
Read more

75. Karma

Gelegar petir yang menyambar semakin membuat Hana cemas, tetapi wanita itu enggan menjauh dari pintu demi menantikan kepulangan suaminya. Jarum jam terus berputar, ini sudah lebih dari satu jam dari waktu yang dijanjikan Arkan, sang suami.Namun, pria itu masih belum juga menampakkan diri. Hana melenguh pelan, tak biasanya suaminya terlambat seperti ini. Kondisi yang sedang hujan lebat, ditambah nomor pria itu yang susah dihubungi membuatnya makin dikuasai rasa was-was.Sampai kemudian deru mesin mobil terdengar berhenti di depan pagar. Buru-buru Hana mengambil payung untuk menjemput suaminya turun dari mobil."Mas.""Tunggu saja di situ, aku bawa payung." Arkan turun dari sana, tetapi yang membuat Hana terheran karena suaminya tak langsung masuk melainkan pergi memutari badan mobil menunggu seseorang yang ternyata duduk di samping kemudi.Hana menajamkan penglihatannya, sayangnya dia masih belum dapat menerka sosok yang kini tengah dipapah suaminya turun. Tak hanya itu, dua pintu di
Read more

76. Tak Sanggup

Semalaman Hana tak bisa tidur. Dia sibuk menangisi takdir yang seakan mempermainkannya. Hana sudah meminta maaf dengan setulus hati pada Chava, pun dia sudah bertaubat dan berusaha memperbaiki diri. Namun, satu hal yang Hana tak mengerti, mengapa hukuman dari Tuhan terasa begitu berat. Hana pikir dengan menerima pinangan Arkan akan menjadi awal kehidupan baru baginya, nyatanya justru seperti sebuah petaka. Memiliki adik madu adalah mimpi buruk bagi setiap wanita. "Kamu masak apa sepagi ini, Han?"Lamunan Hana buyar, buru-buru dia mengangkat ayam dari penggorengan sebelum gosong. Tumis kangkung dan sambal terasi sudah terhidang di meja, Hana hanya tinggal menyelesaikan menggoreng ayam. "Ibu sudah bangun? Duduk dulu, Bu. Teh sama pisang gorengnya sudah Hana siapkan di meja. Sebentar lagi ayamnya selesai, kita semua bisa langsung sarapan." Hana menyahut. Biarlah luka itu ia kemas rapi dalam sudut hati, menangis meraung pun tak ada gunanya. Tak akan ada yang bersimpati padanya. Hana sa
Read more

77. Musnah

Wajah-wajah murung serupa mendung yang menggelayuti langit di luar sana, tertunduk menahan sesak yang kian menghimpit dada. Kebisuan yang melanda terasa mencekam, masing-masing mulut terkunci. Apa yang tersaji di depan mata seperti duri menikam hati. Semua menjadi serba salah. Semua diam menikmati lukanya masing-masing. "Apa yang barusan kamu pikirkan, Ar? Kenapa sampai mengucapkan kata-kata seperti itu?" Ningsih menyeka bulir bening di wajahnya, ada rasa tak terima melihat kelakuan anak semata wayangnya. Tak ada satu pun ibu di dunia ini yang menginginkan hal buruk untuk anaknya, begitu pun dengannya. Ia hanya menginginkan cucu, ingin putranya hidup bahagia, itu saja. Hanya mungkin caranya yang salah. "Sejak awal Ibu yang memaksa, sudah puluhan bahkan ratusan kali aku menolak, tapi Ibu tetap bersikeras dengan pernikahan ini. Arkan sangat mencintai Hana, Bu. Arkan nggak bisa menyakiti hatinya." Pria itu berucap dengan sorot mata menyala, jangan lupakan tangisannya yang juga terden
Read more

78. Hancur

"Sabar ya, Ibu minta kamu jangan gegabah. Tunggu sampai Ibu berhasil menemukan cara untuk membuatmu tetap berada di rumah ini." Ningsih mengusap bahu Della, sedari tadi wanita muda tak henti menangis. "Mas Arkan sudah menceraikanku, Bu. Aku harus kembali ke tempat sebelum Ibu memungutku.""Jangan bicara begitu, dulu saja Ibu bisa membujuk Arkan, sekarang juga pasti bisa. Hanya tinggal memikirkan saja bagaimana caranya. Sudah, tak perlu merisaukan apa-apa. Tetaplah di sini dan biarkan Ibu yang akan membereskan kekacauan ini. Ibu sangat ingin punya cucu, kamu juga pasti mencintai Arkan, kan? Jangan gampang menyerah, buktikan pada Arkan kalau kamu jauh lebih baik daripada istri pertamanya."Della muak sekali dengan kenyataan pahit yang harus dialaminya, tapi dia pun tak punya pilihan lain selain mengikuti keinginan Ningsih. Bahkan setelah melihat sendiri kegigihan Arkan mempertahankan Hana, Ningsih masih saja bersikeras meminta Della untuk bersabar. Sementara di kamar tamu, kamar yang s
Read more

79. Tak Bisa Mengelak

Sudah tiga puluh menit berlalu sejak pertama kali Arkan memarkirkan mobilnya tak jauh dari gedung kantor Hana bekerja. Hana tak juga muncul padahal paginya Arkan berpesan kalau dia akan menjemput di tempat yang sama. Ponsel wanita itu tak juga bisa dihubungi. Karena kalut, tak lagi bisa berpikir akhirnya Arkan memutuskan untuk turun dan bermaksud menyusul istrinya di dalam sana. "Apa? Izin pulang sebelum jam makan siang?" Arkan terkejut mendengar penuturan petugas keamanan yang sedang berjaga. Pria berseragam khusus itu bilang Hana telah meninggalkan kantor sejak jam makan siang, tentu saja perasaan Arkan menjadi bertambah cemas apalagi Hana tak mengabarinya sama sekali. Arkan memutar kemudi dan melajukan kereta besinya kencang, tak sabar untuk segera sampai di rumah dan mengetahui penyebab istrinya izin pulang setengah hari. Tergesa dia mengayunkan kaki ke rumah sementara mobilnya Arkan parkir asal di teras. "Han, sayang? Kenapa izin pulang setengah hari kok nggak ngabari aku. Ka
Read more

80. Jalan Yang Berbeda

"Mas. Mas Arkan!" Hana menyibak kerumunan manusia yang menghalangi langkahnya. Dia yakin sekali kalau yang dilihatnya adalah benar Arkan, lelaki yang sangat dicintainya sekaligus pria yang hingga detik ini masih menjadi suaminya. "Mohon maaf, Mbaknya siapa?" Petugas medis yang baru saja selesai memindahkan Arkan ke mobil ambulans mencegah Hana yang hendak ikut masuk. "Saya istrinya, Pak. Izinkan saya ikut."Hana naik begitu melihat pria berseragam putih itu mengangguk. Tangisnya semakin menjadi saat di depan matanya dengan jelas dia melihat separah apa kondisi suaminya. Sepanjang perjalanan Hana terus menggenggam tangan Arkan, tak lupa barisan do'a dipanjatkan dalam hati memohon Sang Pencipta berkenan mengabulkan pintanya. "Kenapa jadi begini, Mas? Aku baru saja mau menemuimu. Aku bawakan kopi dan roti favorit kamu, Mas. Buka matamu dan lihat ini."Tanpa sadar Hana mengangkat tangannya, ia mencari-cari keberadaan kantong yang sejak tadi dia bawa. Hana tak ingat kalau dia membuang
Read more
PREV
1
...
678910
...
16
DMCA.com Protection Status