All Chapters of Diduakan Suami, Diratukan Duda Miliarder : Chapter 61 - Chapter 70

159 Chapters

61. Sebuah Jebakan

"Kenapa harus sejauh ini kalau hanya untuk berlibur, Nak? Lagi pula kamu sedang hamil, Oma takut perjalanan jauh ini akan membuatmu kelelahan."Netra tua dibalik bingkai kacamata itu menyoroti cucu menantunya. Chava duduk dengan gelisah, diajak bicara pun tak nyambung karena sedari tadi ibu hamil itu terus melamun. "Apa tidak sebaiknya kita pulang saja, Nell?" Beralih menatap perawatnya yang duduk di samping sopir. "Sudah tanggung, Nyonya. Sudah setengah jalan." Nelly menyahut sekadarnya. Ia sendiri dapat merasakan kegelisahan Chava karena sejujurnya dia pun ikut mencemaskan Riko. "Seperti tidak ada hari lain saja." Sinta mendesah. "Oma lelah ya? Sebaiknya Oma istirahat saja nanti begitu sampai Chava bangunkan." Chava menyesali dirinya yang mengabaikan wanita tua itu lantaran terus memikirkan Sakti. Ribuan do'a yang melangit dari dalam hati, tak henti wanita itu menyebut nama sang suami sembari sesekali mengusap jabang bayi dalam perutnya yang sesekali mengencang serasa ikut mera
Read more

62. Masuk Jebakan

Setiap yang hidup pasti akan mati, Sakti tahu itu. Akan tetapi ada hal yang sangat mengganggunya. Andai ia harus mati, apakah harus di tangan dua orang yang menjadi kepercayaan neneknya? Selain terluka andai tahu kepergian cucunya dengan cara tragis, entah akan sehancur apa hati Sinta mengetahui penyebab kematian cucu kesayangannya adalah orang yang paling ia percayai. Dalam kondisi babak belur, kesakitan yang merajai sekujur badan serasa membuat Sakti dekat dengan kematian. Tetapi daripada mati, ada hal yang jauh lebih menakutkan baginya, tentang bagaimana keadaan istri dan neneknya saat ini. Terlebih ada nyawa yang bergantung dalam gua penuh kasih sayang sang istri. Sakti marah, ia kecewa dan tak habis pikir dengan dua sosok di hadapannya, tapi sekali lagi, dia tak bisa berbuat apa-apa. Nyawanya sendiri saja sedang berada di ujung tanduk, bagaimana bisa dia menyelamatkan Chava dan neneknya. Hanya do'a yang bisa ia eja dengan sepenuh hati. Andai garis takdir membawanya menemui ak
Read more

63. Merasa Gagal

Suara tangis bersahutan terdengar samar, percakapan antara beberapa orang pria pun membaur memenuhi ruangan. Netra yang terpejam rapat seakan dilapisi lem, enggan terbuka. Terasa begitu berat. Belum lagi pusing menyerang kepala, nyeri di sekujur badan makin menyiksa. Tulang belulang serasa terlepas dari persendian, tak ada tenaga tersisa. Jangankan untuk sekadar mengubah posisi, untuk berbicara saja rasanya amat kepayahan. "Jangan nangis terus, kasihan bayimu. Oma tau, Oma paham betul gimana perasaanmu saat ini, tapi berusahalah untuk tetap kuat demi anakmu. Suamimu pasti sedih kalau melihatmu seperti ini." Sinta mengusap bahu cucu menantunya. Dia sendiri meminta Chava menghentikan tangis, tetapi bulir bening di wajahnya terus menganak sungai. Sekuat apa pun mencoba tegar, hatinya tak bisa diajak bekerjasama sehingga yang terlontar selalu berlawanan dengan perasaannya. Hati siapa yang tak remuk saat dihadapkan dengan masalah berat seperti ini? Kepercayaan yang terlanjur tertanam k
Read more

64. Setelah Badai

Riko familiar dengan situasi seperti ini, dia merasa de javu. Belasan tahun lalu ia merasakan hal yang sama, hanya saja dengan sosok berbeda. Jika Chava takut kehilangan suaminya, dulu hal serupa terjadi pada mendiang ayahnya. Demi pengabdian sang ayah pada trah Pradipta, seorang suami harus kehilangan istri, seorang anak harus merelakan ibunya berpulang. Rasa sakit yang tak terperi, Riko kecil merasakan semua itu. Hal yang tak sepantasnya dirasakan anak seusianya. Dia dipaksa dewasa karena keadaan. Namun, kehadiran Sinta, perhatian serta segala bentuk kasih sayang yang dicurahkan wanita tua itu padanya laksana mata air di tengah padang pasir. Sinta menuntaskan dahaganya akan kasih sayang seorang ibu yang hanya bisa tujuh tahun Riko rasakan. Sinta menggantikan posisi mendiang ibunya, mencukupi seluruh kebutuhannya sebagai anak. Hal itulah yang melatarbelakangi tumbuhnya kasih sayang yang sama terhadap wanita tua itu. Riko menghormatinya, lebih dari itu
Read more

65. Sebuah Hukuman

"Aduh!" Buru-buru Chava meletakkan gelas yang dibawanya hingga sebagian isinya tumpah. Ia lantas duduk di sofa kecil dekat jendela sambil menarik napas sembari memegangi perutnya. Usia kandungannya sudah makin besar, gerakan bayinya pun sudah bisa dia rasakan. Meski hal itu sudah sering terjadi, tapi terkadang Chava masih tak bisa menyembunyikan kekagetannya. "Ada apa, Yang?" Sakti yang baru saja ke luar dari kamar mandi pun gegas mendekati wanita itu. Melihat Chava meringis seperti menahan rasa sakit seketika membuatnya panik. "Enggak apa-apa kok, Mas. Tadi si dede nendangnya agak kencang dari biasanya, sampai kerasa nyeri perutku.""Sabar. Namanya ibu hamil ya memang begitu, pasti banyak yang dirasa. Mas tau payahnya seperti apa, Mas juga nggak bisa sekadar mengurangi rasa sakit yang kamu alami, tetapi semua pengorbananmu selama hamil, melahirkan dan membesarkan anak kita nanti pasti akan diganjar dengan pahala yang tak terkira dari Tuhan."Chava mengangguk, tangannya masih berge
Read more

66. Mulai Mereda

Jutaan kubik air yang runtuh dari langit kian deras, mencipta genangan yang membasahi bumi hingga bau tanah basah tercium kental. Masih dalam suasana duka yang menyelimuti, tangis di wajah Sinta masih belum kunjung reda. Seakan memiliki ikatan batin cukup kuat, Sinta memaksa untuk diantar ke rumah sakit menemui David. Pertemuan mengharu biru yang menguras air mata dan emosi berlangsung selama tiga jam. David menghembuskan napas usai meminta maaf pada semua orang yang dirasanya telah dia sakiti. Sinta yang masih belum bisa menerima kenyataan begitu terpukul kehilangan salah satu sosok yang sudah dianggapnya sebagai cucu. "Maafkan, Oma. Maaf." Bibir wanita berusia senja itu tak henti mengucap kata maaf. Sinta merasa ikut andil atas kekacauan yang terjadi. Andai dia bisa bersikap sewajarnya, mungkin kejadian seperti ini tak perlu terjadi. Kebahagiaannya karena telah dipertemukan dengan Sakti membuatnya melupakan sosok yang perlu dia bagi perhatian juga. "Berhenti menyalahkan diri, Ny
Read more

67. Keinginan Chava

Segelas jus alpukat dan sepotong roti bakar hazelnut yang masih menguarkan asap tipis belum tersentuh sama sekali. Chava masih setia mengunci rapat mulutnya. Meski telah berusaha mengikhlaskan apa yang terjadi di masa lalu, tak dipungkiri, sakit itu masih terasa. Bukan Chava membenci Azzam maupun Hana, bukan. Hatinya telah berdamai cukup lama, berbesar hati untuk tidak menanam dendam dalam sanubari. Bukan pula rasa cintanya masih tertinggal untuk mantan suaminya, tetapi Chava juga manusia biasa. Setiap orang tentu berbeda menanggapi rasa sakit, juga mengobatinya. Tak Chava pungkiri, hatinya masih menyimpan sedikit kesakitan. Awalnya sengaja Chava ingin menghindari Hana, tetapi bujukan suaminya yang membuatnya sekarang berada di tempat yang sama dengan bekas madunya itu. Duduk saling berhadapan, mencipta suasana tak nyaman sementara Sakti menunggu di meja terpisah dengan dalih membiarkan dua wanita itu leluasa berbicara. "Maaf membuatmu tak nyaman setiap kali kita bertemu, Va. Sebag
Read more

68. Tingkah Aneh Ibu Hamil

Rinai gerimis masih berjatuhan dari langit, meniupkan bayu mencipta hawa dingin. Meski matahari mulai muncul di kaki langit, cahayanya terhalang langit kelabu. Bumi masih menggelap, membuat sebagian orang enggan beranjak dari kasur. Pun dengan Chava yang sedari tadi asyik bergelung di bawah selimut tebal berbulu. "Bangun, Yang. Sarapan."Sakti baru saja selesai memakai dasi, duduk di tepian ranjang mengusap kepala istrinya. Hormon kehamilan kadang membuat mood Chava mudah berubah-ubah. Sejak usia kehamilannya makin membesar, Chava menjadi mudah mengantuk. Sakti biarkan saja wanita itu bangun lebih siang dari biasanya karena malamnya Chava sering kesulitan tidur. Alih-alih bangun, Chava justru semakin mengeratkan selimut. "Mas sudah mau berangkat? Maaf, nggak bisa ngurusin kamu," ucapnya dengan mata tertutup. "Nggak apa, Mas bisa ngurus diri Mas sendiri, kok. Terpenting kamu sama anak kita nyaman.""Malas bangun." Chava meringkuk. "Ya sudah, biar Mas suruh bibi antar sarapan ke sin
Read more

69. Panggilan Misterius

"Sayang, kamu Mas tinggal dulu sebentar, nggak apa? Kebetulan Mas ada perlu sebentar.""Iya, Mas." Chava tak menaruh curiga sedikit pun pada suaminya. Ia pikir memang Sakti masih harus menyelesaikan banyak pekerjaannya yang menumpuk. "Kamu bisa istirahat di belakang barangkali mau rebahan.""Di sini saja, nanti kalau capek aku langsung masuk.""Ya sudah, Mas pergi sekarang. Kalau ada apa-apa langsung telepon Mas, ya? Semisal butuh sesuatu jangan sungkan buat minta sama Tania." Sakti mengusap pucuk kepala istrinya sebelum benar-benar berlalu dari sana. Selain satu judul buku yang sedang dibaca Chava, kebetulan ada judul lain di platform novel online berbeda yang juga begitu membuatnya penasaran. Wanita itu pun mengeluarkan ponselnya dan menggulir layar melanjutkan halaman baca yang sempat terjeda.Sakti mengayunkan kakinya dengan cepat menuju ruangan yang berada di samping ruang rapat. Sengaja dia minta pegawai HRD untuk menemuinya bukan di ruang kerjanya agar mereka bisa leluasa ber
Read more

70. Jalan Keluar

Chava merapatkan sweater yang membungkus tubuhnya, hujan lebat membawa titik air menciptakan hawa dingin. Malam makin meninggi, di menit ke lima belas sejak kepergian Sakti, lelaki itu masih belum juga mengirimkan pesan. Ingin rasanya Chava menghubungi suaminya lebih dulu, tetapi ia takut tindakannya akan menggangu konsentrasi Sakti. Pada akhirnya, dia terus berjalan mengitari ruang tengah sebab gelisah menunggu kabar. "Duduk, Nak. Oma yang lihat jadi pusing sendiri kamu mondar-mandir begitu. Duduk dulu, minum. Atau mau Oma temani tidur?"Chava dengan cepat menggeleng. "Mau di sini saja, Oma. Nunggu kabar dari Mas Sakti.""Selagi dia pergi sama Riko, bisa dipastikan suamimu akan baik-baik saja." Tangan Sinta gemetaran saat berusaha meraih Chava dan memintanya untuk duduk. "Kamu tau, Le. Calon suamimu pergi ke mana?" "Ih, Oma apaan, sih! Ya mana Lea tau, memangnya Lea ada dua puluh empat jam nempel sama dia apa?" Yang ditanya malah mencak-mencak. Chava terkekeh. Adik sepupu suamin
Read more
PREV
1
...
56789
...
16
DMCA.com Protection Status