Semua Bab Panglima Kalamantra : Bab 71 - Bab 80

164 Bab

71: Tabir Gaib Hutan Sonyu

Seluruh peserta yang akan mengikuti kompetisi berburu rubah emas sudah berkumpul di kaki Gunung Sonyu. Gunung itu sangat pekat dan lembap. Pepohonan besar dan tua tumbuh mendominasi vegetasi asli. Bebatuan gunung berukuran raksasa juga banyak tersebar di sana. Kabut tebal terus menyelimuti hutan dan sekitarnya. Hutan Sonyu tak seperti hutan pada umumnya. Keadaan di sana terlalu senyap. Sama sekali tak ada suara kaok binatang atau cericau burung di kejauhan.Di dekat tebing pertama sebelum memasuki kawasan hutan Sonyu, dibangun sebuah tempat peristirahatan yang menyerupai kuil batu. Di tempat itu sudah terpasang bendera dari suku Banyu sebagai simbol kekuasaan yang sudah berhasil menguasai dua wilayah besar, Kota Banyu dan Kota Bondowoso. Akses jalan menuju tempat itu juga banyak dihiasi umbul-umbul yang mengandung mantra.Sebuah drum besar dari kulit sapi dengan hiasan tanduk banteng raksasa di atasnya dipajang di tengah-tengah pelataran. Seseorang dari suku Banyu berbadan gempal deng
Baca selengkapnya

72: Membentuk Aliansi

Pemuda berambut perak itu akhirnya membuka suara setelah menghela napas beratnya. “Namaku Silver. Aku akan bergabung,” ujarnya lirih. Rion tersenyum penuh semangat. Anila melipat tangan ke dada dengan wajah serius. Karuna cemberut. “Sebaiknya, kita memencar dan berkumpul lagi di wilayah perburuan kita pada hari ketiga,” usul Rion. Tiba-tiba, Karuna berjalan ke arah Silver dan berkata, “Aku akan pergi dengan bocah ini!” “Yosh, aku akan memimpin perburuan untukmu, Anila!” Rion tersenyum senang yang dibalas Anila hanya dengan kedipan mata. “Aku bukan bocah!” geram Silver saat Karuna mendekatinya. Karuna mengabaikan protes pemuda itu dan menarik kepalanya dengan candaan. “Ayo, kita berburu!” Silver tak punya pilihan lain. Meski kesal, dia menurut juga pada Karuna yang mem
Baca selengkapnya

73: Perburuan Inti Rubah

Di sisi hutan Sonyu yang berbeda, Karuna dan Silver berlarian memburu seekor rubah berbulu emas yang sangat lincah. Rubah itu sulit sekali untuk ditangkap. Mereka cerdas dan juga gesit. “Hosh... Hosh... A-apa k-kau punya i-ide?” Karuna membungkuk di depan sebuah tumpukan bebatuan vulkanik yang berat dan besar dengan napas terengah-engah. Silver berdiri di sisi yang berbeda sambil menungging untuk mengintip sang rubah yang masuk ke dalam celah bebatuan. “Dia terjebak di sana!” ujar Silver. “Bagaimana kau tahu?” “Lihatlah! Dia tak bisa bergerak. Kita harus menolongnya!” rengek Silver pada Karuna. Karuna berdiri tegak dan merentangkan tangan kanannya. “KAPARA!” Asap hitam pekat datang menyelubungi tubuh Karuna dan sebuah kapak raksasa muncul di genggaman tangan kanannya. Silver terk
Baca selengkapnya

74: Sihir Ledakan Embun

“Energi!” ujar Karuna berhati-hati. “Mereka mengeluarkan gelombang energi yang cukup kuat karena berada dalam jumlah besar. Dari tadi aku kesulitan mengikutinya karena energi yang dikeluarkan satu rubah sangat samar. Aku sempat ragu. Sekarang aku yakin bahwa ini adalah energi para rubah.” Di tengah padang bunga itu, matahari sedikit menyinari meski tetap terasa pekat karena kabut yang tebal. Mereka kehilangan orientasi waktu, tak bisa membedakan kapan siang dan kapan malam. Bunga-bunga yang tumbuh di sana juga pucat dan berwarna gelap. Di beberapa sisi yang tak mendapat sinar matahari, warna bunganya bahkan sampai menghitam. “Silver, hatimu terlalu lembut, tapi kita tak akan bisa mendapatkan rubah-rubah itu jika terus seperti ini,” Karuna berujar. Silver menunduk. “Apa sebenarnya tujuanmu ikut dalam kompetisi ini?” desak Karuna. Sil
Baca selengkapnya

75: Gagak Sihir

Padang bunga menjadi satu-satunya wilayah perburuan yang diterangi cahaya matahari saat ini. Kecerahan itu seperti cahaya lampu yang menarik para ngengat dan serangga untuk datang mengerumuninya. Mereka semua—para pemburu—tergoda dengan ratusan rubah bulu emas yang ternyata bersembunyi di padang bunga. Xavier yang sebelumnya menjaga rubah-rubah itu, memilih mengundurkan diri dan pergi tanpa ada yang menyadari. Karuna dan Silver kehilangan sosok pria bertopeng rubah misterius di antara lautan pendekar tanpa suku yang mulai berdatangan. Mereka berburu rubah dengan cara dan tekniknya masing-masing. Kelompok suku Tanah mulai menebar jaring bermantra dan menembakkan panahnya. Suku Api dengan kekuatan pengendali apinya yang merepotkan, menebarkan banyak api untuk memberangus bunga-bunga yang ada dan memburu sarang rubah. Suku Banyu sendiri sebagai tuan rumah penyelenggara merasa kesal dengan karakter suku Api. Mereka mengerahkan kemamp
Baca selengkapnya

76: Inti Rubah Emas

Merasakan kondisi Rion yang hampir hancur, sang singa muncul seketika dari dalam celurit pemuda itu. Dia melompat dan mengaum. Auman singa itu dipahami Rion sebagai perintah. Rion segera mengikutinya dengan jantung yang serasa ingin meledak. “Pancasona, leburkan!” Tubuh Rion mengeluarkan balik energi gelap yang sudah diserapnya menjadi energi pancasona yang bisa merusak materi sihir di sekitarnya. Raven terpukul mundur akibat gelombang energi itu dan sesaat kehiangan kekuatan. Gagak-gagak hitam ciptaannya juga melebur menjadi asap. Kepekatan udara di dasar jurang menjadi terurai dan aliran udara serta angin mulai masuk ke sana. Suasana gelap sedikit berkurang dan cahaya mentari senja mulai menyinari dasar jurang yang sebelumnya terasa seperti di dalam gua terdalam. “Inikah kekuatan sihir pancasona? Siapa dia sebenarnya?” Raven terlepas dari jeratan sihir pancasona yang sempat membelenggunya dan ja
Baca selengkapnya

77: Hilang dalam Pekat Kabut

Karuna berusaha keluar dari arena perburuan. Dia menyusuri jalan masuk yang pernah mereka lalui. Tapi, dia merasa hanya berputar-putar saja di satu tempat. Kabut yang semakin tebal membuat penglihatannya terbatas. Karuna sudah dibuat putus asa dan kehabisan tenaga. Hal yang sama juga terjadi pada Xavier. Dia memburu Karuna dan Silver ke padang bunga, tapi tak ada orang sama sekali di sana. Dia mencari jejak mereka dengan mengikuti sisa-sisa pertempuran dan menemukan beberapa bercak darah para mutan yang berwarna hitam. Tapi, lagi-lagi seakan semuanya lenyap begitu saja. Rion dan singanya melompati satu persatu bebatuan yang ada di sana sampai mereka tiba ke puncak tebing tertinggi. Kabut semakin menipis seiring dengan ketinggian. Hal tersebut berbanding terbalik dengan kabut putih alami yang umum ditemukan di pegunungan biasa. “Ini kabut sihir!” ujar sang singa dengan sedikit terengah karena harus terus menan
Baca selengkapnya

78: Kerjasama yang Tak Terduga

“Bukan mereka tak ada, tapi tak berani menampakkan diri. Kekuatan spiritual kabut pekat ini sangat mengganggu. Keberadaannya seperti racun bagi makhluk hidup itu sendiri,” terang Rion. “Tapi, kita baik-baik saja, kan?” Rion menatap Karuna tajam. “Karena kita memiliki energi spiritual di atas rata-rata orang normal!” Saat itu juga, Rion dan Karuna menoleh pada Anila. “Apa? Kenapa kalian melihatku seperti itu?” Rion mengalihkan pandangan dan menepuk pundak Karuna lalu berbisik, “Dia ketua klan Angin Utara. Ilmu pengobatannya tak bisa diremehkan. Kukira, dia juga seharusnya bisa mengendalikan angin, tapi entahlah.” “Kau juga curiga padanya?” bisik Karuna. “Kita patut curiga pada siapa saja di saat seperti ini!” Karuna sedikit terkejut kat
Baca selengkapnya

79: Jaring Kelemahan

“Kau pikir bisa lolos dari sini?” Seorang pria menyeringai dengan sepasang mata melotot penuh ancaman. “Kau hanyalah pemuda yang naif! Berani sekali kau melarikan diri dari Selter Agung?” Xavier yang terjerat oleh jaring sihir tubuhnya melemah seketika. Akan tetapi, dia merasa emosinya menggelegak karena pernyataan pria di hadapannya. Dia menuntut penjelasan dari pria itu. “Aku memang menjual dan mengirimmu pada mereka, Anak tak berguna!” Xavier berusaha melepaskan diri dari jaring, tapi sebuah dart ditembakkan ke arahnya dan mengenai dada. Pria itu mundur dan memberikan perintah pada sejumlah samurai yang ternyata sudah ada di sana mengelilingi mereka. “Bawa dia ke puri!” Xavier mencabut dart itu tepat saat seorang perempuan berpayung yang mengenakan qipao hitam mendekat dan menunduk ke arahnya. Perempuan bermata sipit dengan gincu
Baca selengkapnya

80: Energi Gelap Lembah Kematian

“Kami beruntung sekali, bukan? Sekali jaring, banyak ikan besar kami dapatkan.” Keiko melirik pada Xavier. “Siapa yang mengira jika festival lima tahunan kali ini juga menjaring para Jenderal Mahapanca dari utara. Eh, sebut saja Jenderal Gagak Hitam—pelarian yang kabur bersamamu, Panglima Angin, Panglima Karang, dan yang paling menarik tentu saja Penyihir Merah!” Keiko tergelak sangat puas. Silver tersentak. Rasa ingin tahunya tak lagi bisa dia sembunyikan. “Penyihir Merah?” Keiko berbalik. “Baiklah, setelah semuanya berhasil ditangkap, lalu kita akan berpesta besar di Selter Agung untuk merayakan reuni yang menarik ini!” Dia berjalan menjauh. “Jadi, kau memang Panglima Bondowoso yang banyak dicari itu?” Xavier tergelak. “Aku menawarkan padamu untuk bergabung bersama Jenderal Mahapanca di utara. Bergabunglah bersama kami!” pinta Xavier dengan p
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
17
DMCA.com Protection Status