Padang bunga menjadi satu-satunya wilayah perburuan yang diterangi cahaya matahari saat ini. Kecerahan itu seperti cahaya lampu yang menarik para ngengat dan serangga untuk datang mengerumuninya. Mereka semua—para pemburu—tergoda dengan ratusan rubah bulu emas yang ternyata bersembunyi di padang bunga.
Xavier yang sebelumnya menjaga rubah-rubah itu, memilih mengundurkan diri dan pergi tanpa ada yang menyadari. Karuna dan Silver kehilangan sosok pria bertopeng rubah misterius di antara lautan pendekar tanpa suku yang mulai berdatangan. Mereka berburu rubah dengan cara dan tekniknya masing-masing.
Kelompok suku Tanah mulai menebar jaring bermantra dan menembakkan panahnya. Suku Api dengan kekuatan pengendali apinya yang merepotkan, menebarkan banyak api untuk memberangus bunga-bunga yang ada dan memburu sarang rubah. Suku Banyu sendiri sebagai tuan rumah penyelenggara merasa kesal dengan karakter suku Api. Mereka mengerahkan kemamp
Merasakan kondisi Rion yang hampir hancur, sang singa muncul seketika dari dalam celurit pemuda itu. Dia melompat dan mengaum. Auman singa itu dipahami Rion sebagai perintah. Rion segera mengikutinya dengan jantung yang serasa ingin meledak.“Pancasona, leburkan!”Tubuh Rion mengeluarkan balik energi gelap yang sudah diserapnya menjadi energi pancasona yang bisa merusak materi sihir di sekitarnya. Raven terpukul mundur akibat gelombang energi itu dan sesaat kehiangan kekuatan. Gagak-gagak hitam ciptaannya juga melebur menjadi asap. Kepekatan udara di dasar jurang menjadi terurai dan aliran udara serta angin mulai masuk ke sana. Suasana gelap sedikit berkurang dan cahaya mentari senja mulai menyinari dasar jurang yang sebelumnya terasa seperti di dalam gua terdalam.“Inikah kekuatan sihir pancasona? Siapa dia sebenarnya?” Raven terlepas dari jeratan sihir pancasona yang sempat membelenggunya dan ja
Karuna berusaha keluar dari arena perburuan. Dia menyusuri jalan masuk yang pernah mereka lalui. Tapi, dia merasa hanya berputar-putar saja di satu tempat. Kabut yang semakin tebal membuat penglihatannya terbatas. Karuna sudah dibuat putus asa dan kehabisan tenaga.Hal yang sama juga terjadi pada Xavier. Dia memburu Karuna dan Silver ke padang bunga, tapi tak ada orang sama sekali di sana. Dia mencari jejak mereka dengan mengikuti sisa-sisa pertempuran dan menemukan beberapa bercak darah para mutan yang berwarna hitam. Tapi, lagi-lagi seakan semuanya lenyap begitu saja.Rion dan singanya melompati satu persatu bebatuan yang ada di sana sampai mereka tiba ke puncak tebing tertinggi. Kabut semakin menipis seiring dengan ketinggian. Hal tersebut berbanding terbalik dengan kabut putih alami yang umum ditemukan di pegunungan biasa.“Ini kabut sihir!” ujar sang singa dengan sedikit terengah karena harus terus menan
“Bukan mereka tak ada, tapi tak berani menampakkan diri. Kekuatan spiritual kabut pekat ini sangat mengganggu. Keberadaannya seperti racun bagi makhluk hidup itu sendiri,” terang Rion.“Tapi, kita baik-baik saja, kan?”Rion menatap Karuna tajam. “Karena kita memiliki energi spiritual di atas rata-rata orang normal!”Saat itu juga, Rion dan Karuna menoleh pada Anila.“Apa? Kenapa kalian melihatku seperti itu?”Rion mengalihkan pandangan dan menepuk pundak Karuna lalu berbisik, “Dia ketua klan Angin Utara. Ilmu pengobatannya tak bisa diremehkan. Kukira, dia juga seharusnya bisa mengendalikan angin, tapi entahlah.”“Kau juga curiga padanya?” bisik Karuna.“Kita patut curiga pada siapa saja di saat seperti ini!”Karuna sedikit terkejut kat
“Kau pikir bisa lolos dari sini?” Seorang pria menyeringai dengan sepasang mata melotot penuh ancaman. “Kau hanyalah pemuda yang naif! Berani sekali kau melarikan diri dari Selter Agung?”Xavier yang terjerat oleh jaring sihir tubuhnya melemah seketika. Akan tetapi, dia merasa emosinya menggelegak karena pernyataan pria di hadapannya. Dia menuntut penjelasan dari pria itu.“Aku memang menjual dan mengirimmu pada mereka, Anak tak berguna!”Xavier berusaha melepaskan diri dari jaring, tapi sebuah dart ditembakkan ke arahnya dan mengenai dada.Pria itu mundur dan memberikan perintah pada sejumlah samurai yang ternyata sudah ada di sana mengelilingi mereka. “Bawa dia ke puri!”Xavier mencabut dart itu tepat saat seorang perempuan berpayung yang mengenakan qipao hitam mendekat dan menunduk ke arahnya. Perempuan bermata sipit dengan gincu
“Kami beruntung sekali, bukan? Sekali jaring, banyak ikan besar kami dapatkan.” Keiko melirik pada Xavier. “Siapa yang mengira jika festival lima tahunan kali ini juga menjaring para Jenderal Mahapanca dari utara. Eh, sebut saja Jenderal Gagak Hitam—pelarian yang kabur bersamamu, Panglima Angin, Panglima Karang, dan yang paling menarik tentu saja Penyihir Merah!” Keiko tergelak sangat puas.Silver tersentak. Rasa ingin tahunya tak lagi bisa dia sembunyikan. “Penyihir Merah?”Keiko berbalik. “Baiklah, setelah semuanya berhasil ditangkap, lalu kita akan berpesta besar di Selter Agung untuk merayakan reuni yang menarik ini!” Dia berjalan menjauh.“Jadi, kau memang Panglima Bondowoso yang banyak dicari itu?” Xavier tergelak. “Aku menawarkan padamu untuk bergabung bersama Jenderal Mahapanca di utara. Bergabunglah bersama kami!” pinta Xavier dengan p
Keiko berdiri di luar jeruji penjara. Di belakangnya ada Anila yang menodongkan sebilah belati ke pangkal leher perempuan Yanbian itu. Wajah Keiko memucat dan sangat ketakutan.“Buka!” sentak Anila pada Keiko.Perempuan Yanbian itu mendesis dan tak bergerak. Anila menekan ujung belatinya ke leher kanan Keiko hingga menggores kulit putihnya dan merembeskan sedikit darah pekat. Keiko mengernyit dan terpaksa berjalan mendekati jeruji. Dari dalam qipaonya, dia mengeluarkan anak kunci yang dibuat khusus dan berukuran sangat kecil.Pintu jeruji terbuka.Anila menendang Keiko hingga tersungkur di dalam sel. Dia terlutut di depan kaki Silver yang juga masih merasa kesakitan di kepalanya.“Lepaskan belenggunya!”Keiko dan Silver menoleh pada Anila. Mereka pikir, Anila datang untuk Xavier, nyatanya tidak. Keiko tak punya pilihan lain. Dia melepa
“Hentikan, Ayah! Jangan menimbulkan perang di sini. Warga suku Banyu sudah cukup miskin dan menderita, sedang kalian hidup berfoya-foya di puri ini,” teriak Xavier pada ketua suku Banyu. “Aku akan melupakan segala perbuatan burukmu dalam hidupku selama menderita di Selter Agung. Tapi, aku tak akan berdiam diri jika kau mengorbankan rakyat kota ini. Serahkan kepemimpinanmu padaku!”Para panglima di bawah kepemimpinan Bayu Sagara semakin marah. Tapi, Bayu Sagara sendiri terbahak-bahak.“Kau benar-benar anak yang bodoh. Aku mengirimmu ke Selter Agung agar kau bisa lebih kuat dan mampu memimpin suku bahkan negeri ini. Tapi, sekarang kau kembali sendirian dan melakukan pemberontakan?”cibir Bayu Sagara. “Pasukan, bunuh dia! Eksekusi di depan semua rakyat kota ini agar mereka belajar untuk tidak menjadi bodoh seperi anakku!”Xavier mengeluarkan cakar-cakarnya. “Hentikan, Aya
Rion kembali ke lembah kematian dengan membawa inti rubah emas yang sudah menghitam. Hutan Sonyu di malam hari terlihat lebih terang dari sebelum-sebelumnya setelah Rion menyerap sebagian energi gelapnya. Akan tetapi, kabut hitam tipis masih menyelimuti. Saat dia memeriksa keadaan di sekitar lembah kematian dari udara bersama elang pancasona, kabut hitam mulai menebal lagi secara perlahan.“Kabut hitam ini tak akan berhenti dan terus bermunculan jika lubangnya tidak ditutup.”Kekhawatiran Rion hanya dijawab kaokan oleh elang besar yang ditungganginya. Elang itu terbang rendah dan menurunkan Rion di dekat lembah kematian. Di sisi lain lembah, ada seseorang yang berusaha memurnikan kabut-kabut itu.“Maitreya?” Rion menyapa ragu-ragu.Maitreya terbatuk dan jatuh bersimpuh. Dia memuntahkan darah pekat hingga menodai gaun putihnya. Rion berlari ingin membantu, tapi ahirnya dia hany