Home / Pendekar / Panglima Kalamantra / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Panglima Kalamantra : Chapter 1 - Chapter 10

164 Chapters

BAB 1| Pengkhiatan

Serangan terjadi di klan Kalingga. Rion mendapat tugas jaga di luar. Setelah mendapat kabar ayahnya terluka, dia segera berlari dan menerabas semak belukar.Rion melompati pagar rendah dari bambu dan menerbangkan segumpal debu yang beraroma masam. Tubuh rampingnya menyelinap di sela-sela tanaman singkong yang kurus hingga berhasil tiba di sebuah bangunan bekas perpustakaan kota yang dindingnya jebol sebelah. Dia menaiki satu persatu anak tangga hingga tiba ke lantai tiga. Di sana sudah berkumpul anggota tetua Klan Kalingga dalam suasana bisu yang mencekam.Mata Rion merebakkan air mata. Dia selalu membayangkan hal ini akan terjadi. Pada kenyataannya, Rion tak pernah siap dan tak cukup keyakinan diri. Kerumuman itu terpisah antara laki-laki dan perempuan. Saat sadar Rion tiba di sana, mereka membelah diri untuk memberi pemuda itu jalan.“Ayah? Apa ayahku baik-baik saja?” desak Rion.“Kau pikir aku akan mati semudah itu? Uhuk-uhuk....”Seorang pria kurus berambut ikal tengah berbaring t
last updateLast Updated : 2023-08-23
Read more

BAB 2| Pendekar yang Hilang Ingatan

“Di mana aku? Kenapa aku berada di sini?”Kepalanya terasa ditusuk-tusuk dan sakit luar biasa. Dengan tangan masih gemetar hebat, dia pegangi kepalanya yang berdenyut. Ada cairan hangat mengalir di belakang kepalanya. Dia mengusapkan tangan dan darah merah melekat di telapaknya.“Apa aku terbentur?”Pria itu tidak ingat bagaimana dia bisa terluka dan jatuh ke sana. Satu-satunya petunjuk yang dia miliki adalah kalung di lehernya. Sebuah pecahan batu pipih dengan ukiran-ukiran simbol terkalung di lehernya. Di sisi lain pecahan batu itu terukir kata RION.“RION? Apa itu namaku?” Dia usapkan jempol ke permukaan ukiran huruf-huruf itu.Tiba-tiba sekawanan burung datang dan mengerumuni tubuh Rion. Rion menjerit dan menghalau kepakan serta cakaran burung-burung itu. Sebuah potongan kenangan muncul di pikirannya. Seseorang mendorongnya dari puncak tebing.“Temukan tujuh dewa perang yang hilang!” bisik burung-burung itu di antara kepakan sayapnya.Rion menyilangkan kedua lengan untuk melindung
last updateLast Updated : 2023-09-05
Read more

BAB 3| Singa Pelindung

“Aakh,” rintih Rion sambil berusaha bangkit, tapi punggungnya begitu kaku. Dengan ditopang oleh kedua tangan berototnya, perlahan-lahan dia mulai merangkak hingga membuat rambut panjangnya berjatuhan ke bahu dan dada. Rion berhenti dan menggenggam ujung rambutnya sendiri.“Kenapa? Apa yang terjadi padaku?” Dia jumput dan periksa dengan seksama rambut hitamnya yang tiba-tiba berubah menjadi merah terang saat diterpa matahari.Rion memandangi kedua telapak tangannya yang dipenuhi darah kering dan meraba-raba sekujur tubuhnya untuk memeriksa luka. Dia teringat pada pedang yang ditancapkan oleh pengemis tua itu ke punggungnya.Pemuda itu segera meraba punggung dan tidak ada apa pun di sana. Dia meraba perut yang dalam ingatannya pedang itu menembus dari punggung hingga ke perut. Rion bahkan membuka kemejanya yang basah penuh darah hingga perut dan dada bidangnya terpampang.“Tak ada bekas luka sama sekali di sana,” bisiknya.Semua masih seperti sediakala. Namun, begitu Rion memeriksa tan
last updateLast Updated : 2023-09-05
Read more

BAB 4| Bandit Utara

Rion bersama sang singa memacu kecepatan untuk mencari sumber teriakan. Udara terasa begitu lembap. Jalan-jalan yang lengang dipenuhi dengan guguran dedaunan cokelat kekuningan di sepanjang kiri dan kanan dari pepohonan yang meranggas.Rion menunggangi singanya. Dia menyembunyikan wajah di bawah topi lebar. Mereka baru saja melintasi jembatan beton yang menjadi batas pemisah antara dua wilayah.“Di mana kita sekarang?”“Entahlah,” ujar sang singa acuh tidak acuh. “Bukankah kau harus fokus pada tujuanmu? Kenapa kau malah ke sini? Tujuan kita di arah sebaliknya.”“Sudah kukatakan. Aku mendengar seseorang berteriak!”“Mungkin hanya suara angin. Sepertinya tidak ada makhluk hidup di sini. Karena tidak ada air sama sekali.”Air sungai di bawah jembatan itu mengering dan hanya menyisakan bebatuan serta tumpukan sampah yang menguarkan aroma busuk.“Kau yakin akan masuk ke wilayah ini?” tanya sang singa. “Maka kita akan semakin jauh dari tujuan. Kita harus menemukan Panglima Karang. Seharusn
last updateLast Updated : 2023-09-05
Read more

BAB 5| Gadis Pemilik Dua Pedang

“Hei!” Rion berteriak sambil mengulurkan tangannya. Dengan susah payah, Rion berhasil membawa gadis itu kembali ke atas. “Kau baik-baik saja?”Gadis itu basah kuyup dan tubuhnya menggigil. Dia tidak menjawab tapi malah mengayunkan pedang pada Rion.“Kau! Bandit utara, serahkan ayahku!”Rion mundur sambil mengangkat kedua tangan. Dia bersiap mencabut celurit dari balik punggungnya.“Apa kau tadi yang berteriak meminta tolong?”“Cih, kau pikir aku membutuhkan pertolongan?” desis gadis itu. Dia tampak tangguh dan sangat waspada.“Oh, jelas sekali kau membutuhkan pertolongan, Nona!” sindir sang singa. “Kau berteriak seperti anak ayam yang kedinginan. Dan lihatlah sekarang! Kau malah menodongkan senjata pada orang yang telah menolongmu? Tidak tahu diri!”“SINGA?” jerit gadis itu. “Bisa bicara?”Gadis itu semakin panik. Dia ayunkan pedang pada singa dan juga Rion secara bergantian.“Hei, itu berbahaya!” teriak sang singa.“Nona, tenanglah! Kami bukan bagian dari bandit utara seperti yang ka
last updateLast Updated : 2023-09-05
Read more

BAB 6| Mencari Panglima Karang

Tabir kabut pagi masih mengambang dengan pekat. Usai berhasil lepas dari kekangan Nara, Rion melanjutkan perjalanan bersama sang singa. Kini dia berada di persimpangan sebuah jalan.“Kau yakin Panglima Karang yang akan kita cari ada di sana?”“Yeah, sudah kukatakan berulang kali. Aku mendengar dia menjadi buronan di sana. Kita harus mendapatkannya lebih dulu sebelum orang lain.”Rion harus memutuskan memilih jalur kanan ataukah kiri. Dia tahu, keberuntungan berada di satu sisi dan nasib malang di jurusan yang lain. Pada saat-saat seperti itu, ingin sekali rasanya dia melempar dadu untuk menentukan ke mana harus pergi. Pada sebuah dadu, seperti juga dirinya, akan selalu ada kemungkinan.Pemuda itu mengikuti suara burung pagi yang berkicau di antara selimut kabut. Sang elang memelesat di atas. Rion bisa merasakan kepakan sayapnya. Dia memeluk leher singa raksasanya dan memerintahkan agar pergi ke kanan. Singa itu berlari dengan kecepatan tinggi. Rion merasa nyaman sekali menunggangi tub
last updateLast Updated : 2023-09-06
Read more

BAB 7| Teror di Kota Lamma

Suara kentongan bambu yang dipukul terdengar semakin riuh. Para warga mulai berdatangan dengan membawa senjata masing-masing untuk memburu si panglima karang yang telah membantai sejumlah warga secara acak.Pria bertopeng itu mundur dan melarikan diri sambil berteriak lantang, “Ini hanya peringatan untuk kalian! Aku adalah Panglima Karang sang legenda. Dengan jurus pedang karang, aku bisa membunuh kalian dengan sangat mudah! Haha....”Perempuan yang meringkuk tak berdaya itu berusaha mengejar, “Tunggu! Kau tidak bisa pergi begitu saja!”Rion menahan perempuan itu. “Nona, kau terlalu ceroboh melawan orang seperti itu sendirian.”“Tapi, dia telah menyebarkan fitnah! Jurus pedang karang yang dia sebutkan adalah jurus yang diciptakan oleh ayahku dan tidak ada hubungannya dengan klan Karang atau Panglima Karang yang melegenda itu. Tidak mungkin kami menjadi seorang pembantai!”Rion mengerti kegelisahan perempuan itu. Dia juga sadar kalau sosok bertopeng itu adalah Panglima Karang palsu.
last updateLast Updated : 2023-09-06
Read more

8| Pertaruhan Masa Depan

Selter Agung, dua minggu yang lalu.Suara raungan dan erangan terdengar nyaring memekakkan telinga. Ruang bawah tanah puri utama seketika menjadi sangat mencekam. Dua orang samurai yang bertugas menjaga pintu menuju ke penjara bawah tanah saling melirik dengan tawa lemah dan wajah ketakutan.“Aku lebih takut pada perempuan Yanbian itu daripada para penghuni penjara bawah tanah!” ujar seorang penjaga.“Siapa yang mengumpulkan para penjahat berbahaya itu di bawah tanah?” tanya seorang yang lain.“Kau pikir itu Shogun Sakka Kodaichi? Kau salah! Siapa lagi kalau bukan ....”Brakk ... pintu terbuka. Keiko berdiri di sana dengan aroma anyir darah dan peluh di sekitar wajahnya. Rambut panjang perempuan itu menjadi sedikit kusut dan berantakan. Salah seorang penjaga mengulurkan sapu tangan katun bersulam bunga plump yang diterima Keiko dengan wajah datar. Dia seka darah pada pedangnya menggunakan sapu tangan itu.“Bawa tabib dari balai pengobatan ke sini! Dan jangan pernah berikir untuk melep
last updateLast Updated : 2023-09-06
Read more

9| Pendekar Merah

Malam hari di Kota Lamma terasa begitu mencekam. Sejak sore tak ada seorang pun yang terlihat keluar rumah. Semua orang takut dengan teror yang dilakukan oleh sosok bertopeng yang mengaku menjadi Panglima Karang si legenda. Tak ada yang tahu apa motif dan alasannya menyerang warga kota secara acak.Pada salah satu jalan kota yang lengang, terdapat sesosok pria berpakaian serba hitam yang mengenakan topeng iblis merah. Sosok bertopeng itu berdiri di ujung jalan untuk mengadang seorang pria berambut merah yang sedang melintas di sana. Mereka saling berhadapan.“Lepas saja topengmu, Panglima Karang palsu!” ujar si pria berambut merah yang sedang melintas sambil menarik celurit dari balik punggungnya.“Cih, orang dusun, Bengal! Sudah kukatakan akan kubunuh siapa saja yang kutemui di jalan!” ujar sosok bertopeng yang mengaku sebagai Panglima Karang.Mereka berdua berlari mendekat untuk saling menerjang dengan senjata masing-masing.Tak! Dua bilah celurit tersilang untuk menahan ayunan peda
last updateLast Updated : 2023-09-06
Read more

10: Siulan Magis

Rion berlari ke kamar penginapannya dan membuka pintu geser dari bambu berlapis kertas itu dengan terengah-engah. Dia berlari cukup jauh untuk mengejar Nara dan mencegah dari berbuat sesukanya.“Apa yang kau lakukan di kamarku?” Rion membeliak tak percaya.Nara sedang melepas kemejanya saat Rion membuka pintu tanpa peringatan. Gadis itu cepat-cepat meraih kemejanya lagi dan menutupi tubuh sekenanya.“Dasar, pria mesum!” teriak Nara sambil melemparkan belati ke arah Rion.Pemuda itu cepat-cepat menutup pintu lagi hingga belati itu tertancap ke sana. Rion menghela napas lega di luar pintu kamar. Dia sudah siap memuntahkan beragam umpatan dan makian, tapi urung saat sudut matanya menangkap kehadiran Anila di ujung lorong. Wajah perempuan itu tersembunyi sebagian dalam kegelapan. Di kedua tangannya, dia membawa yukata, selimut tambahan, dan handuk bersih.Rion berusaha menjelaskan sesuatu pada Anila, tapi perempuan itu cepat-cepat pergi dari sana tanpa menoleh pada Rion setelah menyerahka
last updateLast Updated : 2023-09-06
Read more
PREV
123456
...
17
DMCA.com Protection Status