Pemuda berambut perak itu akhirnya membuka suara setelah menghela napas beratnya. “Namaku Silver. Aku akan bergabung,” ujarnya lirih.
Rion tersenyum penuh semangat. Anila melipat tangan ke dada dengan wajah serius. Karuna cemberut.
“Sebaiknya, kita memencar dan berkumpul lagi di wilayah perburuan kita pada hari ketiga,” usul Rion.
Tiba-tiba, Karuna berjalan ke arah Silver dan berkata, “Aku akan pergi dengan bocah ini!”
“Yosh, aku akan memimpin perburuan untukmu, Anila!” Rion tersenyum senang yang dibalas Anila hanya dengan kedipan mata.
“Aku bukan bocah!” geram Silver saat Karuna mendekatinya.
Karuna mengabaikan protes pemuda itu dan menarik kepalanya dengan candaan. “Ayo, kita berburu!”
Silver tak punya pilihan lain. Meski kesal, dia menurut juga pada Karuna yang mem
Di sisi hutan Sonyu yang berbeda, Karuna dan Silver berlarian memburu seekor rubah berbulu emas yang sangat lincah. Rubah itu sulit sekali untuk ditangkap. Mereka cerdas dan juga gesit.“Hosh... Hosh... A-apa k-kau punya i-ide?” Karuna membungkuk di depan sebuah tumpukan bebatuan vulkanik yang berat dan besar dengan napas terengah-engah.Silver berdiri di sisi yang berbeda sambil menungging untuk mengintip sang rubah yang masuk ke dalam celah bebatuan.“Dia terjebak di sana!” ujar Silver.“Bagaimana kau tahu?”“Lihatlah! Dia tak bisa bergerak. Kita harus menolongnya!” rengek Silver pada Karuna.Karuna berdiri tegak dan merentangkan tangan kanannya. “KAPARA!” Asap hitam pekat datang menyelubungi tubuh Karuna dan sebuah kapak raksasa muncul di genggaman tangan kanannya.Silver terk
“Energi!” ujar Karuna berhati-hati. “Mereka mengeluarkan gelombang energi yang cukup kuat karena berada dalam jumlah besar. Dari tadi aku kesulitan mengikutinya karena energi yang dikeluarkan satu rubah sangat samar. Aku sempat ragu. Sekarang aku yakin bahwa ini adalah energi para rubah.”Di tengah padang bunga itu, matahari sedikit menyinari meski tetap terasa pekat karena kabut yang tebal. Mereka kehilangan orientasi waktu, tak bisa membedakan kapan siang dan kapan malam. Bunga-bunga yang tumbuh di sana juga pucat dan berwarna gelap. Di beberapa sisi yang tak mendapat sinar matahari, warna bunganya bahkan sampai menghitam.“Silver, hatimu terlalu lembut, tapi kita tak akan bisa mendapatkan rubah-rubah itu jika terus seperti ini,” Karuna berujar.Silver menunduk.“Apa sebenarnya tujuanmu ikut dalam kompetisi ini?” desak Karuna.Sil
Padang bunga menjadi satu-satunya wilayah perburuan yang diterangi cahaya matahari saat ini. Kecerahan itu seperti cahaya lampu yang menarik para ngengat dan serangga untuk datang mengerumuninya. Mereka semua—para pemburu—tergoda dengan ratusan rubah bulu emas yang ternyata bersembunyi di padang bunga.Xavier yang sebelumnya menjaga rubah-rubah itu, memilih mengundurkan diri dan pergi tanpa ada yang menyadari. Karuna dan Silver kehilangan sosok pria bertopeng rubah misterius di antara lautan pendekar tanpa suku yang mulai berdatangan. Mereka berburu rubah dengan cara dan tekniknya masing-masing.Kelompok suku Tanah mulai menebar jaring bermantra dan menembakkan panahnya. Suku Api dengan kekuatan pengendali apinya yang merepotkan, menebarkan banyak api untuk memberangus bunga-bunga yang ada dan memburu sarang rubah. Suku Banyu sendiri sebagai tuan rumah penyelenggara merasa kesal dengan karakter suku Api. Mereka mengerahkan kemamp
Merasakan kondisi Rion yang hampir hancur, sang singa muncul seketika dari dalam celurit pemuda itu. Dia melompat dan mengaum. Auman singa itu dipahami Rion sebagai perintah. Rion segera mengikutinya dengan jantung yang serasa ingin meledak.“Pancasona, leburkan!”Tubuh Rion mengeluarkan balik energi gelap yang sudah diserapnya menjadi energi pancasona yang bisa merusak materi sihir di sekitarnya. Raven terpukul mundur akibat gelombang energi itu dan sesaat kehiangan kekuatan. Gagak-gagak hitam ciptaannya juga melebur menjadi asap. Kepekatan udara di dasar jurang menjadi terurai dan aliran udara serta angin mulai masuk ke sana. Suasana gelap sedikit berkurang dan cahaya mentari senja mulai menyinari dasar jurang yang sebelumnya terasa seperti di dalam gua terdalam.“Inikah kekuatan sihir pancasona? Siapa dia sebenarnya?” Raven terlepas dari jeratan sihir pancasona yang sempat membelenggunya dan ja
Karuna berusaha keluar dari arena perburuan. Dia menyusuri jalan masuk yang pernah mereka lalui. Tapi, dia merasa hanya berputar-putar saja di satu tempat. Kabut yang semakin tebal membuat penglihatannya terbatas. Karuna sudah dibuat putus asa dan kehabisan tenaga.Hal yang sama juga terjadi pada Xavier. Dia memburu Karuna dan Silver ke padang bunga, tapi tak ada orang sama sekali di sana. Dia mencari jejak mereka dengan mengikuti sisa-sisa pertempuran dan menemukan beberapa bercak darah para mutan yang berwarna hitam. Tapi, lagi-lagi seakan semuanya lenyap begitu saja.Rion dan singanya melompati satu persatu bebatuan yang ada di sana sampai mereka tiba ke puncak tebing tertinggi. Kabut semakin menipis seiring dengan ketinggian. Hal tersebut berbanding terbalik dengan kabut putih alami yang umum ditemukan di pegunungan biasa.“Ini kabut sihir!” ujar sang singa dengan sedikit terengah karena harus terus menan
“Bukan mereka tak ada, tapi tak berani menampakkan diri. Kekuatan spiritual kabut pekat ini sangat mengganggu. Keberadaannya seperti racun bagi makhluk hidup itu sendiri,” terang Rion.“Tapi, kita baik-baik saja, kan?”Rion menatap Karuna tajam. “Karena kita memiliki energi spiritual di atas rata-rata orang normal!”Saat itu juga, Rion dan Karuna menoleh pada Anila.“Apa? Kenapa kalian melihatku seperti itu?”Rion mengalihkan pandangan dan menepuk pundak Karuna lalu berbisik, “Dia ketua klan Angin Utara. Ilmu pengobatannya tak bisa diremehkan. Kukira, dia juga seharusnya bisa mengendalikan angin, tapi entahlah.”“Kau juga curiga padanya?” bisik Karuna.“Kita patut curiga pada siapa saja di saat seperti ini!”Karuna sedikit terkejut kat
“Kau pikir bisa lolos dari sini?” Seorang pria menyeringai dengan sepasang mata melotot penuh ancaman. “Kau hanyalah pemuda yang naif! Berani sekali kau melarikan diri dari Selter Agung?”Xavier yang terjerat oleh jaring sihir tubuhnya melemah seketika. Akan tetapi, dia merasa emosinya menggelegak karena pernyataan pria di hadapannya. Dia menuntut penjelasan dari pria itu.“Aku memang menjual dan mengirimmu pada mereka, Anak tak berguna!”Xavier berusaha melepaskan diri dari jaring, tapi sebuah dart ditembakkan ke arahnya dan mengenai dada.Pria itu mundur dan memberikan perintah pada sejumlah samurai yang ternyata sudah ada di sana mengelilingi mereka. “Bawa dia ke puri!”Xavier mencabut dart itu tepat saat seorang perempuan berpayung yang mengenakan qipao hitam mendekat dan menunduk ke arahnya. Perempuan bermata sipit dengan gincu
“Kami beruntung sekali, bukan? Sekali jaring, banyak ikan besar kami dapatkan.” Keiko melirik pada Xavier. “Siapa yang mengira jika festival lima tahunan kali ini juga menjaring para Jenderal Mahapanca dari utara. Eh, sebut saja Jenderal Gagak Hitam—pelarian yang kabur bersamamu, Panglima Angin, Panglima Karang, dan yang paling menarik tentu saja Penyihir Merah!” Keiko tergelak sangat puas.Silver tersentak. Rasa ingin tahunya tak lagi bisa dia sembunyikan. “Penyihir Merah?”Keiko berbalik. “Baiklah, setelah semuanya berhasil ditangkap, lalu kita akan berpesta besar di Selter Agung untuk merayakan reuni yang menarik ini!” Dia berjalan menjauh.“Jadi, kau memang Panglima Bondowoso yang banyak dicari itu?” Xavier tergelak. “Aku menawarkan padamu untuk bergabung bersama Jenderal Mahapanca di utara. Bergabunglah bersama kami!” pinta Xavier dengan p
“Ayaah!” teriak Lilian. “Di mana kauu...?”Di tengah-tengah lautan pertempuan antara klan kultivasi dengan pasukan mayat hidup itu, seorang pria tua dengan jenggot putih panjang tertatih mencari keberadaan putrinya.“Ayah!” teriak Lilian sekali lagi.Tuan Besar Zang mengikuti sumber suara sang putri. Dia berjalan mendekati arah Lilian berada meski di sekitarnya ada banyak sekali hujan anak panah, tebasan pedang, dan hunusan tombak. Dia berusaha mengindari mereka semua sebisa mungkin.“Ayah! Pergi dari sana!” Lilian panik seketika mendapati sang ayah mendekat dengan tubuh yang tak terlihat baik-baik saja.“Pandai sekali dia memainkan peran,” sengih Eknath begitu melihat Tuan Besar Zang muncul di sana meski sudah sangat terlambat.Sejumlah pasukan mayat hidup menyerang siapa saja yang masih menjadi manusia. Mereka semakin brutal. Tuan
Melihat kemunculan Lilian bersama pusaka mata naga membuat seluruh anggota klan kultivasi yang lain tertarik. Mereka tak lagi berpura-pura bergabung dalam pemberontakan untuk melawan klan Wan. Tujuan mereka sebenarnya adalah ingin merebut pusaka mata naga.“Aku... tak bisa bergerak.” Eknath terjatuh ke tanah.“Brengsek! Segel itu memakan energinya,” gumam Karuna yang berdiri di luar segel ciptaan Lilian.Traaang!Lilian mengayunkan lagi dawai kecapinya ke arah Eknath yang terjebak. Pria itu muntah darah akibat cambukan dawai iblis Lilian tepat ke pusat inti energinya.“Jangan sakiti dia!” teriak Karuna marah.Lilian berhenti memainkan kecapinya dan berdiri menatap mereka berdua. Dia ulurkan tangan ke depan dan menyerap seluruh energi yang terjerat di dalam segel. Warna merah segel memudar seiring dengan keluarnya energi gelap di dalam tubuh Eknath.
“Siapa pun tolong aku!”Para mayat hidup yang terdiri dari pasukan Wan berlarian memburu Tuan Muda Wan. Jumlah mereka semakin banyak. Tuan Muda Wan terus berlari tapi tak ada tempat perlindungan untuknya.“Akan aku bayar kalian dengan apa saja kalau bisa menyelamatkanku!” Pria itu sangat ketakutan sampai tak bisa lagi berlari.Napas Tuan Muda Wan terengah- engah. Ketakutannya tiba-tiba berbalik menjadi keberanian saat dia teringat pada sesuatu yang dia miliki. Pria itu merogoh baju dan mengeluarkan sebuah kantung khusus penyimpan pusaka.Para mayat hidup itu seketika terhenti begitu kantung di tangan Tuan Muda Wan terbuka segelnya. Tuan Muda Wan mengeluarkan sesuatu yang bercahaya dengan warna hitam pekat di dalamnya. Masing-masing benda yang keluar dari kantung melayang di permukaan tangannya dan bersatu membentuk sebuah bongkahan bola yang kehilangan satu bagian.“Pusaka
Perempuan itu berlari ketakutan. Dia mencari pertolongan pada siapa saja yang masih hidup di sana. Tapi, rumah mewah itu sangat lengang dan gelap. Di sepanjang dia berlari hanya menemukan mayat para penjaga yang ditempatkan Tuan Muda Wan di sana.Di kejauhan terdengar suara kecapi mengalun rendah dan merdu. Perempuan itu berhenti dan menegang seketika. Dia raba tengkuknya yang meremang.“Suara apa ini?” Matanya melotot lebar dan berputar-putar di lorong antara taman dan rumah utama.Suara kecapi itu semakin keras dan mendekat. Dia menatap ke langit yang mendung dan bulan purnama yang tertutup awan.Traaang!Gema kecapi tiba-tiba meninggi dengan kasar. Perempuan itu panik. Seiring dengan alunan kecapi yang menggila, di sekitarnya para mayat pasukan Wan yang bergelimpangan mulai bergerak-gerak. Mayat-mayat itu seperti boneka marionate yang digerakkan oleh benang tak kasatmata.Perem
Saat pengintai itu akan berbalik pergi, sebuah tombak meluncur di depan kakinya. Dia terduduk dan mundur dengan wajah pucat. Dari belakang, seorang pria menghunuskan pedang dari punggung menembus dada sang mata-mata.“Hah, kau mau memata-matai kami?” seringai pria yang berdiri di depannya sambil mencabut tombak yang sebelumnya dia lemparkan.Mata-mata dari klan Wan itu muntah darah dan mati seketika.Mereka terlambat, rekan sang mata-mata sudah melemparkan mantra ke langit untuk memberi tahu pasukan yang lain keberadaan para pemberontak di sana. Pria bertombak menghunus jantung sang pengirim pesan.Seluruh anggota pasukan pemberontak menyadari mantra yang terbang itu akan datang membawa pasukan klan Wan untuk menyerang markas mereka. Seluruh anggota pasukan pemberontak bersiap untuk menghadapi serangan.Di markas pusat klan Wan, Tuan Muda Wan terlihat gelisah dan ketakutan. Selama tiga malam
Karuna dan Eknath mendatangi permukiman terdekat. Mereka mengikuti sumber cahaya yang terlihat masih menyala di perbatasan kota.“Sepertinya di sini baik-baik saja....”“Ya, tampaknya mereka hanya menyasar markas pengawas klan Wan.”Saat melintas di salah satu gang permukiman warga, mereka mendengar sebuah keluarga tengah berbincang-bincang.“Sesuatu tengah terjadi di markas pengawas utara juga. Mereka semua menyelamatkan diri ke sini. Begitu yang aku dengar.”“Tak hanya di sana. Aku baru kembali dari timur. Aku lihat di sana juga kacau. Aku segera kembali dan urung melakukan perjalanan. Kata orang-orang semua markas klan Wan dikutuk oleh iblis jahat!”“Aku dengar yang melakukan adalah iblis dari Gunung Iblis! Mereka memburu pemilik pusaka mata naga. Siapa lagi kalau bukan klan Wan yang punya?”“Entahlah. Jika kau me
“Aku menerimanya!” teriak Eknath setuju dengan penawaran sosok misterius dalam bayangan gelap itu. “Bebaskan aku sekarang! Aku setuju dengan kesepakatan yang kau berikan!”Sosok yang tersembunyi dalam gelap itu menyeringai.“Hei! Lepaskan aku!”“Berikan padaku sumpah jiwa dengan tombak acala ini sebagai jaminannya!” tuntut sang sosok misterius.“Keparat!” umpat Eknath.Dia tak punya pilihan lain. Eknath pun merapal mantra pelepasan jiwa atau merogoh sukma. Kini, separuh jiwanya berada dalam genggaman sosok misterius itu. Jiwa tombak acala adalah separuh kehidupan Eknath. Dia serahkan jiwa tombak itu sebagai jaminan dan akan kembali padanya jika Eknath sudah menyelesaikan kesepakatannya.Jerat-jerat sihir di tubuh Eknath memudar. Dia bisa bangkit dan memijit pergelangan tangannya yang sebelumnya terikat jerat.“ACALA!
Di sebuah taman pribadi yang mewah dan megah dengan banyak tanaman menghiasai, seorang perempuan dalam gaun sutra tipis berjalan dengan talam di tangan. Dia membawa seperangkat alat untuk jamuan teh.Di gazebo ada seorang remaja yang tengah membersihkan pedangnya. Perempuan pembawa baki teh itu mendekat. Dari arah yang berbeda, seorang pria berlari-lari dengan tergesa.“Tuan Muda... Tuan Muda....”Remaja yang duduk di gazebo itu menengok pada sang pria. “Kenapa panik sekali?”“Hosh... Hosh... Anu... Itu... Di depan ada perwakilan dari klan Wan!”Prang!Baki teh yang dibawa perempuan bergaun sutra terjatuh. Remaja yang duduk di gazebo semakin gusar.“Apa lagi sekarang, Kak?” tanyanya pada sang perempuan.“Ini pertanda buruk, Chyou! Apa kau lupa bagaimana klan Zang dibumihanguskan oleh mereka?”“L
“Ke mana kalian akan membawaku?” tutur Lilian lirih saat tubuhnya diseret oleh lima pria anak buah si perempuan bergaun ungu.Perempuan bergaun ungu itu terhenti. Dia tiba-tiba menyeringai karena mempunyai sebuah ide.“Bawa dia ke kawah iblis!”“Tapi, Nona... tempat itu....”“Ini perintah! Apa yang aku ucapkan juga mewakili perintah Tuan Muda Wan!”Kelima pria yang menyeret tubuh Lilian ragu-ragu.“Ka-kami tidak berani!”“Kalian akan mati di sini jika menolak! Bawa dia ke kawah iblis, sekarang!”Kelima pria itu mulai membawa Lilian menuju ke jalan kawah iblis tak jauh dari hutan bambu hitam. Mata Lilian yang bengkak tak bisa melihat dengan jelas. Tapi, hidungnya bisa mencium aroma daun bambu yang basah dan terbakar.Seluruh tanaman di Gunung Iblis didominasi warna hitam dan kelabu. Semuany