“Bu, jangan begitu sama Sergio. Hargai perasaannya. Dia itu baik, bahkan berbakti sama Ibu. Coba Ibu pikirkan jika tidak ada Sergio, siapa yang akan menanggung biaya pemakaman Bapak? Biaya yasinan selama seminggu, bahkan sampai acara empat belas hari. Itu semua pakai uang dia. Kalau dia itu tidak peduli sama kita, tidak mungkin dia mau habis-habisan begitu. Tagihan rumah sakit juga dia yang nanggung, bahkan sampai ganti motor tetangga juga, dia yang menanggung semuanya. Semua pengeluaran Clayton selama di sini juga sudah diganti sama uangnya.” Aku meminta dengan memelas pada Ibu, berharap agar sikapnya kembali seperti sedia kala. Setidaknya tidak terlalu cuek pada suamiku itu. Namun, tampaknya Sergio telah menjadi begitu buruk di mata Ibu. Ia tidak ingin mendengar sama sekali. Bahkan tidak peduli saat aku berbicara padanya. Ia memilih sibuk sendiri, meraih sapu, lalu menyapu lantai yang tidak kotor sama sekali. “Ibu! Ibu bisa menghargaiku sedikit saja?! Aku lagi bicara sama Ibu!” Ku
Baca selengkapnya