All Chapters of Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati: Chapter 31 - Chapter 40

228 Chapters

31. Menjaganya

“Nadina, saya baik-baik saja. Kamu tidak perlu sekhawatir ini,” lirih Nadhif saat melihat wajah cemas Nadina menjadi raut utama di wajahnya. “Mas Nadhif seperti ini karena Nadina, Nadina minta maaf. Sebentar Nadina ambilkan obat merah!” pekik Nadina lalu bangkit dan berjalan hati-hati ke arah kotak P3K yang ada di dekat lemari. Nadina dengan segera mengobati luka Nadhif lalu membalutnya dengan penutup luka berwarna cokelat muda itu. “Terima kasih, Nadina! Maaf sudah merepotkanmu,” lirih Nadhif. “Jangan bilang seperti itu,” sahut Nadina. Singkat cerita, akhirnya usai mereka selesai membersihkan seluruh pecahan kaca itu, mereka kembali ke ruangan pertemuan itu bersama-sama. Nadhif masih memegang tangan Nadina sebagai bentuk penjagaannya untuk sang istri yang mungkin merasa kembali cemas. “Jangan berjauhan dengan saya, Nadina. Kita makan bersama, saya akan menjagamu.” Nadhif berbisik tanpa menoleh ke arah Nadina. Seluruh keluarga langsung memandang ke arah datangnya Nadhif dan Na
Read more

32. Kali Ini Benar Tulus

Sore itu, usai melaksanakan sholat ashar di masjid besar pondok, Nadina dan Nadhif memutuskan untuk berkeliling area pondok bersama. Baru saja kaki mereka menapak keluar area masjid, para anak kecil langsung menghampiri Nadhif dan Nadina juga menyalami keduanya. Ada yang berbeda kali ini, jika pertama kali saat kedatangannya kemari disambut anak kecil ia sedikit kesal, kali ini Nadina lebih mampu menikmati kehangatan yang ada di sana. Ia benar menyapa para anak kecil itu dengan senyuman manis di wajahnya. “Gus sama Mbak Nadina mau ke mana?” tanya salah seorang anak kecil dengan hijab putih menutup kepalanya. “Hmm, ke mana, yah?” goda Nadina mencoel pipi si anak sambil melirik ke arah Nadhif yang tersenyum ke arahnya. “Haha, kakak lucu sekali! Masa tidak tahu hendak ke mana! Main ke rumah Alin aja, Mbak! Ibu Alin membuat es krim, lho! Enak sekali!!” pekik bocah berhijab putih bernama Alin itu. “Kedengarannya menarik,” tutur Nadina lalu menoleh ke arah Nadhif untuk bertanya apakah
Read more

33. Dengannya

Mendengar celetukan yang mengusik pertemuan kedua mata antara Nadhif dan Nadina, sepasang suami istri itu pun segera bangkit dari dekapan. Nadina tampak malu saat sedikit menjauh dari sang suami, sementara Nadhif pun sedikit merasa canggung. “Yahh, adegan romantisnya sudah selesai!” celetuk orang itu lagi lalu berjalan ke arah Nadhif dan Nadina. “Ehm, Abi Ghafi!” pekik Nadhif lalu segera menyalami pria paruh baya yang seusia abinya sendiri itu. Sementara Nadhif segera menyalami pria bernama Ghafi itu, Nadina hanya terdiam dan mengerutkan dahinya. Setelah semua acara yang ia jalani, tak sekalipun ia melihat pria itu. Usai bersalaman, Nadhif menoleh ke arah belakang dan melihat raut kebingungan terpancar di wajah Nadina. Ia sedikit melambai untuk meminta Nadina menyusulnya. Nadina berjalan kecil lalu hanya sedikit membungkuk dan menunduk sebagai ganti salamnya. “Ini istri Nadhif, Abi! Nadina Hafisa Rahmi. Nama panggilannya Nadina!” pekik Nadhif dengan bangga menyebutkan perkenalan
Read more

34. Memberi Jarak

Nadina langsung memundurkan tubuhnya dan menegakkan pandangannya saat melihat lengan kirinya telah bersinggungan dengan lengan tangan orang lain. Matanya terkejut saat melihat seseorang yang berdiri di hadapannya kini. Sontak saja ia menoleh ke arah Nadhif. Dilihatnya sang suami masih sibuk membayar pigora pilihan mereka, Nadina segera menarik tangan orang di hadapannya itu menjauh dari pandangan Nadhif. “Eh, Nadina? Ada apa?” “Mas Dewa kenapa ada di sini?” tanya Nadina sambil terus melirik ke arah Nadhif. Sangat jelas ia amat takut jika sang suami mengetahui ia berada di sana bersama Sadewa. “Aku sedang menemui klienku yang menawarkan jasa suvenir untuk pernikahan, Nadina. Kamu datang kemari dengan Nadhif?” tanya Sadewa. Nadina mengangguk cepat. “Tapi bisa tidak, Mas Dewa jangan berkeliaran dulu di sini sebelum aku dan Mas Nadhif pergi? Sebentar lagi kami akan pulang kok!” pekik Nadina. “Mengapa begitu? Ini pertemuan yang tidak disengaja, Nadina. Mengapa harus bersembunyi dari
Read more

35. Tawaran sang Pujaan

“Iya, Sadewa mencarimu kemari. Ada yang perlu ia bicarakan juga katanya. Kamu tentu tidak apa jika menemuinya bukan?” tutur Nadhif. Nadina tak bisa membalas. Ia hanya berdiam diri sampai akhirnya Sadewa menyadari keberadaan keduanya dan langsung berdiri dari sofa. “Nadina, hai!” pekik Sadewa dari tempatnya, Nadina melirik ke arah Nadhif yang memberinya kode untuk menemui Sadewa. “Mas Nadhif tidak ikut ke sana? Bukankah Mas Nadhif bilang tidak baik membiarkan Nadina bicara berdua saja dengannya?” tutur Nadina. “Saya ada di sebelah jika memang kamu membutuhkan saya. Saya sudah bilang kepada umi jika ada seseorang yang hendak menemuimu. Kamu tidak perlu khawatir akan disalahkan karena hanya berbincang berdua dengannya.” Nadhif berucap dengan tatapan datar yang dirasa Nadina sangat berbeda dengan Nadhif yang ia kenal. Akhirnya Nadina berjalan menuju Sadewa lalu duduk di hadapan pria itu setelah melihat Nadhif meninggalkan ruangan itu. “Hai, Nadina! Apa kabar? Apakah aku mengganggu pa
Read more

36. Menyembunyikannya

“Mas Nadhif bilang, Mas Dewa hanya menunggu satu jam dengan berbincang bersama dengan mas. Tetapi rupanya lebih dari satu jam? Sebenarnya berapa jam dia sudah menunggu Nadina di sana tadi, Mas?” tanya Nadina vegitu mengunci pintu kamarnya rapat. “Saya tidak pasti melihat jam berapa kedatangannya, Nadina. Saya sedang berbicara kepada seorang santriwan di depan dalem saat dia datang. Jadi saya hanya memperkirakan kapan kedatangannya. Memangnya ada apa? Dia mengeluh tidak suka berbicara dengan saya?’ sahut Nadhif kini membuat Nadina mengalihkan wajahnya. Wanita itu mendesah cukup panjang seolah tak puas dengan jawaban yang diberikan suaminya itu. “Mas Dewa kemari untuk mencari Nadina bukan? Lantas, mengapa Mas Nadhif tidak langsung memanggilnya saja? Kasihan jika dia terlalu lama menunggu,” tutur Nadina kemudian. “Dia datang terlalu pagi untuk bertamu terlebih menemui istri seseorang. Lagi pula saya suamimu ‘kan, Nadina? Sebenarnya ia bisa menitipkan pesan itu kepada saya untukmu. Ta
Read more

37. Pasar dan Hiruk Pikuknya

Nadina dan Aminah kini berjalan di antara deretan penjual sayur dan ikan yang bercampur. Seperti pasar tradisional yang masih kental dengan tawar menawar, pasar itu kini penuh kebisingan dialog antara sang penjual dengan sang penawar, belum lagi suara anak kecil yang menangis. Nadina sedikit memicingkan mata saat harus berjalan di antara lumpur. Semalam memang sebentar hujan hingga tanah di sana sedikit becek untuk dipijak. “Biasanya Nadina dengan Ibu pergi ke pasar mana?” tanya Aminah. Nadina sedikit meringis, sudah tergambar jika wanita itu jarang pergi ke pasar untuk menemani sang ibu. “Jujur saja Nadina jarang turut serta dengan Ibu, Umi. Selain setelah SMA Nadina langsung merantau untuk kuliah, Nadina juga langsung menikah setelah lulus,” tutur Nadina. “Ahhh, iya umi lupa! Baiklah, sekarang jadikan pasar ini sahabatmu, yah! Umi akan tunjukkan di mana kios tempat umi berbelanja biasanya!” tutur Aminah membuat Nadina merasa sangsi. “Bersahabat dengan pasar? Kumuh berlumpur be
Read more

38. Cemburu?

Hari berganti malam saat seluruh keluarga hadir di meja makan dan menyantap makanan buatan Aminah dan Nadina. Nadhif dan Ali mulai memuji kelezatan makanan itu saat baru pertama mencicipinya. “Umi dan Abi tidak salah memilik istri untukmu ‘kan Nadhif? Nadina juga sangat pandai memasak rupanya! Lidahnya sangat pintar dalam mengecek rasa!” puji Aminah. “Syukurlah kalau begitu, biasanya umimu ini jika memasak kadang kurang garam, kadang kelebihan garam,” kekeh Ali membuat Aminah turut tertawa. “Bagaimana dengan para murid pondok, Nadhif? Apakah mereka sudah siap untuk ujian dan wisuda beberapa bukan lagi?” tanya Ali menoleh kepada Nadhif. “Beberapa santriwan dan santriwati telah siap terutama dengan hafalan mereka, namun ada beberapa santri yang harus lebih giat mengejar ketertinggalan mereka, Abi. Tetapi Nadhif yakin jika mereka akan mampu melaksanakannya dengan baik dan lulus tepat waktu,” sahut Nadhif. Pembicaraan itu dilakukan setelah mereka menyantap makanan di hadapan mereka.
Read more

39. Membantu Istri

Nadina menggeliatkan tubuhnya tepat pada pukul tiga di saat jam weker itu berdenting. Namun tatkala ia terus menggeliat menyadarkan diri dalam tidurnya, ia menyadari sesuatu yang lain. Matanya terbelalak saat melihat Nadhif mendekap tubuhnya begitu pun dengan dirinya yang sepertinya mendekap tubuh Nadhif sebelum ia tersadar tadi. “Oh, Tuhan!” pekik Nadina lirih. Ia kembali memandang wajah sang suami dan baru menyadari jika beberapa kancing pada piyama sang suami terbuka, sementara ia mengenakan piyama cekak malam ini. “Se– semalam,” ucapnya terbata. “Nggak! Nggak mungkin! Nggak mungkin Mas Nadhif lakuin itu sama aku! Dia udah janji ‘kan?!” sergah Nadina. Saat wanita itu hendak mengeluarkan dirinya dari dekapan sang suami, sebentar ia melihat wajah Nadhif yang tertidur pulas, sangat tenang bahkan sama tenang seperti ia biasanya. Wajahnya yang teduh nan tampan itu seketika membuat Nadina tiba-tiba mengelusnya. “Aissh!! Kenapa lagi ini!” sergah Nadina lalu langsung dengan cepat kelu
Read more

40. Perkara Tawaran Model

Nadina terkejut bukan main saat dirinya harus mendengar perkataan itu keluar dari mulut Nadhif. Seperti yang ia kira, Nadhif tak akan mengetahui soal urusan model itu. Namun ia salah besar. Kini dengan jelas Nadina tampak berbohong. “Ehm, Mas! Mas Nadhif tahu?” lirih Nadina langsung memutar tubuhnya saat mendapat kesempatan. Nadhif mematikan alat pengering rambut itu lalu meletakkannya di atas meja rias. “Kamu pikir untuk apa saya menahan Sadewa nyaris dua jam sebelum akhirnya mengizinkan dia bertemu denganmu, Nadina?” tutur Nadhif. “Ma– maksud Mas Nadhif bagaimana? Nadina tidak paham.” “Ia datang ke dalem sekitar pukul enam pagi, saya tanya apa tujuannya dan ia terus bergulat dengan alasan hanya bertemu kawan lamanya sama seperti yang kamu utarakan. Saya tahu pasti jika itu bukan tujuan utamanya saat itu. Saya tak segera bergegas pergi dari sana untuk memanggilmu, saya biarkan dia tetap duduk di kursi itu dan meneguk teh seolah sedang menunggu kedatanganmu.” “Sampai akhirnya pu
Read more
PREV
123456
...
23
DMCA.com Protection Status