All Chapters of Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati: Chapter 21 - Chapter 30

228 Chapters

21. Karena Semalam

“Kenapa Mas Nadhif tersenyum seperti itu? Mas Nadhif mau meledek Nadina?” sergah Nadina menatap tajam mata Nadhif. Nadhif sejenak menundukkan pandangannya lalu kembali tersenyum kepada Nadina bersamaan dengan diangkatnya tisu itu dari bibirnya. “Tidak, tidak apa-apa. Maaf karena membangunkanmu dengan begitu mengejutkan,” sahut Nadhif. “Tangan Mas Nadhif sakit?” Nadhif dengan cepat menggeleng. Karena benar meskipun tangannya itu telah sekian jam menjadi bantal tidur Nadina, namun keajaiban datang dan tak membuatnya merasakan sakit atau lelah. “Kalau begitu pasti bibirnya sakit?!” lanjut Nadina. “Tidak, Nadina. Saya baik-baik saja. Sungguh. Kamu tidak perlu khawatir. Semua baik-baik saja. Bagaimana dengan kamu? Ada yang sakit?” tanya Nadhif mengingat jika kepala sang istri juga sempat terantuk. “Tidak ada. Nadina mau ke kamar mandi saja dulu, Mas Nadhif jangan ke sana!” segah Nadina tampak sedikit panik lalu pergi ke dalam toilet segera. Nadhif sebentar menyunggingkan senyuman.
Read more

22. Memulai

Nadhif sebentar mengerutkan dahi dan menaikkan alisnya memandang Nadina. Pemuda itu tampak sangat berharap mendapat jawaban dari Nadina atas kebingungannya yang seketika datang itu. Nadina sejenak memegang ujung bibirnya sebagai pertanda apa yang sang bibi katakan ada hubungannya dengan bibir luka milik Nadhif. Nadhif dengan segera meraba ujung bibirnya, dilihatnya jari jemarinya usai menyentuh bibir itu pelan. Warna merah membasahi jarinya. “Astaga! Sepertinya saya sudah membersihkannya tadi di toilet dan sudah tidak keluar lagi. Kenapa saat berada di hadapan keluarga dia malah tampak bebas keluar seperti ini!” batin Nadhif. “Aah, sudahlah! Tidak apa-apa! Tidak perlu malu seperti itu! Kita semua juga pasti pernah mengalami ini bukan?!” sergah sang bibi memandang Aminah mencari persetujuan wanita itu. “Jangan membuat mereka malu. Ayo segera duduk dan makan Nadhif, Nadina!” kekeh Aminah. Nadhif dan Nadina segera duduk di kursi makan mereka dengan perasaan canggung yang amat memba
Read more

23. Berjarak Satu Ruas

“Ehm, umi jangan seperti ini. Nadina jadi malu. Nadina juga bingung harus menjawabnya seperti apa,” lirih Nadina akhirnya menjawab pertanyaan sang ibu mertua. “Ahaha, baiklah. Tidak perlu kamu jawab juga. Kalau begitu umi hanya akan menitipkan pesan padamu. Umi titip Nadhif ya, Sayang! Jika ada yang tidak kamu sukai darinya, kamu boleh memberitahunya baik-baik atau membicarakannya dengan umi. Umi akan dengan senang hati mendengarnya, Sayang!” papar Aminah. “Terima kasih, Umi!” Akhirnya Nadina kembali ke dalam ruang kamarnya dengan napas yang menggebu usai pintu itu kembali tertutup. Dirinya dengan cepat langsung menjatuhkan kembali tubuhnya ke ranjang dengan posisi tengkurap. “Sudah selesai bertemu uminya, Nadina? Apa yang terjadi?” Suara Nadhif sontak langsung membuat Nadina membalik tubuhnya. Wanita itu tampak langsung bangkit dari ranjang dan menghampiri sang suami. Ia berdiri tepat di depan Nadhif dengan jarak yang hanya satu ruas jari. Entah apa yang merasuki tubuh Nadina s
Read more

24. Alibi Pertemuan

“Siapa, Nadina?” tanya Nadhif sambil berjalan mendekati Nadina yang kala itu masih membeku usai membaca pesan yang diterimanya dari Sadewa. Pertanyaan Nadhif juga pergerakan pemuda yang mendekatinya itu sontak membuat Nadina langsung menarik ponsel ke dekapannya. Nadina seketika menoleh ke arah Nadhif dan sebentar meneguk salivanya susah payah. “Bukan, Mas! Ini! Operator ternyata! Kita berangkat sekarang saja, ya!” pekik Nadina lalu langsung berjalan membuka pintu kamar. Dahi Nadhif mengerut melihat tingkah laku Nadina yang tampak mencurigakan. Namun tetap saja ia berusaha untuk percaya dengan apa yang sang istri katakan. Singkat cerita, keduanya kini telah berada di dalam mobil. Nadhif tengah fokus menyetir sementara Nadina tampak memandang kosong jalan di depannya sambil mengetuk-ketukkan jemarinya pada layar teleponnya. “Nadina,” panggil Nadhif sembari sedikit melirik. Tak ada balasan, Nadina tetap pada lamunannya. Nadhif menepikan mobilnya di depan salah satu kios yang masih
Read more

25. Kawan Palsu?

“Ibu! Kenapa ibu seperti seolah hendak mengatakan Nadina tidak memiliki teman? Tentu teman Nadina, Bu! Tak akan lama kok! Mas Nadhif juga bisa menemani ibu di sini untuk beberapa saat. Ya ‘kan, Mas?” sela Nadina mencari pembelaan. “Iya, Bu! Tidak apa-apa, mungkin Nadina sangat merindukan kawan-kawannya itu.” Nadhif tersenyum memandang Khoiri. Sementara itu, Khoiri balas tersenyum getir kepada sang menantu. Beberapa saat setelahnya, Nadina yang tengah mengatur hijabnya di depan kaca kamar dikejutkan dengan kedatangan Khoiri yang langsung menutup pintunya. “Nadina, kawan mana yang kamu maksud, Sayang? Kemarin sebelum pernikahan kamu bilang mereka semua sedang bekerja di luar kota?” terang Khoiri. “Ibu, teman Nadina itu banyak sekali! Bukan hanya yang itu saja. Ibu tidak perlu khawatir seperti itu, ah! Dia orang yang baik kok! Sangat baik, malah!” pekik Nadina sambil tersenyum. Wanita itu tampak terus memoles bibirnya dengan pewarna merah redam. Dan tersenyum di depan kaca seolah me
Read more

26. Pemuda Lain dalam Kafe

Di dalam kafe sana, Nadina langsung bernapas lega saat melihat mobil Nadhif telah keluar dari pelataran parkir kafe tersebut. Berulang kali ia mengucapkan terima kasih kepada keempat wanita itu karena telah membantunya, juga memesankan makanan untuk mereka semua. Saat sedang menunggu makanan tiba, Sadewa datang menghampiri Nadina ke meja tersebut. Seluruh wanita asing itu sedikit melirik siapakah pemuda yang kali ini mendekati Nadina lagi. Namun dengan lantang Nadina malah memperkenalkan Sadewa pada mereka. “Ehm, sekali lagi terima kasih, ya! Kalian bisa menikmati makanannya. Tenang saja aku yang akan membayarnya. Aku permisi dulu, ya!!” pekik Nadina lalu menggandeng Sadewa pergi dari sana tanpa keraguan. “Mereka siapa, Nadina?” tanya Sadewa sambil menoleh ke arah empat wanita itu bahkan saat Nadina telah menariknya pergi. “Ceritanya panjang, Mas! Kita cari tempat duduk saja dulu, ya!” pekik Nadina. “Bagaimana jika di dalam saja? Akan lebih tertutup dari depan. Aku takut jika Mas
Read more

27. Sebelum Sidang Keluarga

Jantung Nadina berdegup semakin cepat. Bagaimana bisa foto antara dirinya dan Sadewa akan dipasang di mading sebuah kafe umum yang didatangi banyak orang? Bagaimana jika Nadhif atau keluarga pondok lain mengetahui tentang pertemuan rahasia antara dirinya dan Sadewa itu? Terlebih gaya berfoto Sadewa yang merangkul Nadina membuatnya kian ketakutan. “Nadina, apa kamu mau aku meminta mereka membatalkannya? Mungkin mereka bisa mengambil foto pemuda dan pemudi lain? Mungkin dengan begitu kamu tidak akan merasa cemas,” ujar Sadewa yang tampak memahami kebisuan Nadina semenjak ia menyadari apa yang akan terjadi. Nadina sebentar terbata sambil kembali menghadapkan duduknya ke arah Sadewa. Wanita itu sebentar memejamkan matanya sambil menekan jarinya berusaha memikirkan keputusan yang tepat untuk masalah ini. “Aku akan pergi ke kasir sekarang!” putus Sadewa lalu dengan cepat bangkit dari kursinya. Namun, entah apa yang Nadina pikirkan, wanita itu malah menarik tangan Sadewa dan membuat pemu
Read more

28. Keluarga Besar

“Apa, Mas?! Mas mau aku mengakui itu!? Kita tidak pernah melakukannya! Mas memintaku berbohong?! Bagaimana jika mereka mulai membicarakan dan menghitung kapan anak itu akan hadir?!” sergah Nadina. “Bukan tidak, Nadina. Tapi belum. Kita sepasang suami istri dan lambat laun itu akan terjadi entah bagaimana caranya. Dan meskipun telah melakukannya pun belum tentu Allah akan langsung memberikannya. Mereka akan memahami itu, Nadina.” “Sementara jika kamu menjawab kita belum melakukannya, apakah mereka tidak akan mulai berpikiran buruk tentang pernikahan kita? Lebih dari tiga malam kita telah menjadi suami istri dan kita tidak melakukan apa-apa? Yang benar saja Nadina. Mereka akan mengira kita sedang berada dalam masalah meskipun baru saja menikah.” “Biarkan! Biarkan mereka tahu! Biar mereka tahu jika tidak ada yang bahagia dalam pernikahan ini! Pernikahan ini palsu!” pekik Nadina. Nadhif perlahan menghentikan mobilnya di tepi jalan. “Istigfar, Nadina. Tidak ada akad yang bisa dibatalk
Read more

29. Di Luar Privasi

Gelak tawa meletus di antara mereka. Nadina hanya bisa tersenyum pahit mengiringi tawa mereka. Dalam hatinya ia terus mengumpat dan berharap mereka tak akan menanyakan hal itu lagi. Namun bukan sebuah keluarga jika melewatkan hal sedalam itu untuk dibahas dan dikomentari. “Hei, jangan tertawa saja. Katakan! Bagaimana? Tidak mungkin kalian hanya berdiam diri selama sekian hari kalian telah bersama bukan?” imbuh lainnya. “I– iya, Mas Nadhif melakukannya dengan baik!” sahut Nadian tampak amat canggung. “Ahh, lihatlah! Dia bahkan memuji suaminya!” kekeh lainnya. Wajah Nadina langsung berubah panik. Ia langsung merutuki jawabannya yang terdengar amat aneh dan mengerikan itu. “Bu– bukan seperti itu! Maksud Nadina, Mas Nadhif ya! Ya Mas Nadhif telah memberikan semuanya dan bersikap amat baik. Kalian tidak perlu mengkhawatirkan apapun!” sela Nadina berusaha memperbaiki ucapannya. Namun seperti daun yang telah tertiup angin, tak akan bisa kembali dengan keadaan yang sama seperti sebelum
Read more

30. Perkara Pantas dan Tidak

Nadina yang sedari tadi masih memandangi pecahan kaca pigora itu, akhirnya ia memindah pandangannya. Namun dirinya tercekat, jantungnya serasa berhenti berdetak, semua gerakannya membeku.“Mm– Mas Nadhif?” lirih Nadina memandang Nadhif yang hanya diam memandangnya getir lalu beralih pada seluruh kaca yang berserakan di lantai.Nadhif tak membalas, pemuda itu segera menutup pintu kamarnya lalu berjalan ke arah pigora pecah yang berada tepat di bawah kaki Nadina.“Apa yang terjadi padamu, Nadina? Mengapa harus menghancurkan foto kita berdua?” tanya Nadhif tanpa menatap Nadina.Perasaan Nadina campur aduk. Awalnya ia merasa puas bisa menghancurkan pigora foto itu, namun saat mendengar pertanyaan Nadhif itu jantungnya serasa hendak terlepas, hatinya serasa teriris-iris. Terlebih mata Nadhif yang tak dapat berbohong, terdapat kekecewaan besar yang tergambar pada mata pemuda itu.“Nadina, apa dengan menghancurkan foto kita pernikahan kita akan berakhir?” imbuh Nadhif kini menatap Nadina dal
Read more
PREV
123456
...
23
DMCA.com Protection Status