“Akan aneh jika kami telah memiliki putra putri sebesar yang kamu pikirkan, Meydina. Kami baru saja menikah beberapa waktu lalu,” sahut Nadhif cepat untuk menghindari keadaan canggung. “Ahhh, begitu!! Saya pikir kau telah menikah lama! Jadi di hadapanku ini sepasang pasutri —pasangan suami istri, baru?!” pekik Meydina lalu kembali tersenyum dan beralih memandang Nadina. “Hahaha, baiklah saya rasa ini tidak akan ada habisnya jika diteruskan. Lebih baik lanjutkan masalah pekerjaan kalian saja,” ujar Nadhif. “Ahh iya! Saya sampai lupa! Maafkan saya ya, Nadina! Nadhif ini kawan dekat saya saat kami sekolah dasar! Dulu dia tidak sependiam ini, dia seperti preman anak kiai! Patutlah jika saya sedikit nostalgia,” ujar Meydina sambil sesekali terkekeh memandang Nadhif. Nadina tak banyak membalas, ia hanya tersenyum sambil mengiyakan. Ia masih terlalu terkejut dengan situasi di hadapannya saat ini. “Baiklah Nadina, begini. Sadewa telah memberi tahu saya ada beberapa syarat yang akan kamu
Baca selengkapnya