Semua Bab Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati: Bab 61 - Bab 70

228 Bab

61. Pertemuan Kedua

Nadhif menghentikan langkahnya kembali meskipun tampak membalik tubuhnya lagi. Sementara itu, Putri Azalea tampak menyusulnya dan mendekatinya. Nadhif segera memundurkan dirinya dan membuat Putri Azalea merasa sedikit asing. “Apakah Abi dan Umi ada di dalem? Bolehkah Aza menemui mereka?” “Silakan saja, Aza! Sepertinya mereka ada di dalem saat ini.” Nadhif benar-benar mencoba menjaga jaraknya. Setiap kali pemuda itu melihat atau mendengar Azalea berbicara, ingatannya selalu memutar apa yang dua santriwati itu katakan mengenai Putri Azalea dan perasaan wanita itu kepadanya. “Bolehkah mengantar Aza ke sana, Gus? Aza sedikit canggung karena lama tak datang kemari! Gus tenang saja, ini tidak akan menimbulkan fitnah!” pekik Aza. “Lebih baik urus kedatanganmu dulu, Aza. Baru setelahnya kamu bisa datang menemui Abi dan Umi di dalem. Lagi pula barang-barangmu itu belum menemukan tempat yang pas bukan? Datanglah saja nanti, kamu tidak perlu terlalu asing.” “Maafkan saya, Aza! Ada keperluan
Baca selengkapnya

62. Kekecewaan

“Waalaikumsalam,” jawab Azalea sedikit lirih. Wajahnya benar-benar tak bisa bohong. Ia benar-benar terkejut melihat apa yang ada di hadapannya saat itu.“Wanita itu? Bukankah ia yang kutemui di kantor umum tadi? Mengapa Gus Nadhif berani menyentuh tangannya? Apakah ia saudara Gus?” tanya Azalea dalam hatinya.Nadhif dan Nadina tampak semakin dekat hingga keduanya berhenti di tengah ruangan itu bersama Ali, Aminah, juga Azalea.“Putri Azalea, ada yang ingin saya kenalkan kepadamu,” ujar Nadhif lalu tangannya tampak merangkul mesra Nadina dan sedikit mengelusnya.Tampang Azalea semakin kebingungan, kerutan pada dahi, mata yang menyipit jelas menunjukkan kebingungannya saat itu.“Nadina Hafisa Rahmi, istri saya, Aza!” pekik Nadhif.Bagaikan tersabar petir di siang bolong, Putri Azalea membulatkan matanya. Ia benar-benar tak menyangka pengakuan itu keluar dari mulut pemuda yang selama ini menjadi pemilik hatinya itu.“I–istri?” lirih Azalea tampak kaku.“Ayo duduk dulu, lebih baik berbinc
Baca selengkapnya

63. Calon Perusak

Nadina menurunkan teh itu di meja tepat di hadapan Ali, Aminah, Azalea, juga suaminya, Nadhif. “Mengapa hanya empat cangkir, Nadina? Ke mana milikmu?” tanya Aminah mendongakkan wajahnya memandang sang menantu. “Ehm, Nadina hendak pamit umi. Ada sesuatu yang harus Nadina kerjakan di kantor umum. Kalian lanjutkan saja bersama, Mas Nadhif juga akan tetap di sini kok! Iya ‘kan, Mas?” Nadina menoleh ke arah Nadhif. Dengan jelas Nadhif mengerutkan keningnya, pemuda itu mulai menelisik tatapan sang istri padanya. “Apa?” lirih Nadhif tanpa bersuara. “Mas di sini saja dulu menemani Abi dan Umi, Nadina pamit ke kantor umum dulu, ada pekerjaan yang belum Nadina selesaikan semalam,” tutur Nadina sambil sebentar memundurkan dirinya. “Assalamualaikum!” pekik Nadina lalu berbalik meninggalkan sang suami juga dengan keluarganya dan Azalea yang masih berada di sana. “Apa-apaan ini Nadina? Kenapa tiba-tiba kamu pergi seperti ini?” batin Nadhif sembari memandang ke arah kepergian Nadina. Pembicar
Baca selengkapnya

64. Mencari Pengganti

Nadhif mengerutkan dahinya lalu Nadina menunjukkan map yang berisi surat tersebut.“Kita bisa mengganti tanggalnya, Nadina! Tidak harus tanggal itu bukan? Atau kita minta jadwal lain pada Meydina untuk pemotretanmu!” tutur Nadhif cepat.“Tidak bisa, Mas! Abi sendiri yang memilih tanggal ini untuk acara itu, sementara Nadina tidak bisa langsung mengajukan perubahan jadwal. Nadina baru di sana, Mas. Akan sangat tidak profesional nanti,” tutur Nadina.Tangan Nadhif perlahan menyentuh punggung tangan sang istri lalu mengelusnya sebentar sembari menatap mata Nadina dalam-dalam.“Kalau begitu biarkan pemuda lain yang menjadi pembawa acaranya,” ujar Nadhif.“Mas Nadhif tidak boleh egois seperti itu! Ayolah, Mas. Ini hanya satu hari saja! Biasanya Mas Nadhif juga menjadi pembawa acara tanpa Nadina bukan?” ujar Nadina sambil tersenyum dan membalas mengelus tangan sang suami.“Tapi itu sebelum saya memilikimu, Nadina. Sekarang saya telah memiliki kamu. Semestinya kamu yang menemani saya, atau s
Baca selengkapnya

65. Pertemuan Rahasia

Nadina kini saling berpandangan dengan Sadewa saat keduanya menunduk agar tak terlihat pada kaca mobil depan oleh orang yang berada di luar mobil. “Siapa yang datang, Nadina?” bisik Sadewa. “Santriwati yang ada di pondok. Nadina takut dia melihat Nadina di sini dan mengadu pada Mas Nadhif. Tolong bersembunyi dulu,” ujar Nadina. “Bagaimana jika aku membawamu pergi dari sini? Dia tak akan curiga nanti,” ujar Sadewa. “Jangan! Nadina tak bisa meninggalkan pondok lebih jauh dari pada ini. Akan panjang urusannya jika sampai Mas Nadhif tahu nanti! Biarkan wanita itu pergi dulu,” tutur Nadina sambil berusaha mengintip. Sementara Nadina memantau luar melalu kaca depan dengan sedikit mendongakkan kepalanya, Sadewa malah asik mengamati wajah Nadina. “Kenapa saya baru menyadari kecantikan wajahmu, Nadina? Andai saya bisa bertemu denganmu sebelum dirimu menjadi milik pemuda lain, pasti tidak akan sesulit ini. Tapi aku janji akan mengeluarkanmu dari tempat yang tak kau sukai ini, Nadina!” bat
Baca selengkapnya

66. Manis Karena Pahit

Nadhif berdiri di dekat pintu dengan segenggam balon berwarna biru bercampur merah muda bening yang tampak estetik digenggamnya. Wajah Nadina jelas menunjukkan ia amat terkejut atas apa yang ia lihat. Kebohongan yang ia buat untuk menutupi kesalahannya kini semakin membuatnya merasa bersalah. Nadhif berjalan ke arahnya dengan senyuman tulus di wajahnya, pemuda itu menyodorkan segenggam balon itu kepada Nadina. “Jangan mengejarnya di jalan lagi, ya! Saya bawakan untukmu!” tutur Nadhif sambil menatap Nadina dalam tanpa kedipan. “Mas? Mas tidak perlu seperti ini,” lirih Nadina terdengar gemetar. Nadhif segera duduk di sebelah Nadina dan mengelus punggung tangan sang istri sembari meletakkan balon itu di sebelahnya. “Selama keinginanmu bisa saya penuhi, saya janji akan saya penuhi sebaik mungkin, Nadina. Jangan ragu untuk memintanya kepada suamimu. Itu akan menjadi sebagian usaha saya untuk memuliakanmu sebagai seorang istri yang saya cintai,” tutur Nadhif. Tak ada yang Nadina bisa
Baca selengkapnya

67. Apa yang Disukai

Beralih pada kediaman Sadewa, pemuda itu tampak terkejut dengan penuturan yang Nadina berikan. Wajahnya dengan cepat mengerut tajam. “Apa yang kamu maksud Nadina? Suamimu tidak melakukan hal buruk bukan? Kamu dipaksa mengatakan hal ini? Katakan Nadina, saya yang akan melindungimu!” pekik Sadewa. [“Mas, Mas Nadhif tidak melakukan apapun yang menyakiti, Nadina. Semua ini datang dari keinginan Nadina sendiri. Mas Dewa mau membantu Nadina bukan?”] tutur Nadina dari seberang. “Tapi, Nadina! Jangan memaksakan cinta dan dirimu padanya jika memang kau tak mencintainya. Cinta itu bukan paksaan!” [“Tidak ada hal yang pantas untukku mengeluh sebagai istrinya, Mas! Selama ini Nadina selalu kalah dengan ego Nadina sendiri. Nadina terus menyakiti dan mengkhianatinya sementara Mas Nadhif selalu memuliakan Nadina. Ini tidak adil untuknya, Mas.”] [“Jadi mulai saat ini, Nadina akan membatasi pertemuan dan komunikasi kita. Jika memang ada hal yang Mas Dewa perlu katakan, Mas Dewa bisa menyampaikan
Baca selengkapnya

68. Hawa Panas

“Bicara dengan Umi? Tentu Nak Aza, kemarilah duduk di sebelah umi!” sambut Aminah. “Itu Umi, boleh tidak jika berbicara di tempat lain? Azalea malu ada Mbak Nadina di sini,” tutur Azalea sembari melirik ke arah Nadina. “Oh begitu, baiklah Nadina akan pergi sekarang. Nadina pamit ya, Umi! Nadina juga mesti menyiapkan keperluan Mas Nadhif nanti malam,” ujar Nadina sengaja membuat panas santriwati di dekatnya itu. Nadina tampak segera menyalami Aminah dan melengos pergi dari dapur tanpa menyalami Azalea sama seperti yang wanita itu lakukan begitu datang ke dapur—Azalea datang hanya bersalaman dengan Aminah dan tidak ada niatan hendak turut menyalami Nadina. “Aku tahu apa maksudnya tadi! Dia pasti sengaja melakukannya supaya aku panas bukan? Bergaya ingin bicara dengan umi! Padahal?! Mengaku saja dia pasti ingin berdekatan dengan umi agar bisa seolah dekat dengan ibu mertuanya! Dasar!!” sergah Nadina sembari berjalan cepat menoleh ke arah dapur. Nadina yang tak fokus memandang jalana
Baca selengkapnya

69. Cemburu?

Nadina segera kembali ke kamarnya usai mengambil segelas air bening untuk Nadhif yang ia kurung di kamar. Segera ia buka pintu kamar itu lalu masuk ke dalam sembari kembali menutup pintunya. Nadina tampak mengedarkan pandangannya ke seisi kamar untuk mencari keberadaan sang suami. Namun Nadhif tak berada di sana. Bahkan kamar mandi di sana tampak kosong tak berpenghuni. “Mas?” celetuk Nadina lalu tampak hendak kembali berbalik untuk keluar dari kamar itu. “Mas Nadhif ke mana lagi, sih? Sudah dibilang tetap di sini kenapa malah per–” Perkataan Nadina tercekat saat melihat Nadhif berdiri di depan dinding sebelah pintu kamar mereka sambil tersenyum. “Mencari saya?” kekeh Nadhif lalu berjalan mendekati Nadina. “Mas Nadhif ngerjain Nadina, ya? Kenapa harus sembunyi segala? Mas Nadhif senang lihat Nadina kebingungan mencari di mana Mas Nadhif?” omel Nadina. Nadhif perlahan memegang pergelangan tangan kanan Nadina lalu mengambil gelas berisi air dari tangan sang istri. Diletakkannya ge
Baca selengkapnya

70. Amarah sang Perusak

Suara celetukan lirih itu seketika membuat Nadhif dan Nadina menyadari seseorang lain selain mereka berdua di koridor tersebut. Tanpa melihat siapa yang berada di sana, Nadhif langsung melingkarkan kedua tangannya pada tubuh Nadina dan menggendong istrinya itu kembali masuk ke kamar dan segera menutup pintu kamar mereka. Di belakang pintu itu, Nadhif akhirnya melepaskan Nadina bersamaan dengan keduanya yang saling memandang canggung usai kecupan sekian detik itu. “Kamu membuat saya terkejut Nadina,” celetuk Nadhif. “Mas juga! Nadina hanya mengertak tadi, kenapa Mas Nadhif sampai tega meninggalkan Nadina sendiri di sini untuk menemui wanita itu?! Apa jangan-jangan mas sengaja bikin Nadina panas supaya izinkan mas pergi menemui wanita pelakor itu, hah?!” sergah Nadina. “Pelakor?” lirih Nadhif. “Iya! Pelakor! Perusak Laki Orang! Mas Nadhif sengaja ‘kan memancing emosi Nadina supaya Nadina izinkan mas bertemu dia?!” Tangan Nadhif tiba-tiba mendarat tepat pipi kiri Nadina sementara t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
23
DMCA.com Protection Status