All Chapters of Negeri Tanpa Penghuni: Chapter 81 - Chapter 90

109 Chapters

81. Tebu

Pagi itu menjadi pagi yang pertama kali dijalani oleh Samantha di pinggiran Batavia. Dia membuka jendela, cahaya matahari menyambutnya dengan penuh kegairahan. Namun, dirinya tidak bergairah sebagaimana sang surya. Gadis itu tidak tahu apa yang akan dijalani hari itu.Hingga, seseorang mengingatkan dia akan sesuatu. Suara pintu diketuk terdengar dari arah belakang. "Ya, silakan masuk!"Pintu pun terbuka. Tampak seorang wanita membawa segelas minuman di atas nampan. Usianya tidak terpaut jauh dari Samantha. Atau, memang wajahnya tampak lebih muda dari usianya. "Kau membawa apa?""Sarapan sudah saya siapkan, Nona." Tangannya tampak gemetar ketika membawa nampan. "Saya letakkan saja di sini." Samantha mengangguk. "Ya, simpan saja di meja. Aku akan menyantap sekarang juga.""Kalau begitu, saya kembali ke belakang. Apabila ada yang Nona perlukan, silakan panggil kami di belakang." Samantha yang tengah berdiri di dekat jendela berjalan menghampiri wanita tersebut. "Tunggu, ada hal yang
Read more

82. Makam

Mendengar keterangan dari Asih tentang sebuah makam, membuat Samantha bertambah penasaran. Dia menengok ke arah kandang kuda. "Ingin sekali aku melihat makam itu, tapi ....""Sebaiknya, jangan. Nona tidak akan diizinkan oleh para centeng yang ada di sana." Asih menunjuk dengan bola matanya ke arah kandang kuda. "Ah, masa? Aku hanya ingin melihatnya sebentar."Samantha heran kenapa pula dia harus dilarang-larang. "Ki Lurah mengamanatkan demikian," Asih mempertegas alasan kenapa gadis berambut pirang itu tidak diperkenankan untuk mendekati makam. "Lagipula, tidak ada sesuatu yang menarik. Sama saja sebagaimana makam lainnya. Hanya ditandai dengan batu nisan.""Ada namanya?""Tidak ada." Asih menggelengkan kepala. "Sampai sekarang, saya tidak tahu siapa nama orang itu.""Ki Lurah tidak pernah membicarakannya?"Asih menggelengkan kepala. Kedua bibirnya melengkung ke bawah. Samantha memandang Asih yang tengah mencuci beras. Tangan kecilnya terampil melakukan hal demikian. Dalam hal ini,
Read more

83. Ki Lurah

Ki Lurah menatap tajam Samantha. Lelaki tua itu tidak suka jika gadis berambut pirang di hadapannya mengungkit hal tentang makam di belakang kandang kuda. Asih tertunduk ketika menyaksikan Ki Lurah marah kepada Samantha. "Asih, sudah aku katakan, kau jangan buka mulut perihal makam itu. Anggap saja kau tidak tahu apa-apa.""Maaf, Ki. Saya hanya ...," Asih digandeng oleh Bi Irah yang sama-sama takut. Ketika Asih melakukan pembelaan, ternyata Samantha unjuk bicara, "tidak usah memarahi Asih. Aku yang memintanya untuk bercerita."Ki Lurah pun memperingatkan si tahanan rumah, "ingat, aku memperlakukan dirimu dengan baik. Jadi, kau juga harus bersikap baik.""Aku tidak melakukan hal-hal aneh ....""Kau melanggar peraturan. Sudah aku katakan untuk tidak membicarakan perihal makam di belakang kandang kuda. Namun, kau malah melanggarnya." Ki Lurah mendekati Samantha. "Ingat, di sini, kau hanya tahanan. Kau tidak bisa berlaku seenaknya."Samantha menatap tajam balik Ki Lurah. "Sebenarnya, a
Read more

84. Pisau

"Samantha ... kembalikan pisau itu!" si lelaki petugas keamanan bicara dengan nada tinggi. "Tidak usah macam-macam!"Tangan kanan gadis itu memang memegang pisau dapur yang dimaksud. Ternyata Bi Irah melaporkan kehilangan pisau tersebut kepada lelaki petugas keamanan. "Kawan-kawan!" lelaki itu berteriak, "kemari!"Tidaklah membutuhkan waktu lama untuk mengumpulkan tujuh orang penjaga. Samantha menyiapkan mental andaikan mereka datang. Namun, tetap saja perasaan takut itu datang juga. Bagaimana tidak, penampilan orang-orang itu pun sudah cukup membuat takut. Mereka tampak seragam, berambut panjang hingga menutup telinga serta jambang, kumis dan janggut yang tumbuh lebat. "Mundur ...!" seraya mengacungkan pisau ke arah mereka yang mengepung.Salah seorang diantara mereka tersenyum kecut. Tampaknya meremehkan seorang gadis seperti Samantha. Dia pun berjalan mendekat."Mundur!" Samantha membentak dia yang mencoba mendekat. Sisi mata kiri gadis berambut pirang itu melihat Bi Irah dan As
Read more

85. Sumur

Meskipun itu sumur, namun tidak ada air yang menggenang di dasarnya. Selain takut, Samantha pun heran kenapa tidak ada air di dasar sumur. Mungkin Batavia dan sekitarnya sudah lama tidak diguyur hujan, gadis itu tidak tahu. Dia baru dua malam menginjakkan kaki di sana. "Hei, keluarkan aku!" Suara dari dalam sumur menggaung ketika gadis itu berteriak. Tentu saja tidak ada yang merespon permintaan tolong dari dasar sumur. Ketika mendongak ke mulut sumur, hanya tampak cahaya temaram. Mungkin itu berasal dari lentera yang digunakan oleh petugas ronda yang berdiri di dekat mulut sumur. Ingin rasanya dia menangis sekencang-kencangnya. Namun, hal tersebut ditahan agar tidak terdengar oleh orang-orang di atas sana. Dia hanya terisak, tentu saja air mata tidak bisa dibendung. Frustasi pun hinggap di pikiran. Secara fisik, hanya kakinya yang sakit tetapi jiwanya memang cukup tersiksa. "Aku pernah merasakan sakit yang lebih dari ini." Gadis itu berusaha melawan rasa takutnya. "Aku harus kuat
Read more

86. Kabur

James mengulurkan tali ke dasar sumur. Berharap Samantha mampu menggunakannya untuk naik ke atas permukaan. "Ayo cepat, sebelum mereka datang!" Pemuda itu percaya jika Samantha sanggup untuk melakukan apa yang dia maksud. Di belakangnya, Iskandar masih berjibaku dengan dua orang centeng. Untungnya, Iskandar mampu menguasai keadaan. Pemuda Melayu itu tidak terlalu membutuhkan bantuan dari James kala harus berkelahi dengan dua orang lawan. Meskipun, sesekali salah seorang penjaga yang ada di sana berusaha menggagalkan rencana James. "Ah, kau jangan mengganggu dia," Iskandar langsung menarik orang itu agar menjauh dari bibir sumur.Hingga akhirnya, Samantha pun sanggup untuk naik ke atas menuju bibir sumur. James menarik nafas panjang. Kemudian memeluk gadis itu. "Oh, akhirnya." James menggenggam tangan Samantha, "ayo kita pergi dari sini!"Dalam beberapa saat, Samantha tidak berkata apa-apa. Dia masih belum sepenuhnya percaya jika James datang untuk menyelamatkannya. "Iskandar, ayo
Read more

87. Kedai

George mengunjungi pelabuhan Batavia karena diharuskan oleh Kerajaan. Sebagai seorang serdadu Britania, tempat apa pun yang harus dikunjungi sebagai perintah maka pimpinan dia tidak bisa menolak. Hanya saja, tidak semua tujuan menjadi tempat yang menyenangkan."Ah, persetan dengan tugas negara!" Teriakan itu terdengar keluar dari mulut George begitu saja. Orang-orang pun tidak terlalu menghiraukan kelakuan sang kapten. Sudah terlampau sering orang mabuk meracau di kedai. "Mereka tidak tahu jika aku pun menderita!"Keramaian Kedai Pelabuhan ternyata hal biasa sehingga setiap pengunjung tidak malu-malu untuk berbicara bahkan tentang kebencian dirinya kepada banyak hal. Dikarenakan kedai tersebut berlokasi di dekat pelabuhan maka sebagian besar pengunjung adalah pelaut. Mereka datang dari berbagai negeri, termasuk para serdadu Kerajaan Britania Raya. "Aku bertemu hantu laut, namun ternyata mereka hanya segerombolan orang-orang tolol."Mendengar sang kapten mengoceh maka pengunjung lainn
Read more

88. Berlindung

Kapten George tiba di depan rumah seseorang. Tentu saja kedatangan dia berserta anak buahnya tidak disambut dengan ramah. "Ada apa gerangan Tuan berkunjung selarut ini?" seorang prajurit jaga menghadang kuda sembari bertanya. "Oh, maaf jika saya mengganggu waktu istirahat Tuan Oliver, namun ini perkara darurat.""Darurat bagaimana? Perkara apa?"George tidak suka jika seorang prajurit rendahan bertanya hal penting seperti saat itu. "Saya hanya akan menyampaikannya kepada Tuan Oliver.""Tuan Oliver sudah berpesan agar saya menyampaikan sebuah berita apa pun nanti setelah beliau bangun. Kini, Tuan Oliver tengah tertidur. Saya mohon pengertiannya, Tuan Kapten."Kapten George pun turun dari pelana. Suara sepatu lars yang dikenakannya terdengar beradu dengan hamparan batu kerikil di pekarangan meskipun sulit untuk diamati karena pencahayaan tidak menyentuh. Lelaki itu membusungkan dada. Si prajurit jaga nampaknya tahu jika tamu di tengah malam itu tidak bisa diberi pengertian. Temannya
Read more

89. Oliver

Samantha terbangun ketika ada suara pintu diketuk. Dia terheran-heran pada suara ketukan itu karena terkesan terburu-buru serta meminta dirinya untuk segera bergegas. "Ya, sebentar."Dia turun dari ranjang kemudian bercermin di depan kaca cermin berukuran hampir setinggi badan. Dia memastikan jika ikat rambutnya rapih serta gaun yang dikenakan tidak acak-acakan. "Samantha, cepat!" terdengar suara James dari balik pintu. "Ya, ada apa lagi?!" suara Samantha agak meninggi karena James memang membuatnya jengkel. Ketika pintu dibuka, James telah berdiri di depan pintu. Lelaki itu menenteng ransel serta mengenakan topi. "Kita harus pergi?""Malam ini juga?"James mendekatkan telunjuk ke bibir. "Di teras rumah ada serdadu Inggris," seraya menunduk. "Cepat, pakai sepatunya!" Kedua tangan James yang kekar tampak lembut ketika mengenakan sepatu pada kaki Samantha selayaknya seorang ayah mengenakan sepatu untuk anak gadisnya. "Biar aku saja," Samantha pun agak kikuk dengan perlakuan James,
Read more

90. Menghimpun

Samantha diajak oleh James dan Iskandar menuju sebuah tempat yang jauh dari keramaian. Gadis itu heran kenapa dia diajak ke tempat demikian. Pada mulanya, gadis itu tidak banyak bertanya. Namun, pikiran yang didera oleh kebingungan mendesaknya untuk banyak bertanya. "Hei, kau berjanji kepadaku untuk membawaku pulang ke Singapura."James mengangguk. Tangannya sibuk menyiapkan perbekalan di atas sampan. "Lantas, kenapa kau membawa aku ke tempat sepi seperti ini?"Iskandar tidak mau ikut dalam perbincangan. Pemuda itu malah menghindar. "Hei, jawab pertanyaanku?"Samantha berkacak pinggang. Dia berdiri tepat di sebuah dermaga kecil yang dibangun sederhana dengan kayu-kayu bakau yang banyak tersedia di sana. "Kita akan ke Singapura." Suara James memang meyakinkan. Pemuda itu menatap Samantha dari atas sampan yang bergoyang-goyang. "Mengendarai ini?"James mengangkat alis. "Iskandar, bisa kau jelaskan!"Iskandar hanya tersenyum. "Oh, Singapura terlampau jauh. Apakah benda ini bisa me
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status