Bab 54Bapak memanggilku ke ruang pasien. Ia duduk di situ dengan wajah serius. Sungguh fenomena yang sama sekali tak biasa. "Nak, Bapak amati kau selalu murung akhir-akhir ini. Bagaimanapun, kita ini keluarga. Jika ada persoalan, jangan disimpan sendiri." Aku menunduk. Dalam duduk bersila, kupijat-pijat betis karena tak tahu harus menjawab apa. "Nak, bicaralah. Bapak ingin dengar apa keluhanmu." Aku mengangkat wajah. "Pak, bisakah satu hari saja tak ada pasien datang di rumah ini? Aku mulai bosan dengan rutinitas yang sama," ujarku datar.Senyum mengembang di wajah Bapak. Ia menatapku lekat, sesekali ia membuat kedipan-kedipan iseng di matanya. "Bapak rasa bukan itu yang membuatmu bosan. Kau malas menangani pasien karena susah fokus, 'kan? Kau lagi kepikiran sama Abigail." Nada suara Bapak sama sekali tak menghakimi. Malah seperti tengah menggodaku. "Kau sudah besar, Nak. Bapak tak berhak mengatur takdirmu. Jika kau ingin ke Jakarta, Bapak tak akan menahan.""Sudah sepantasnya
Terakhir Diperbarui : 2023-08-01 Baca selengkapnya