Semua Bab DUKUN 99 : Bab 31 - Bab 40

74 Bab

Melepas Tio, Mendapatkan Abigail

Bab 31"Aku akan selalu mengingat kalian," goda Tio."Kalian pernah menorehkan peta-peta merah di kulitku." Dua kunti itu terkikik malu. "Ah, ternyata kau punya gingsul ya?" Tio menatap kagum pada salah satu kunti. "Itu menambah pesonamu," godanya lagi.Aku hampir muntah mendengar rayuan si Tio pada dua kunti, aku lantas memilih menghampiri motor dan menghidupkan mesinnya."Buruan!! Kalau tidak kau kutinggal!" Aku bersuara sedikit keras.Tio buru-buru mendaratkan kecupan pada pipi kedua perempuan gaib itu. Setelahnya ia bergegas menunggangi motor.Aku melajukan motor bersamaan dengan pecahnya tangis perpisahan oleh kedua kunti.Tak ada lagi pria tampan yang biasanya mereka pakai cuci mata sepanjang hari. Tempat mereka menebar pesona.Tio adalah pelampiasan hasrat mereka berdua. Saat Tio tak ada lagi, tak mungkin mereka berani menggodaku. Cari Sial namanya!***Kuhentikan motor tepat di halte depan rumah Abigail. Tio turun dari motor lalu duduk di bangku terdekat. Rencananya, Tio ak
Baca selengkapnya

Bone Masuk Salon

Bab 32Tio tertawa penuh minat memergoki kecanggungan yang tercipta antara aku dan Abigail. "Bon, sangat gak masuk akal bisa tahu nama cewek dari seekor kucing. Masa iya, kucing bisa bicara?" Tio terkekeh memegang perutnya. Aku semakin salah tingkah karena tatapan Abigal terkunci padaku. Seolah ia menuntut jawaban yang masuk akal dariku. "Ah maaf, Nona. Tadinya aku cuma menebak-nebak, tapi ternyata benar," ucapku berdalih."Abang yakin cuma menebak?" Bola mata itu berpijar serius. Aku mengangguk, tak berani menatap matanya. Saat Abigail hendak bertanya lagi, tiba-tiba angkot berhenti tepat di depan halte. Bunyi ban berdecit membuyarkan obrolan kami. Tanpa pamit, Abigail cepat-cepat memasuki angkot. Kulihat ia duduk di dekat pintu. Sementara Tio menyempatkan memelukku erat.Tio berpesan agar aku ke Jakarta suatu saat nanti. Pria campuran Tionghoa itu juga berucap pelan, "Bon, kau harus merubah penampilan. Kucel begini tentu gak selaras dengan Abigail." Aku menelan ludah. Kubiar
Baca selengkapnya

Bone Jadi Tampan

Bab 33Lastri terkekeh renyah. "Oh ... sebenarnya Nanda itu saudari tiriku. Ibunya nikah sama Papaku.""Dan kau menyantet saudarimu sendiri?" Aku mendengkus. Lastri memaksakan senyum. "Bukankah ada banyak jenis dosa yang lebih besar dari itu?" ucapnya merasa tak bersalah. Aku terdiam."Tumben kau mau perawatan, Bone. Kau pasti sudah punya pacar." Senyum Lastri mengembang. "Belum, aku belum terpikir sampai ke situ." "Lalu?""Ehm, aku hanya jenuh dengan penampilan ini!" "Oh ...!" Lastri bergumam tanda mengerti. "Kau mau merubah total penampilanmu? Aku bisa membantu!" Lastri bangkit berdiri. Ia lantas menuntunku pada sebuah ruangan, yang dindingnya dipenuhi cermin. Bayangan diriku terpantul di mana-mana."Apa kau bisa membuatku jadi lebih tampan?" tanyaku datar. "Tentu, Bone. Itulah pekerjaan kami." Lastri tertawa renyah. Setelah cukup lama mengamati penampilanku, bahkan meraba-raba area kepala hingga tulang pipiku, Lastri manggut-manggut sendiri. Seakan wanita dewasa itu paham h
Baca selengkapnya

Santet Sakit Jiwa

Bab 34Lastri mengajakku berbincang di area lantai dua yang adalah area pribadinya. Tidak ada manusia lain di situ selain kami berdua. "Siapa yang hendak kau buat jadi gila, Lastri?" Aku merebahkan bokong di kursi berbahan rotan. Sementara Lastri membawakan secangkir kopi untukku lengkap dengan beberapa camilan. "Jangan sampai kalian masih ada pertalian keluarga!" sambungku lagi. Lastri duduk di hadapanku setelah mempersilakan aku minum. "Namanya Shinta. Sama sekali tak ada hubungan keluarga denganku." "Tapi kau harus sadar, Lastri. Menyantet orang jadi gila, itu lebih kejam dari membunuh," ungkapku. "Aku punya alasan!" ketusnya."Apa?"Lastri membuang tatapannya ke jendela berkaca lebar yang mempertontonkan pemandangan jalanan di luar ruko. "Shinta terlalu sombong. Bukan sekali dia mempermalukanku di khayalak ramai. Dan herannya, aku tak mampu membalas. Mulutku seperti digembok.""Kau sakit hati?" Aku bertanya pelan."Ya!" Lastri beralih menatapku. Lekat.Aku manggut-manggut t
Baca selengkapnya

Mengirim Kuntinana

Bab 35Aku tak langsung pulang ke rumah. Kusempatkan mendatangi beberapa toko pakaian dan membeli pakaian model terbaru sesuai isi majalah yang kupegang.Di ruang ganti, kutanggal pakaian lama lantas mencocok-cocokkan pakaian yang kupilih.Aku membeli banyak setelan kasual. Kepingin bergaya trendy tapi terkesan santai. ***"Kau ini Bone?""Apa kau anakku Bone?"Setibanya di rumah, Bapak mencecarku dengan wajahnya terkesima tak percaya. Gerombolan makhluk gaib peliharaan pun bermunculan. "Baru setengah hari aku pergi dan Bapak sudah tak mengenaliku sekarang?!" "Bukan gitu, Nak." Bapak tertawa senang. Sepasang netra rentanya berbinar takjub. "Kau berubah drastis. Bapak hampir tak mengenalimu." "Ya, Bone. Kau makin tampan. Pakaianmu juga mentereng," ucap si kunti merah sembari mencermati atasan dan bawahan yang melekati tubuhku. Ia membandingkan dengan daster lusuh miliknya."Wajah kusammu sekarang jadi glowing, Bone. Perawatan yang kau lakukan sungguh ajaib." Genderuwo manggut-mang
Baca selengkapnya

Dimensi Buto Ijo

Bab 36Lastri datang ke rumahku pada hari ke-13. Ia mengatakan bahwa Shinta dan pacarnya telah benar-benar putus. Beberapa teman mencoba mendamaikan agar mereka kembali rujuk, tapi Shinta menolak.Bahasa-bahasa kotor yang terlanjur dilontarkan si pria, membuat harga dirinya koyak. Shinta bahkan tak menyangka, orang yang ia cintai bisa berucap amat kotor hanya karena masalah sepele."Kau harus segera menjenguknya," ucapku pelan. "Tentu, Bone. Makanya aku datang membawa makanan kesukaan Shinta agar kau tiupkan jampi-jampi." Lastri mengeluarkan sesuatu dari kantong hitam yang sedari tadi ada di atas pangkuannya."Apa itu?" "Ini namanya asinan. Shinta sangat menyukainya, apalagi kupesan langsung dari tempat langganannya," tutur Lastri bersemangat."Oke, kemarikan biar kujampi." Aku menjulurkan tangan. Melalui celah kecil yang ada di bungkusan makanan, kutaburi sedikit serat kayu yang sebelumnya aku kunyah jadi halus. Lastri mengocok pelan bungkusan asinan agar jampi-jampinya merata."
Baca selengkapnya

Salon Gaib

Bab 37Ruhku sudah masuk ke badanku, tapi karena terlalu ngantuk, aku langsung saja tidur tanpa makan malam lebih dahulu. Suara Shinta menggema dalam mimpiku. Terdengar ia memanggil, mendesah mencari keberadaanku di alam buto ijo. Aku bangun kesiangan dan baru kaget ketika Bapak menggedor pintu kamar. Dengan malas, aku membuka pintu. Kudapati Bapak yang terlihat cemas."Semalam kau pergi ke alam gaib?" Matanya tak berkedip menatapku. "Bapak tidak tidur sepanjang malam. Bapak khawatir jangan sampai kau nyasar lagi seperti waktu di alam barzah!""Ya, aku mengantarkan ruh Shinta ke alam buto ijo. Aku kembali dengan selamat. Tak ada yang perlu diresahkan." Tanganku melingkari pundak Bapak. Untuk sejenak menghiburnya. Wajah Bapak pun berangsur rileks."Bapak sudah menyiapkan sarapan. Ayo kita makan." Lelaki tua itu menarikku ke dapur. Ada kolak sukun dan pisang rebus di atas meja. Aku makan dengan lahapnya, sementara Bapak hanya duduk mengamati dengan senyum khasnya. "Ponsel itu dibe
Baca selengkapnya

Kuntinana Merah Bercerita

Bab 38Kuperhatikan juga para mahluk gaib yang semakin ramai menunggu di luar salon. Mereka ramai mengobrol, tapi mulut mereka tak bergerak. Bahkan badan mereka tak saling berhadapan, mata tak saling kontak, sebagaimana layaknya manusia saat berkomunikasi. "Tidak ada pesta. Anak-anak gaib saya hanya kepengin dirias." Bapak tertawa cengengesan. Tatapan si perias gaib beralih memandang dua kunti, dua Uwo dan tuyul-tuyul. "Sok gayanya kalian, hahaha ...." Terdengar suaranya tertawa geli. Namun lagi-lagi, wajahnya tak membentuk ekspresi tertawa. Tetap kaku dan serius."Di rumah saja tapi ingin tampil keren, ya?" tanyanya.Dua kunti mengikik malu-malu. Dua Uwo tertawa cengengesan dan tuyul-tuyul merajuk gembira."Hahaha, sabarlah! Saya siapkan dulu bahan-bahan." Tawa si pemilik salon gaib semakin meninggi. Beda dengan mimiknya yang stabil kaku.Ia mencabut beberapa helai buluh ayam putih pemberian Bapak. Dilanjutkan dengan membunuh ayam itu, menampungkan darah ayam ke wadah khusus, lal
Baca selengkapnya

Perang Ilmu

Bab 39Si perias gaib yang tengah mendandani tuyul, terperanjat kaget. Kuas bulu ayam di tangannya jatuh ke lantai tanah."Ada yang menyerang kalian, Tarso. Itulah konsekwensinya menjadi dukun santet. Kalian harus sigap jika sewaktu-waktu dukun lain menyerang balik."Ia berceloteh sembari sorot matanya menghakimi Bapakku. "Sebaiknya tinggalkan salonku sekarang juga! Aku bukannya mengusir, tapi jika kalian butuh bantuan, akan kukerahkan seluruh penghuni alas roban untuk membantu!" Si pemilik salon menghentakkan kaki kanannya sebanyak tiga kali. Tak disangka, segala jenis makhluk berdatangan memenuhi wilayah sekitar salon. Wujud mereka beragam. Begitu pun dengan energi yang dimiliki.Seberkas sinar kembali menghantam sebelum aku sempat mengelak. Kena telak di bahuku. Rasanya lumayan. Lumayan membuat pundakku meneleng miring, tak bisa berdiri tegap. "Bajingannn, kau serang anakku? Akan kuhajar kau hingga tewas!!" Bapak berteriak nyaring lalu melesat pergi. Mendatangi keberadaan si du
Baca selengkapnya

Jadian

Bab 40Pagi berubah siang, bahkan siang mulai merambat sore. Namun si Lastri belum juga memunculkan moncongnya. Baru saja hendak mengecek ponsel ketika layarnya kedip-kedip. Nama Lastri tertera di panggilan masuk."Bone, maaf aku gak bisa datang. Salonku lagi ramai banget. Bisa gak kamu yang ke sini?" dengungnya di ujung telpon.Aku menggeram tertahan. Kuremas ponsel, lalu mencoba menjawab tanpa emosi."Oke, aku ke sana!"***Kudorong pintu salon. Sedikit risih mendapati banyak pengunjung di dalamnya.Semua karyawan sibuk melayani pelanggan. Mungkin Lastri pun turun tangan, karena tak kulihat dirinya di meja kasir.Sementara di bangku tunggu, ada banyak wanita duduk mengantri. Menanti giliran. Setengah kesal, aku melangkah ke bangku yang paling ujung. Bokongku belum mendarat saat sebentuk suara menyapa merdu."Bang, Abang yang waktu itu, 'kan?"Glek! Wajah kesalku mendadak mencair, tak menyangka berjumpa lagi dengan Abigail di tempat ini. "Eh, Nona. Ya ini aku." Aku menjawab tanpa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status