Home / Romansa / Nikah Yuk, Gus! / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Nikah Yuk, Gus!: Chapter 91 - Chapter 100

110 Chapters

Pria Baik Hati

Akan tetapi Bunda pantang menyerah, setelah tiba di pemukiman padat penduduk, Bunda menyetop langkah sepeda motor Agam. Angin membuat jilbabnya berkinar-kibar, ada hawa dingin yang mencekam, tetapi semua itu tidak membuatnya gentar, ia terus bertekad gencar bermaksud melindungi putri yang ari-arinya pernah singgah di rahimnya. Bunda sangat bersyukur dan banyak ucap terima kasih kepada Pencipta sebab sudah mempertemukannya dengan Shofi, dia senang sekalipun pertemuannya menyedihkan. Setidaknya Shofi masih hidup, ada harapan untuk memberi pertolongan dan membawa pulang. Bunda menuruti permintaan Agam untuk meninggalkan rumah mangkrak itu karena ingin mencari bala bantuan dari warga terdekat. "Buat apa berhenti, Bunda. Kita harus pulang sebelum preman itu mengejar kita," sentak Agam juga terus memacu langkah roda motor. "Kamu tidak ingin menyelamatkan kakakmu?" "Kenapa harus diselamatkan Bunda? Dia terjerumus ke dunia gelap karena kemauannya, buat apa dipedulikan? Karena ulahnya hidup
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Yang Terkenang

Aroma karbol menguasai penciuman Putra. Ia terus memandang langit-langit kamar, banyak diam sekalipun Bu Ika memberondongnya dengan berbagai pertanyaan. "Ada apa, Putra? Ceritakan semuanya kepada Ibu, jangan dipendam sendiri!" Putra tidak memberi balasan. Mustahil penjelasan perihal Bos Bagong ke luar dari bibirnya. Ia khawatir raut wajah ibunya akan bertambah gelap ketika mengetahui kebenarannya. "Kamu memang belum bisa berjalan lagi, Putra. Tetapi kalau kamu rutin terapi dan mau mendengar saran dokter, kakimu pasti bisa pulih seperti sedia kala, jangan membuat takut orang tuamu, Putra. Mendengarmu kecelakaan sudah membuat ibu nyaris gila apalagi jika ...." Bu Ika terisak, ia menutup sebagian wajah dengan telapak tangan. "Ampuni khilaf ibu jika belum bisa merawatmu sungguh-sungguh, ibu hanya bingung ... ibu tidak tahu apa yang harus dilakukan," kisah Bu Ika lagi. Tangan dengan cincin berlian itu kemudian digerakkan turun mengarah pada pergelangan tangan Putra yang dilingkari den
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Tidak Tahu Arah

Bu Ika terus melangkah, menjauhi rumah. Ia pulang diantar mobil online, sudah tidak sempat memesan ulang. Amukan masa bertambah dahsyat, wajahnya bahkan dilempari menggunakan telur busuk, entah dari mana mereka membawa—lebih tepatnya entah sejak kapan mereka menyiapkan semua rencana mengerikan tersebut. Tatapan garang, suara lantang penuh luapan amarah, kebaikan-kebaikannya terkubur dalam hitungan detik. Langkahnya bergerak mundur. Rumah mewah pemberian Hendra tidak lagi gagah, kesan kepedulian perihal cinta apalagi kasih sayang bubar semua. Dia mengutuk suaminya sendiri, benci setengah butuh bantuan di dalam keadaan genting. Bu Ika melaju tunggang-langgang terisak-isak, riasan wajahnya rusak, aroma tubuh yang biasa wangi mendadak menguarkan keringat. Matahari bertengger di atas ubun anak-anak manusia. Kendaraan berserak sebagaimana semestinya, menuju kesibukan masing-masing, mengantar keperluan atau meninggalkan jejak kepulangan. Toko-toko mulai buka, menampilkan dagangan sebersih m
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Obrolan

Zea menuangkan sampah ke tong sampah di sebelah parkiran. Sudah sejak kemarin sampah itu numpuk karena tidak dibersihkan oleh Agam. Pemuda itu bertindak semau diri, seolah-olah toserba milik orang tuanya. Lebih mencengangkan lagi, kemarin Agam datang untuk mengajukan surat pengunduran diri. Dia kesal, tetapi juga tidak bisa melarang. Kini dia bekerja dengan karyawan baru, seorang perempuan yang berambut pirang, berkacamata dan mohon maaf—pendengarannya agak kurang. Zea merasa dirugikan atas kepergian Agam. Di depan toserba, duduk dua orang berpakaian serba jins, bedanya yang satu warnanya mulai pudar, satunya lagi pada bagian lutut kainnya berlubang, entah disengaja atau memang karena sudah tak layak pakai. Keduanya sama-sama memakai gelang rantai. Hal paling menonjol yang membedakan identitas mereka adalah kepalanya botak dan satunya dipenuhi rambut penuh uban. Zea tidak heran dengan orang seperti itu tongkrong di toserbanya, lagi pula di seberang jalan ada tempat dugem yang pernah
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Orang Tidak Diduga

Tempat yang semula riuh dengan tepuk tangan, lompatan tubuh anak muda juga berserakan obrolan-obrolan pelampiasan penuh umpatan, mendadak sepi. Halaman parkir dikerubungi dengan sampah plastik dan botol soft drink. Debu berhamburan dipermainkan angin. Gerbang besi mendadak menampilkan karat, lama tidak diusap tangan kekar satpam. Gus Farhan menendang pintu gerbang, gembok rantai menciptakan bunyi gaduh. Karena tidak ada yang membukakan, Gus Farhan akhirnya memanjat gerbang. Ballroom kosong, dihuni kenangan asing yang menyisakan jejak di meja-meja bar. Botol-botol minuman keras masih utuh di dalam krak, tersusun rapi di sebelah kulkas dan freezer. Tiada waitres, apalagi pengunjung, mic karaoke juga ambil cuti, musik gemuruh libur total. Ruang itu serupa kuburan yang ditinggal hidup-hidup. Gus Farhan menuju gudang tempatnya disekap, pada bagian belakang, melalui lorong gelap kemudian menuruni beberapa anak tangga, akan tetapi di saja juga hanya keasingan yang menyergap. Sekujur ruang di
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Dendam Bertumpuk

"Pikirkan baik-baik, kalau saya masuk polisi, apakah kau akan keluar dengan selamat detik ini?" geretak Bos Bagong sambil menjambak rambut yang dibungkus jilbab Shofi. "Lepas!" "Hahaha. Gadis pembawa sial!" umpat Bos Bagong lantas menendang kursi yang digunakan untuk mengikat tubuh malang Shofi. Kursi itu terpental, membentur dinding, menciptakan suara gaduh tetapi tidak seorang pun memberi bantuan, justru ikut mentertawakan. Penderitaan Shofi menjadi guyonan. Bos Bagong melanjutkan aksi, dia menendang lutut Shofi. "Bisnisku porak-poranda karena gadis brengsek sepertimu, biadab!" Kaki Shofi dipancal kuat-kuat. "Kau akan mendapat pembalasan atas semua perbuatanmu!" sentak Shofi menolak gentar. Dia menatap nyalang Bos Bagong, berharap dengan demikian Bos Bagong ciut. "Ceramah lagi, dasar mulut sok suci!" Bos Bagong menyuruh Bawon mendirikan kursi, sementara Juned diperintah mengambil potongan kayu yang berserak di lantai. Entah ada di daerah mana, tetapi mereka sulit ditemukan. Sa
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Harapan Serius

Bukan hanya Gus Farhan yang kecewa, Shofi pun tidak mengerti dengan pikiran Koh Akong. Taipan itu cukup terpandang, kaya raya, baik hati ... tetapi alasan apa yang membuatnya terjebak dengan persengkongkolan bersama Bos Bagong? "Sekali ini, lindungi saya!" pinta Bos Bagong penuh harap sambil bersimpuh di hadapan Koh Akong, ia menangkupkan telapak tangan kemudian menggosok-gosokkannya. "Maaf Bagong, kamu sudah kelewatan, menangkap orang tidak bersalah, bahkan baik-baik, Shofi ini karyawan teladan saya, awalnya mau saya maklumi, tetapi saya tidak bisa mengabaikan permintaan Farhan yang meminta bantuan, dia anak sahabat dekat saya, tidak tega membiarkannya memohon begitu tulus. Mulai detik ini jangan setor uang ke saya lagi, semua setoranmu di masa lalu juga akan saya kembalikan, kau layak dipenjara, Gong!" kata Koh Akong panjang lebar. "Kenapa kau mengecewakan saya, Koh?" tuntut Gus Farhan. "Ingat, Han. Imbalanmu saya menyelamatkan Shofi, sering datang ke pabrik, kamu sudah saya angg
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Hati Nurani

"Di mana hati nuranimu, Nggi?" tuntut Agam. Malam kemarin, dia mendengar pergerakan kaki Anggi. Perempuan berambut pirang dengan wajah masam itu tidak berkutik setelah Agam menarik tangannya kuat-kuat kemudian mendudukkan di kursi teras. Dia mengikat tangan Anggi kepada kursi sementara dirinya lari ke rumah sakit, lantas kembali ke rumah Anggi setelah Shofi mendapat perawatan. Orang yang lalu lalang di depan rumah mencari nasi kucing di angkringan bisa melihat manusia mendiami malam tanpa kenal waktu. Mereka tidak tidur sampai pagi, sibuk berkutat dengan pertanyaan yang sukar dijawab oleh Anggi. Puluhan kali Agam menggertak, jawabannya hanya pengabaian atau justru umpatan. Pagi mengetuk pintu langit timur, burung hantu yang semalam bertengger di atas genting telah kabur mencari persembunyian, sinar matahari merayap di permukaan daun-daun liar, hinggap di atas gulma, menyiram lumut-lumut pada dinding, juga membasuh wajah letih Agam serta Zea yang mendadak tertidur di atas kursi bamb
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Menjaga Diri

"Terima kasih, Shofi. Kau telah menjaga kepercayaan Bunda dengan baik selama ini," ucap wanita yang sedari tadi terisak. Dia mengayunkan punggung tangan untuk menyeka cairan hangat tersebut. Agam sendiri masih terpaku di luar ruang, ada keraguan untuk menemui Shofi, malu karena perasaan bersalah bersemayam di lubuk hatinya. Kepalan tangan terus diremas untuk menguatkan diri, jujur kakinya mengajak lari dari rumah sakit, bersembunyi di tengah kesibukan orang-orang memburu kebanggan Idul Fitri. Hari itu, rumah sakit mendadak sepi, seolah sudah diatur supaya penyakit berkurang menjelang hari raya. Perawat duduk-duduk membawa daftar tanggung jawab yang harus segera ditunaikan. Dokter memeriksa pasien dengan langkah santai, tidak seburu-buru biasanya karena ada pasien urgent harus dioperasi, atau lantaran pasien lain menunggu giliran. Tubuh Agam menjadi kontras di lorong rumah sakit, bersandar pada dinding di bawah kedamaian pagi yang dingin, matahari telah menyambut hari, menentramkan b
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Rapuh

Setelah berdialog beberapa menit, pada akhirnya mereka duduk di dekat ruang laboratorium. Hari itu sepi menggantung di pintu yang tertutup rapat. Ada perawat yang jaga, tetapi tidak ada yang meminta dicek lab. Shofi memilih tempat itu karena jauh dari keramaian, sementara Bunda dipinta menunggu di ruang inap. Ada hal yang perlu dibicarakan dengan Putra. "Aku tidak punya alasan untuk membencimu, Putra." Shofi menempatkan pantat ke kursi tunggu. Mahes yang turut serta dalam obrolan keduanya mendadak berdecak. "Syukurlah," "Persoalannya bagaimana nasib malang Tuan Hendra, jangan terlampau menaruh amarah kepadanya, Putra. Dia demikian karena punya alasan," "Alasan untuk memperkaya diri? Jalan hitam yang dia tempuh faktanya membuat hidupku dipenuhi dengan dosa, Shofi. Aku tidak pernah merasa tentram," protes Putra sambil mengenang kegelapan di jalanan semasa dirinya masih bisa mengayunkan langkah. Aroma alkohol mengendap di kedua lubang, teriakan gadis berpakaian minim terngiang di ge
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status