All Chapters of Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....: Chapter 71 - Chapter 80

274 Chapters

Bab 71

Paginya, sudah seperti biasa orang-orang akan pergi untuk bekerja. Dan aku, harus siap-siap menghadapi Mbak Cindy dengan segala tingkah lakunya."Mereka tidak keluar kamar setelah Raffi pulang kerja. Jadi, aku tidak tahu mereka bertengkar atau tidak."Aku yang hendak pergi ke kolam ikan, berhenti di ambang pintu saat melihat Mbak Cindy sudah berada di sana, sambil berbicara. "Tadi, pagi mereka turun baik-baik saja. Masih mesra dan seperti tidak terjadi apa-apa. Ih, aneh banget kalau Raffi gak marah. Masa, sih gak marah liat istrinya dikirimi pesan sama pria lain?"Aku semakin yakin kalau Mbak Cindy memang dalang di balik pesan itu.Kusenderkan bahuku di pintu kaca, mendengarkan Mbak Cindy yang tengah berbicara di telepon, seraya membelakangiku. "Iya, si Raffi bucin. Bisa aja, sih kalau sebenarnya si Raffi diguna-guna. Si Raya kan orang kampung," ujar Mbak Cindy lagi membuatku mengelus dada.Rasanya aku ingin sekali mendorong Mbak Cindy sampai tercebur ke kolam. Tapi, sayangnya ada C
Read more

Bab 72

Teringat pada pesan Mas Raffi, buru-buru aku mengeluarkan ponsel dari dalam tas selempangku, lalu memotret benda itu untuk aku kirimkan kepada Mas Raffi.Suara gemericik air sudah tidak terdengar lagi, segera aku keluar dari kamar Mbak Cindy dengan tangan yang gemetar. Apa yang aku lihat tadi sangat mengejutkan. Aku tidak menyangka, ada benda seperti itu di rumah ini. "Mbak, mana uangnya? Itu si kurir sudah marah-marah." Bibi menghampiriku dengan terpogoh-pogoh."Aku gak ada uang, Bi. Biarkan sajalah," ucapkuBi Marni mengangguk seraya kembali ke dapur. Sedangkan aku berjalan menuju kamarku. Namun, saat aku sudah di tengah-tengah tangga, Mbak Cindy tiba-tiba keluar kamar dan memanggilku."Ada apa?" tanyaku tanpa turun."Mana duitnya, itu kurir nungguin!" Aku mengembuskan napas berat. "Mbak, aku tidak punya lagi. Uang yang tadi aku berikan sama Mbak, itu uang terakhir. Mas Raffi tidak memberikanku banyak uang, karena aku hanya diam di rumah," ujarku berbohong."Ah, bohong banget kamu
Read more

Bab 73

"Keluarkan, Fi!" Papa memberikan perintah.Mas Raffi mengeluarkan tas kain berwarna hitam. Kemudian ia mengeluarkan isi dari dalam tas itu. Sebuah botol kecil lengkap dengan serbuk mirip pecahan beling berada di dalam plastik kecil. Papa mengusap wajahnya dengan kasar. Ia sampai terduduk di lantai dengan keringat membasahi keningnya. Papa syok, dengan apa yang ia lihat sekarang ini. Menantunya, mengkonsumsi barang haram. "Telepon Raffa, suruh dia datang. Sekarang!" ujar Papa menahan emosi.Mas Raffi tidak membantah. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya, lalu menelepon Mas Raffa.Setelah menunggu beberapa saat, Mas Raffa datang dan langsung menghampiri kami di kamar Mbak Cindy. Kebingungan tergambar jelas dari wajah dokter itu. Satu persatu, wajah kami dilihatnya dengan penuh tanda tanya."Kelakuan istrimu!!" ujar Papa seraya berdiri. Dadanya naik turun dengan napas yang memburu."Maksud Papa, apa?" tanya Mas Raffa pelan."Mbak Cindy, make, Mas!" Mas Raffi ikut menimpali
Read more

Bab 74

"Alhamdulilah ...!" ucap kami semua saat melihat Citra menggeliat. Gadis itu mengucek matanya dengan bibir yang mengerucut. Setelah menunggu dua jam lamanya, akhirnya dia sadar juga.Setelah kesadarannya terkumpul, ia bangun dan melihat kami satu per satu."Oma, kenapa semuanya ada di kamal Cici?" tanyanya polos.Mama langsung memeluk Citra, lalu mengusap kepala gadis itu. Merapikan anak rambut yang berantakan. "Tidak ada apa-apa, Sayang. Kita semua nungguin Cici, bangun. Syukurlah, sekarang Cici sudah bangun," tutur MamaCitra mengerjapkan mata berkali-kali. Pandangannya memindai ke seluruh ruangan."Mami, mana?" Citra kembali bertanya.Kaki semua diam. Bingung bagaimana menjelaskan pada Citra, tentang ibunya yang baru saja dibawa ke tempat rehabilitasi. "Mami sakit, Sayang. Dia sedang berobat," ujar Papa."Hah, sakit? Cici, mau lihat Mami.""Jangan, Nak. Anak kecil tidak boleh ke rumah sakit, Cici di sini saja, ya? Doakan saja, Mami segera sembuh. Oke?" ujar Mama menenangkan Citr
Read more

Bab 75

"Kabar ini, Ra!"Aku tertawa seraya menutup mulut kala Mbak Kinanti mengusap perutnya yang rata. Aku paham maksudnya, mungkin dia menunggu kabar kehamilanku. "Doakan saja, nanti pun akan ada saatnya," ucap Mas Raffi yang tiba-tiba mendekat seraya mengecup pucuk kepalaku.Aku tersenyum malu karena ulah Mas Raffi. Sedangkan saudara-saudaranya, saling menggoda yang katanya suamiku itu jadi budak cinta setelah dia menikah denganku. Waktu semakin malam, anak-anak Mama satu per satu pamit untuk pulang. Kini, rumah kembali sepi seperti awal. Celoteh Citra pun sudah tidak terdengar lagi, karena gadis itu telah terlelap.Aku membereskan rumah yang berantakan. Bekas makanan ringan, serta mainan Citra pun berceceran di mana-mana. "Sini, Mas bantu." Mas Raffi mengambil keresek hitam besar, kemudian memasukkan bungkus makanan ringan ke dalamnya. Sedangkan aku, memasukkan mainan Citra ke dalam keranjang. "Makasih, Mas.""Sama-sama, Sayang. Sudah? Yuk, kita tidur."Aku mengangguk, lalu menyimpan
Read more

Bab 76

"Mas, ini beneran?" Mas Raffi menganggukkan kepala seraya tersenyum.Aku kembali membaca tulisan itu seraya melebarkan mata. Takut, jika aku salah membaca. Namun, tidak sama sekali. Tulisan itu tetap sama seperti yang pertama aku lihat.Liburan? Ke rumah Ibu?Tentu saja aku mau!"Mas, kita ke Garut?" Mas Raffi kembali mengangguk."Yeeee ...! Ah, makasih, Mas!!" Aku berseru bahagia seraya memeluk suamiku. Dibalasnya pelukanku dengan erat, kemudian tubuhku diangkat seraya diputarnya."Aduh, pusing," ucapku setelah dia menghentikan aksinya.Mas Raffi hanya terkekeh kecil, kemudian kembali memelukku. "Seneng, mau jenguk Ibu?" ucapnya di telingaku.Tentu saja aku menganggukkan kepala dengan semangat. Rasa rinduku akan segera terobati. Ah, aku tidak sabar ingin segera bertemu hari esok."Yaudah, sekarang kita pergi, ya?"Aku mengurai pelukan Mas Raffi, menatap manik hitam milik pria paling tampan menurutku. "Ke mana? Bukannya kita akan pergi besok?" tanyaku dengan serius."Pergi ke rum
Read more

Bab 77

Mataku membulat, langsung aku menangkup kedua pipiku yang mulai memanas. Niat hati ingin menggoda Mas Raffi, tapi akhirnya aku malah termakan omonganku sendiri. Aku menggeleng-gelengkan kepala seraya memejamkan mata, menepis pikiran yang sudah berkelana. Namun, saat aku membuka mata, ternyata aku sudah jadi perhatian banyak orang. Sedangkan Mas Raffi, dia sudah pergi terlebih dahulu bersama Citra yang duduk di atas troli. "Mas, tunggu!" ujarku dengan suara tertahan. Ingin berteriak, tapi malu oleh orang banyak.Esok harinya aku dan Mas Raffi sudah siap untuk pergi. Namun, di sinilah drama kembali terjadi. Citra, nangis meminta ikut bersama kami."Ikut, Om. Tante, ikut!" Rengekan Citra membuat aku dan Mas Raffi saling pandang.Sungguh, aku tidak tega meninggalkan Citra. Ingin rasanya aku membawa dia bersama kami. Namun, Mas Raffa tidak memberikan izin. Dia pun tidak ingin jauh dari putrinya yang sering ditinggal bekerja. "Janganlah, kalau untuk pergi jauh dan nginap, rasanya Mas, be
Read more

Bab 78

"Assalamualaikum, Ibu!" Aku berseru saat melihat Ibu membuka pintu. Ia keluar lalu memelukku yang langsung lari menubruk tubuhnya."Ya Allah, Raya? Kalian datang?" Belum aku menjawab pertanyaan Ibu, Mas Raffi menghampiri kami dan langsung mencium punggung tangan Ibuku itu."Ayo, masuk. Silahkan masuk," ujar Ibu menuntunku dan Mas Raffi.Aku masuk, dan duduk di kursi yang masih kokoh dari sewaktu aku kecil. Kupindai ruangan ini, masih sama seperti terakhir aku tinggalkan. Rak kayu, tivi kecil, gorden warna merah muda yang warnanya sudah memudar akibat terlalu sering dicuci. Semuanya tidak pernah berubah. "Ini, diminum dulu. Maaf, Ibu tidak menyiapkan apa-apa untuk menyambut kedatangan kalian. Karena Raya, tidak memberi kabar akan datang," ujar Ibu menyuguhkan dua gelas air putih padaku. "Terima kasih, Ibu. Kami memang sengaja ingin memberikan kejutan untuk Ibu," ujar Mas Raffi. Suamiku mengambil gelas berisikan air yang baru saja disuguhkan Ibu, lalu meminumnya hingga habis."Min
Read more

Bab 79

Keantusiasan Bibi, mengundang banyak mata untuk melihat. Akhirnya, aku jadi tontonan tetangga yang rumahnya berdekatan dengan rumah Ibu. Aku pun mengajak mereka masuk ke dalam rumah, sambil ngobrol-ngobrol. Di antara mereka yang datang ke rumah, ada yang pernah mengolok-olok wajah suamiku. Bahkan, mengatakan kalau aku ini wanita buta.Namun, sekarang dia tidak bisa lagi bicara. Mulutnya bungkam dan hanya mampu melirikku dengan ujung mata."Azriel, panggil Rahma sama Diana, ya? Bilang, Bibi Aya, mau ketemu," ujarku pada cucunya Bibi, yang tidak lain adalah anaknya Naima yang berusia tiga tahun.Balita itu mengangguk. Ia turun dari rumah dengan bersemangat. Kemudian lari ke arah rumah yang di tuju."Bibi Aya datang!!" teriak Azriel yang lari tunggang langgang.Para tetangga sudah pergi, kini hanya ada saudara-saudaraku. Aku pun mulai mengeluarkan oleh-oleh untuk mereka. Keponakan perempuanku ada dua. Yaitu Rahma dan Diana yang masing-masing masih duduk di bangku sekolah dasar. Sedangk
Read more

Bab 80

Aku menutup mulutku yang berseru dengan salah ucap. Tentu saja kata-kataku membuat Bu Rahmi mendelikkan mata tidak suka."Sini, Bu saya bantuin," ucapku mengulurkan tangan."Tidak usah, saya bisa sendiri. Orang saya tidak apa-apa, kok," jawab Bu Rahmi dengan sewot. Aku dan Mas Raffi pun hanya melihat tanpa membantunya. Bu Rahmi bangun dan naik dengan keadaan baju daster yang sudah basah dan sedikit ada yang sobek di bagian bawahnya. "Ibu, tidak apa-apa?" tanya suamiku.Bukannya menjawab, wanita seumuran Ibu itu malah cepat-cepat pergi dengan mengentakkan kakinya.Mas Raffi menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Bu Rahmi yang seperti anak kecil. Kami pun kembali melanjutkan perjalanan hingga akhirnya tiba di rumah.Mas Raffi langsung mandi dengan air hangat yang sudah disiapkan Ibu. Aku pun melakukan hal yang sama, setelah suamiku itu selesai dengan ritual mandinya."Makasih, Ibuku Sayang, sudah dimasakin air panas. Jadi tidak kedinginan, deh," ujarku setelah keluar dari kamar m
Read more
PREV
1
...
678910
...
28
DMCA.com Protection Status