Semua Bab Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Bab 411 - Bab 420

525 Bab

S3| 99. Jeremy Peduli Padaku?

Namun, setelah beberapa kedipan, Ava menyusul. Jeremy tiba lebih dulu di depan pintu. "Hei, kau tidak menganggap serius omongan ibumu tadi, kan?" Ava menahan tangan Jeremy agar tidak mendorong pintu lebih lebar.Jeremy mengangkat alis. "Tentang aku harus bertanggung jawab terhadapmu?" "Tentang kau harus meminta maaf kepada ibuku. Kau tahu? Itu tidak perlu. Lagi pula, ibuku tidak akan tahu. Sekarang pergilah ke kamarmu."Jeremy mengerutkan mulut. "Tapi aku tetap ingin menyapa ibumu. Si Kembar bilang, ibumu harus lebih sering diajak ngobrol." Ia mendorong pintu dan melangkah masuk. "Hei," Ava meringis risih, "sudah kubilang, tidak perlu. Kita ini bukan siapa-siapa, oke? Kau dan aku hanya teman. Kita hanya perlu memedulikan ibu masing-masing." Langkah Jeremy memang tertahan, tetapi mulutnya tidak menjawab. Matanya melebar dan telunjuknya terangkat menuju ranjang. "Ava? Ibumu ...." "Apa?" Ava menoleh dengan wajah yang masih berkerut. Namun, ketika ia melihat sang ibu, ia terkesiap."I
Baca selengkapnya

S3| 100. Apakah Paman Jeremy Menyukai Ava?

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" Ava melangkah masuk sambil menahan senyum. Jeremy menoleh dengan raut serius. "Ibumu bertanya apakah aku punya anak atau tidak. Dia bilang pernah mendengar suara anak-anak sewaktu koma. Padahal, tidak ada anak kecil di sini." Mendengar nada horor itu, Ava gagal mengendalikan kegeliannya. "Oh, itu pasti Louis dan Emily." Ia menutupi mulut dengan sebelah tangan. "Louis dan Emily?" Jeremy berkedip-kedip. Mengingat bahwa keponakannya itu pernah mengunjungi Nyonya Connor beberapa kali, ia mendesah tak percaya. "Astaga, aku lupa kalau ada mereka." Ia menertawakan kebodohannya sendiri. Sementara itu, Ava berjalan menuju sisi ranjang yang lain. Tatapannya terhadap sang ibu sudah kembali normal—tanpa kesedihan ataupun kekecewaan. "Apakah yang Ibu dengar itu seperti nyanyian?" Nyonya Connor mengangguk samar. Sambil tersenyum simpul, Ava melirik Jeremy. "Pada malam tahun baru, mereka bernyanyi untuk menghibur ibuku." Ava menggeser pandangan kembali ke N
Baca selengkapnya

S3| 101. Malu

"Nyonya Connor, Nyonya Connor!" Si Kembar menebar keceriaan di sepanjang jalan yang mereka lewati. Setibanya di kamar sang wanita, mereka melompat-lompat kegirangan. Tangan mereka melambai dengan penuh semangat."Halo, Nyonya Connor. Perkenalkan, aku Louis." "Dan aku Emily. Kami kembar fraternal. Louis lahir lebih dulu dariku." "Kami senang kamu akhirnya bangun!" seru dua balita itu bersamaan. Melihat semangat dua balita itu, Ava tersenyum manis. Apalagi, sang ibu akhirnya menampakkan cahaya di matanya. "Kalian yang bernyanyi waktu itu?" Si Kembar mendadak diam. Dengan senyum beku, mereka berkedip-kedip mencerna suara yang terlalu kecil itu. "Apa yang baru saja Nyonya Connor katakan?" Louis melirik sang adik. Emily mengangkat pundaknya samar, takut menyinggung wanita itu. "Aku tidak tahu." Ava pun bangkit dari kursinya. "Kalian tidak akan bisa mendengarkan ibuku dari situ. Ayo kemarilah." Ia mengulurkan tangan. "Kalian bisa mengobrol dengan ibuku dari dekat." Wajah si Kembar
Baca selengkapnya

S3| 102. Serahkan kepada Paman Jeremy

"Kau tidak perlu membayarku, Eva. Ibu juga ibuku. Sudah menjadi kewajibanku untuk menjaganya," ujar Ava sepelan mungkin.Akan tetapi, Eva mengibaskan tangan di depan tawa sok anggunnya. "Sudah, tidak perlu malu. Aku tahu kau butuh. Terima saja, hmm? Atau, kau boleh menganggapmya uang saku dariku. Aku mendapat rejeki lebih akhir tahun kemarin. Butikku laris manis." Ava semakin tidak berani menegakkan kepala. Beban dalam hatinya seakan telah membebani dagu. Deru napasnya pun mulai mengguncang pundak. "Lalu ini," Eva menyerahkan kantong lain yang berukuran lebih kecil. "Kau tidak berpikir aku melupakan hari ulang tahunmu, kan?"Eva melebarkan senyum lalu mendekap Ava. "Selamat ulang tahun, Kakak. Maaf aku terlambat satu hari."Mendengar itu, leher Louis memanjang. "Kemarin Ava berulang tahun? Kenapa dia tidak memberi tahu kita?" "Dan kenapa Paman Jeremy juga merahasiakannya?" Emily mengernyitkan dahi.Rasa bersalah seketika menghantui Jeremy. Ia telah melewatkan hari spesial Ava dan ba
Baca selengkapnya

S3| 103. Mata-Mata Cilik

"Apakah kau ...." Jeremy tertunduk. Suaranya agak ragu. "Baik-baik saja?" Napas Ava sontak tertahan. Getaran aneh menggelitik hatinya. "Ya. Ada apa?" Jeremy mengangguk kaku. "Baguslah. Kukira kau akan menangis setelah dipermalukan oleh adikmu." Ava tersenyum kecut meski hatinya sedikit tersentuh. "Kau akan malu jika berada di posisiku?" "Ya, tapi bukan tentang apa yang dikatakan oleh adikmu." Ava menyipitkan mata. "Maksudmu?" "Meskipun yang dikatakan Eva benar—kau suka berhemat, tidak mau menghamburkan uang, tidak suka berpesta—kau tidak perlu malu. Itu sikap yang wajar. Dulu aku juga begitu." "Lalu, apakah karena barang-barang yang dibawanya?" Ava melirik tas belanjaan di atas kursi. "Kau malu jika menerima baju bekas di depan orang-orang?"Jeremy menggeleng. "Sewaktu di panti, aku juga sering menerima pakaian bekas seperti itu. Kalau modelnya bagus, aku menjadikannya kebanggaanku. Aku bahkan berani memakainya untuk menghadiri pesta. Jadi, itu hal yang wajar." Ava melipat tang
Baca selengkapnya

S3| 104. Rencana Jeremy

Mata Eva berbinar saat melihat menu yang tersaji di meja makan. Padahal, ia sudah sering pergi ke restoran bersama pria-pria yang dikencaninya. Namun, hidangan yang mereka pesan belum pernah semewah ini. "Wah, saya merasa tersanjung sekali. Saya hanya datang untuk menjenguk Ibu saya. Saya sama sekali tidak menduga Anda menyambut saya dengan makan malam istimewa ini." Orang-orang di sekelilingnya sontak bertukar pandang. Bahkan mata si Kembar membulat maksimal. Hanya Ava yang tak berani menegakkan kepala. Ia fokus menyiapkan makanan untuk sang ibu yang duduk di sampingnya. "Makan malam ini bukan untuk menyambutmu, Eva," celetuk Louis tanpa terduga. "Ini untuk menyambut Nyonya Connor." Beberapa orang sontak mengulum senyum. Mereka berpikir Eva memang pantas mendapat kata-kata tersebut. Kalau Barbara ada di sana, ia pasti sudah meloloskan tawa dan berbisik-bisik dengan Philip. "Louis, kenapa kamu bicara begitu?" tegur Kara lembut. "Eva kan putri dari Nyonya Connor. Jika kita menyamb
Baca selengkapnya

S3| 105. Hadiah untuk Ava

Satu per satu mulai menghampiri Ava, memberinya ucapan selamat dan doa. Mulai dari si Kembar, Kara, Vivian. Tidak ada satu pun dari mereka yang terlihat membawa hadiah. Akan tetapi, rasa iri tetap meradang dalam hati Eva. "Selamat ulang tahun, Ava. Kuharap kau selalu mendapatkan yang terbaik." Jeremy adalah orang terakhir yang menyalami Ava, sebelum Eva. Gayanya kaku, senyumnya canggung. Meski demikian, Ava menghargai itu. "Terima kasih ..., Tuan Jeremy." Bibirnya melengkung malu-malu. Setelah Jeremy mundur, Eva melangkah maju. Ia memeluk saudaranya, memasang raut ceria. "Meskipun aku sudah mengucapkan selamat tadi, kurasa tidak ada salahnya kuulangi. Happy birthday, Kakak. Kau beruntung sekali bisa mengenal keluarga ini. Tanpa mereka, kau pasti tidak akan merayakan ulang tahunmu." Ava mendesah samar. Kata-kata sang adik tidak berpengaruh lagi padanya. "Terima kasih, Eva." "Sama-sama, Kakak." Eva terus menjaga senyum sampai ia kembali ke kursinya. "Jadi, apa acara setelah ini? Po
Baca selengkapnya

S3| 106. Retak

"Wow ..." desah Ava tanpa sadar. Meski suara Ava amat tipis, telinga Jeremy menangkapnya. Sudut bibir pria itu bergerak naik sekilas. "Kau suka?" Ava mengangkat sorot matanya yang penuh keharuan. "Ya, ini ... sangat indah. Terima kasih, Jeremy. Tuan Jeremy," koreksinya sigap. Jeremy sebisa mungkin menahan senyum dan mengangguk. "Ava," suara manis Emily tiba-tiba terdengar memelas, "bisakah kau menunjukkan gaun itu kepada kami? Aku penasaran dengan model yang dipilih Paman. Sepertinya sangat cantik." "Ya, Ava. Perlihatkan kepada kami!" Louis mengangguk-angguk dengan mata bulat. Ava pun meletakkan kotak di atas kursi. Selang beberapa saat, sebuah evening dress berwarna lilac terbentang. Modelnya simpel, tetapi terkesan elegan. Apalagi, ketika benang emas yang menghiasinya memantulkan cahaya, semua mata tidak berkedip melihatnya. "Paman, bukankah itu gaun limited edition? Dia bersanding dengan gaun rancanganku di most anticipated fashion of the new year!" Louis mengerjap, menoleh
Baca selengkapnya

S3| 107. Ledakan Emosi

"A-apa maksudmu? Kenapa kau berkata begitu?" Suara Ava serak. Kerongkongannya terasa gersang. Tiba-tiba, telunjuk Eva menusuk pundaknya. "Kalau kau tidak kembali, Papi dan Mami hanya akan menyayangiku. Akulah putri mereka satu-satunya. Aku tidak akan berada di bawah bayang-bayang siapa pun.""Kau sadar apa yang kau ucapkan itu?" Suara Ava semakin goyah. Bibirnya gemetar hebat. Matanya sampai memerah meredam ledakan emosi dalam dada. "Ya, aku sadar betul. Aku sudah menahan ini sejak dulu. Mengapa kau tidak mati saja saat diculik? Mengapa kau malah kembali di saat aku sudah nyaman dengan keluarga baruku? Heh? Mengapa?" Tanpa terduga, sebuah tamparan mendarat di pipi Eva. Gadis itu terkesiap. Ia sama sekali tidak menduga seorang Ava yang selalu tunduk bisa berbalik menyerangnya. "Kau sudah keterlaluan, Eva. Selama ini, aku sudah sangat sabar menghadapimu. Kau pikir tidak sulit menjadi diriku?" Nada bicara Ava ikut naik walaupun volumenya masih terkendali. "Aku sudah berjuang mati-ma
Baca selengkapnya

S3| 108. Akibat Dengki

Melihat layar ponsel Frank, Kara ikut terbelalak. "Bukankah di sana sudah larut malam?" Louis berkedip-kedip sambil mengunyah makanannya. "Siapa yang menelepon, Mama?" tanyanya dengan mulut penuh. "Nenek Diana," sahut Frank sebelum mengangkat telepon. "Halo?" "Frank!" Frank spontan menjauhkan ponsel dari telinganya. "Ada apa, Nek? Kenapa berteriak begitu?" "Mengapa kalian tidak mengabari apa pun kepadaku? Pantas saja aku tidak bisa tidur dua malam ini. Aku sedang belajar menggunakan internet tadi. Tiba-tiba, artikel tentang kalian bermunculan." "Tenang, Nek. Jangan panik dulu. Semuanya sudah terkendali. Anak-Anak baik-baik saja. Saat ini, mereka sedang makan dengan lahap." "Mana mereka?" Frank menghidupkan mode pengeras suara. "Anak-Anak, Nenek ingin bicara dengan kalian." Louis cepat-cepat menelan makanan di mulutnya. "Nenek!" Emily yang masih mengunyah hanya bisa melambaikan tangan. "Louis, bagaimana keadaanmu, Sayang? Kau baik-baik saja?" "Aku baik-baik saja, Nek. Nenek
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
4041424344
...
53
DMCA.com Protection Status