Semua Bab Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Bab 401 - Bab 410

525 Bab

S3| 89. Waktunya Habis

Turner berdiri di depan pintu dengan tatapan kosong. Dalam hati, ia mengutuk dirinya sendiri. Mengapa dulu ia memutuskan untuk mendedikasikan diri kepada keluarga Moore? "Kalau saja dulu aku melamar di perusahaan lain, hidupku tidak akan serumit ini." Turner mendesah pasrah. Pundaknya terkulai lemas. Namun, ketika telinganya menangkap suara roda troli, punggungnya kembali tegak. Matanya terbelalak melihat betapa banyak makanan tersusun di sana. "Apa ini?" "Permisi, Tuan. Kami datang mengantarkan pesanan untuk Supersuite 5." "Supersuite 5?" Turner menoleh ke belakang. Ia tidak salah ingat ataupun salah dengar. "Saya tidak memesan apa-apa." "Makanan ini dipesan atas nama Louis dan Emily." "Louis dan Emily?" Suara Turner menanjak. "Bagaimana bisa?" "Mereka menelepon kami, Tuan. Mereka mengatakan bahwa mereka adalah tamu istimewa Tuan Moore. Awalnya kami sempat ragu. Tapi setelah memeriksa daftar, ternyata Tuan Moore memang sengaja mengosongkan Supersuite 5 untuk tamu spesial." Sa
Baca selengkapnya

S3| 90. Ayo Beraksi!

"Tunggu dulu!" Louis mengerutkan alis. "Kau tidak boleh curang, Tuan Moore. Kau meminta kami untuk berdiskusi. Jadi, kamilah yang berhak menentukan siapa yang harus berkorban, bukan kamu ataupun Nyonya Moore." Sementara pasangan Moore menyimak, Louis menggamit tangan sang adik. "Jangan takut, Emily. Aku tidak akan membiarkan mereka melemparmu ke laut." Sedetik kemudian, Louis kembali menatap Victor. "Aku sudah memutuskan. Akulah yang harus berkorban lebih dulu." "Louis, kenapa kamu berkata begitu?" Emily mengguncang tangan sang kakak. "Tidak apa-apa, Emily. Aku jauh lebih kuat daripada kamu. Kemungkinan aku bertahan di laut lebih besar dibandingkan dirimu. Ingat, aku sudah bisa berenang." "Tapi, bagaimana kalau kamu tidak bisa bertahan? Aku tidak mau kamu mati, apalagi demi menyelamatkan aku. Kalau itu terjadi, aku pasti akan sangat menyesal dan merasa kesepian. Aku tidak akan bisa tidur setiap malam dan aku tidak bisa berhenti menangis sepanjang hari." Akan tetapi, Louis tetap p
Baca selengkapnya

S3| 91. Melanjutkan Misi

Sambil bergandengan tangan, si Kembar terus berlari. Mereka tertawa-tawa karena berhasil mengelabui musuh. "Kau lihat wajah Turner tadi? Kalau dia adalah tokoh kartun, pasti sudah ada burung-burung terbang mengelilingi kepalanya," tutur Emily sambil terengah-engah. "Ya! Dia sangat kocak. Kurasa dia akan dimarahi habis-habisan oleh Tuan Moore setelah bangun nanti. Oh, Emily, lihat!" Louis menghentikan langkah dan menunjuk pintu besar yang terbuka lebar, beberapa meter di depan mereka. Mata Emily seketika berbinar. "Itu pintu menuju ruang makan, kan?" "Benar. Ayo ke sana, Emily!" Louis kembali menarik tangan sang adik. Akan tetapi, selang beberapa langkah, Emily menahan lengannya. "Tunggu, Louis! Lihat, ternyata ada penjaganya." Louis berkedip-kedip, berpikir. Tepat saat itu pula, dua orang yang tampak seperti pasangan muda muncul dari tangga. "Emily, aku punya ide." Louis berbisik lalu mengajak Emily menghampiri mereka. "Permisi, Tuan dan Nyonya. Bolehkah kami meminta bantuan An
Baca selengkapnya

S3| 92. Gawat!

Emily terkesiap saat menyadari kehadiran musuh. Tanpa berpikir panjang, ia membenamkan diri di jok. Ia tidak peduli jika wajah Louis sudah keluar dari frame. Yang penting adalah menjadi lebih waspada. "Mama, nanti kita sambung lagi. Aku dan Louis harus mengurus sesuatu." Belum sempat Kara menjawab, panggilan sudah diputus. Hal itu menimbulkan kekhawatiran yang luar biasa dalam hatinya. "Apakah terjadi sesuatu? Mereka kelihatan takut sekali," desah Kara seraya mendekap ponselnya ke dada. Ava memegangi pundak Kara. "Saya rasa Anda tidak perlu khawatir, Nyonya. Louis dan Emily bisa bertahan sejauh ini dan tadi, mereka terlihat baik-baik saja. Mereka pasti bisa bertahan." Kara mendesah samar. Dalam hati, ia mengamini perkataan Ava. Sementara itu, di kapal pesiar, Victor mengutuk kelakuan balita yang berani menyentuh mobil kesayangannya. Tatapannya runcing, seakan tahu di mana posisi kepala Louis berada. Wajahnya memerah, menahan panasnya kepulan emosi dalam dada. "Kosongkan area!"
Baca selengkapnya

S3| 93. Menembus Masuk

Napas Emily tersekat. Ketakutan seperti telah merampas udara dari paru-parunya. "Lalu? Apakah itu artinya ... peluru itu bisa menembus masuk?" Pita suaranya terjepit keras. Louis ikut mengerutkan alis. "Aku tidak tahu, Emily. Mari kita berdoa saja supaya mobil ini lebih kuat daripada itu." Tiba-tiba, pria yang memegang senapan mulai membidik. "Semuanya menyingkir!" Para penumpang kapal tidak berani lagi mengintip. Mereka berlari sejauh mungkin ke sisi lain dari kapal, berteriak dan memekik. Beberapa orang bahkan mulai menangis. "Louis? Apa yang harus kita lakukan?" Suara Emily semakin mendekati langit. "Eng, menghindar?" Louis memeriksa sekeliling. Ada cukup ruang untuk mobil berputar-putar. Pertanyaannya, apakah dia sanggup mengemudi lebih cepat? Victor pun bergerak mundur ke arah pintu. Ia tidak mau mengambil risiko jika ada peluru yang terpantul. Setibanya pada jarak aman, ia melepas perintah. "Tembak!" Tepat sebelum peluru berdesing, Louis menginjak pedal. Mobil pun berbelo
Baca selengkapnya

S3| 94. Apakah Louis Terluka?

"Louis!" Frank spontan melepaskan tawanannya dan melompat menyelamatkan sang putra. Ia berhasil mengamankan Louis dalam dekapan. Namun, saat mereka berdua mendarat di lantai, balita itu mengerang. "Aaargh! Aaargh ...!" Mata Louis terpejam erat. Tangannya menyilang di depan dada. Melihat wajahnya mengernyit seolah menahan sakit, jantung Frank berdegup tak karuan. "Louis?" "Apakah Louis terluka?" Suara Emily menyentak akal sehat Frank. Ia mengerjap, lalu bergegas membaringkan sang putra di lantai. "Louis, bagian mana yang sakit?" Louis tidak menjawab. Ia terus mengerang dan mendekap tubuhnya sendiri. Frank pun memeriksa sang putra. Tidak menemukan jejak darah, kerut alis Frank berubah makna. Gadis mungil yang menautkan tangan di sampingnya juga menunjukkan ekspresi yang sama. "Apa yang salah dengan Louis, Papa?" Frank mengamati sekeliling mereka dengan cermat. Menemukan peluru kecil yang menancap pada lantai kayu di dekat mereka, ia mendesah lega, setengah tertawa. "Kamu tidak
Baca selengkapnya

S3| 95. Amukan Patricia

Sementara pihak kepolisian memberi penjelasan kepada Patricia, Frank menghampiri. Tak ingin jauh dari ayah mereka, si Kembar pun mengintil. "Tidak, kalian tidak boleh membawa suamiku! Dia tidak bersalah. Apa buktinya kalau dia penjahat? Kalian jangan terhasut oleh fitnah orang." Patricia berusaha menarik lengan Victor. Namun, gerakannya dihalang oleh petugas. "Maaf, Nyonya. Surat penangkapan sudah jelas. Kalau Anda tidak sepakat dengan tuduhan, tolong ikuti prosedur hukum. Carilah pengacara terbaik untuk datang ke pengadilan nanti." "Tidak. Tidak!" Patricia meronta-ronta. Victor menghela napas menyaksikannya. "Sayang, tolong jangan mempersulit pihak kepolisian. Biarkan saja mereka membawaku. Tidak lama lagi, mereka pasti akan membebaskanku karena aku tidak terbukti bersalah. Kau tunggu saja. Mereka akan bertekuk lutut di hadapan kita." Akan tetapi, Patricia terus menggeleng. Seorang petugas wanita terpaksa menahannya. Ketika Victor menghilang dari pandangan, Patricia mengerang s
Baca selengkapnya

S3| 96. Bersatu Lagi

"Kenapa? Bukankah kami sudah mengabarkan kalau Philip juga selamat?" Louis mendekatkan mukanya ke kamera, menunjukkan keseriusannya. "Bibi tidak percaya. Dia menuduh kita berbohong agar dia bisa tenang," Kara mengedikkan pundak."Dia masih menangis?" Frank akhirnya ikut bicara. Kara mengangguk. "Padahal, air matanya sudah kering. Tapi dia masih tersedu-sedu." Bibir Emily mengerucut. "Kenapa Bibi cengeng sekali? Apakah dia tidak malu kepadaku? Aku saja tidak menangis." "Kamu tidak boleh sombong, Emily. Kasusmu dan Bibi itu berbeda. Mama, di mana Bibi sekarang? Aku mau bicara dengannya." "Tunggu sebentar." Saat wajah sembap Barbara terlihat, si Kembar melambaikan tangan. "Halo, Bibi." Barbara memalingkan muka. "Sudah kubilang, aku tidak mau dihibur oleh siapa pun. Aku hanya mau Philip." "Bibi yakin tidak mau dihibur oleh kami? Padahal, kami punya sesuatu yang spesial untuk Bibi." Sedetik kemudian, Louis menyikut lengan Frank. "Papa, cepat ganti ke kamera belakang." Mendengar itu
Baca selengkapnya

S3| 97. Bosan Bermusuhan

Tawa Frank kembali mengudara. Sambil mundur selangkah, ia bergumam, "Kemarilah, Anak-Anak." Sejurus kemudian, ia menggendong si Kembar. Kara dengan senang hati membungkus mereka dengan lengannya. "Oh, Mama. Aku terjepit!" Emily terkikik. "Tapi aku suka dijepit begini." Ia menarik leher kedua orang tuanya lebih erat. Sementara itu, Louis merentangkan tangan ke atas. "Woohoo! Aku senang kita kembali bersatu! Kuharap kita tidak akan pernah terpisah lagi. Apalagi nanti, kalau Adik Kecil sudah lahir." Dari kejauhan, Ava menyaksikan keharmonisan itu dengan mata berkaca-kaca. Tangannya tanpa sadar mengepal di depan dada. Pundaknya sesekali naik lebih tinggi, mengimbangi harapan yang kembang-kempis dalam paru-parunya. "Kau memang suka memperhatikan orang, hmm?" Suara itu sontak membuyarkan lamunan Ava. Namun, mengetahui Jeremy telah berdiri di sampingnya, keterkejutannya berubah menjadi kecanggungan. "Sejak kapan kau di sini?" Ava mendatarkan ekspresi dan nada bicara. Jeremy mengedikka
Baca selengkapnya

S3| 98. Jangan Malu-Malu

"Saat itu, kami belum tahu kalau kamu ternyata berpacaran dengan Paman Jeremy. Sekarang karena kami sudah tahu, kami harus memanggilmu Bibi. Benar begitu, Louis?" Louis mengangguk mantap. "Ya! Sama seperti kami memanggil Philip Paman. Meskipun terkadang kami sering lupa, kami harus mulai berlatih sebelum dia dan Bibi Barbara menikah." Ava ternganga lebar. Frank dan Kara mengulum senyum memperhatikan gerak-geriknya. Apalagi, Jeremy mengusap tengkuk, salah tingkah. "Apa yang kalian bicarakan? Aku dan Ava tidak berpacaran." "Tapi Paman Jeremy memegang tangan Ava tadi. Kalian berdua seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Seperti Brandon dan pacarnya dulu!" Mendengar itu, pipi Ava memerah. Jeremy pun berdeham, membersihkan tenggorokannya. "Jangan mengada-ada, Kembar. Kami hanya berteman." "Tidak berteman juga tidak apa-apa. Maksudku bukan bermusuhan, tapi berpacaran. Ava orang yang baik, Paman," Louis mengangguk-angguk meyakinkan. Emily menirunya. "Dan dia juga cantik dan s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
3940414243
...
53
DMCA.com Protection Status