Semua Bab Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Bab 391 - Bab 400

525 Bab

S3| 79. Harapan yang Goyah

Napas Frank mendadak tertahan, seperti ada sesuatu yang menyumbat tenggorokannya. Namun, ia tidak mau panik. Sebisa mungkin, ia mengendalikan paru-parunya. "Jangan berasumsi apa-apa dulu." Tangannya meremas jemari Kara lembut. "Mari kita coba menghubunginya. Siapa tahu, Barbara sudah pulang atau membatalkan niatnya. Dia itu manja. Dia mana tahan pergi ke mana-mana sendirian?" Kara mengangguk, berharap ucapan Frank menjadi kenyataan. Namun, melihat raut Frank saat menelepon, harapannya goyah. "Ada apa, Frank?" Frank menurunkan ponsel dan berkedip tegang. Ia tidak mungkin berbohong. "Nomornya tidak aktif." Sambil meletakkan sebelah tangan di pinggang, Frank mencoba sekali lagi. Berdirinya kini membelakangi Kara, mengantisipasi kalau-kalau ia gagal mengendalikan ekspresi. Mendapati nomor Barbara tidak juga bisa dihubungi, Frank menarik napas dalam-dalam. Matanya terpejam, rahangnya terkatup erat. Namun, ketika berbalik, ia langsung meraih ponsel Kara. "Aku pinjam sebentar." Tanpa be
Baca selengkapnya

S3| 80. Ayo Selamatkan Mereka

"Siapa kau?" tanya Philip dengan nada rendah. Mendengar suara menggeram itu, si Kembar mendongak. Mata mereka membulat dan mulut mereka sedikit membuka. Akan tetapi, Philip tidak lagi bersuara. Saat menurunkan ponsel dari telinganya, ia hanya menggertakkan geraham. Tangannya mencengkeram ponsel dengan sangat kuat. "Ada apa, Philip? Apakah sesuatu terjadi pada Bibi?" Philip mendongak, membuang tekanan yang berlebihan dalam paru-parunya. Namun, ia tidak yakin bisa menghapus guratan merah dari matanya. Karena itu, ia memasukkan ponselnya ke dalam saku lalu mengulurkan tangan kepada si Kembar. "Sean sebentar lagi tiba. Kita harus bergegas ke gerbang depan." Si Kembar tidak lagi bertanya. Mereka saling lirik, mengerti bahwa Philip merahasiakan sesuatu dari mereka. Terbukti, begitu Sean tiba, Philip mengajak pria itu bicara agak jauh dari si Kembar. "Emily, menurutmu, apa yang dibicarakan oleh Philip?" Louis mencondongkan mulutnya ke telinga Emily. "Aku tidak tahu, Louis. Tapi, apa
Baca selengkapnya

S3| 81. Mobil yang Terjungkal

"Baiklah. Terima kasih banyak atas kesediaan Anda. Mohon tunggu aba-aba dari saya .... Ya, terima kasih." Usai menutup telepon, Frank mencoret nama terakhir dalam daftar. Saat itu pula, seorang pengawal memasuki ruangannya. "Permisi, Tuan." Frank menyambut dengan lirikan serius. "Apakah tim tambahan sudah tiba?" Sang pengawal berdiri di depan meja dengan kepala agak tertunduk dan tangan terkepal erat. "Sudah, Tuan." "Bagus. Kalau begitu, ayo berangkat sekarang. Istriku sudah siap di ruangannya?" "Maaf, Tuan. Tapi ... ada masalah." Tangan Frank yang semula lincah membereskan barang-barang mendadak menegang. "Masalah?" Sang pengawal menarik napas berat. "Tim Cheetah dan Delta baru saja melapor. Tuan Muda mengatakan kalau mereka mau ke kantor secepat mungkin. Ada barang-barang yang ingin mereka ambil dan mereka juga berharap bisa pulang bersama Anda." Rahang Frank berdenyut. "Lalu?" "Lalu, Tim Cheetah dan Delta mengubah formasi. Mereka melaju lebih dulu untuk membukakan jalan. T
Baca selengkapnya

S3| 82. Kau Mengkhianati Kami?

Sean menggertakkan geraham. Bibirnya sampai gemetar, tidak tega melontarkan jawaban yang kurang pantas didengar oleh si Kembar."Musuh itu seperti singa yang siap menerkam. Mereka suka mengincar mangsa yang ketakutan. Oleh karena itu, ingat kata-kata saya ini baik-baik."Louis mempertajam pendengarannya. Bahkan Emily menahan napas, takut suara embusannya menutupi penjelasan."Jangan menangis ketika berhadapan dengan mereka. Tetaplah berdiri tegak dan berbicara yang lantang. Yakinlah orang tua kalian akan segera datang untuk menyelamatkan. Kalau perlu, gertak dan ancam balik mereka. Tawaran kerja sama yang menguntungkan juga bisa berguna. Yang penting, kalian jangan terlihat lemah. Karena kalau itu terjadi, kalian malah akan ditindas."Louis berkedip-kedip mencernanya. Sean belum pernah berbicara sepanjang itu dalam satu tarikan napas. "Oke. Tapi, kenapa kamu mengatakan itu, Sean? Bukankah kita akan mengendap-endap? Kita tidak akan berhadapan dengan mereka."Sean menelan ludah pahit. S
Baca selengkapnya

S3| 83. Jangan Sampai Terlambat

Begitu pintu mobil ditutup, Louis langsung memutar posisi duduknya menghadap Emily. "Kerja bagus, Emily. Kamu bisa mengendalikan emosimu dengan baik." "Begitukah? Padahal aku sangat takut tadi. Badanku terasa gemetar. Apakah tidak terlihat?" Louis menggeleng. "Tidak. Gertakanmu juga cukup bagus. Lain kali, bicaralah lebih lantang dan jangan mencebik." Emily memasukkan bibir. "Itu sulit. Sekarang saja, mataku terasa panas sekali. Apakah kita akan baik-baik saja, Louis?" "Ya, pasti. Orang-orang itu kelihatannya belum berpengalaman. Lihat saja bagaimana cara mereka mengikat kita. Ini sangat mudah dilepas. Mereka juga tidak menutup mulut kita. Aku yakin, kita akan baik-baik saja." Tepat ketika Louis selesai bicara, ledakan keras menggetarkan mobil dan menyentak tubuh mereka. Dengan mata terbelalak, kedua balita itu ternganga. "Bunyi apa itu, Louis? Apakah itu suara tembakan?" "Kurasa itu suara ledakan bom." Selang beberapa kedipan, Emily menautkan alis. "Apakah Sean dan keluarganya
Baca selengkapnya

S3| 84. Mencari Petunjuk

Belum sempat Frank menjawab, tubuh Barbara melemas. Kalau saja Kara tidak sigap menariknya, ia pasti sudah jatuh ke lantai. "Barbara?" Kara melirik pengawal yang bersiaga, meminta pertolongan. Sementara itu, Frank menjepit pangkal hidungnya. "Ya, itu saja Wela. Bisa kau membantuku?" "Ya, tapi aku harus menunggu tim pemadam memadamkan apinya. Mereka baru saja tiba." Usai berterima kasih dan mengakhiri panggilan, Frank mengurut dahi. Dengan mata yang berkaca-kaca, ia melihat sang adik yang berbaring lemah di atas sofa dan sang istri. "Masih ada kemungkinan untuk Philip selamat, kan?" ujar Kara lirih. Frank mengangguk. "Aku yakin dia pasti keluar sebelum ledakan itu terjadi. Ini sudah beberapa menit dari kecelakaan." "Oh, Frank," Kara meringkuk di pelukan sang suami. Saat itulah, Frank menyadari tubuh sang istri gemetar. "Keluarga Moore benar-benar sadis. Apakah Louis dan Emily akan baik-baik saja?" Kara tidak sanggup lagi membendung kekhawatiran. "Ya, mereka anak-anak pintar. Me
Baca selengkapnya

S3| 85. Siapa yang Lebih Kuat?

Victor mengamati si Kembar dengan teliti. Dari ujung sepatu hingga ujung kepala, dua balita itu terlihat biasa-biasa saja baginya. Hanya gaya bicara mereka saja yang membuatnya sedikit terpikat. "Apakah aku mengenalmu? Dari mana kau tahu kalau aku Victor Moore?" Louis tahu musuh sedang menilainya. Cepat-cepat, ia mengendalikan ekspresi lalu menggenggam pergelangan tangannya sendiri di belakang pinggang. "Pebisnis mana yang tidak mengenalmu? Di sektor teknologi, perusahaan ayahku rajanya. Tapi kalau sektor pelayaran dan hotel, perusahaanmu tidak ada tandingannya. Tidak heran kalau kalian memenangkan banyak penghargaan. Baru-baru ini, kau mendapat penghargaan lagi, kan?" Louis memilih jawaban diplomatis. Padahal, ia bisa saja mengatakan kalau mereka pernah bertemu di pernikahan Sophia.Sudut bibir Victor naik tipis. "Aneh sekali. Kudengar Rowan Harper sudah tiada. Tapi mengapa sekarang aku merasa seperti sedang berhadapan dengannya? Hanya saja, dalam wujud anak kecil." Louis meningg
Baca selengkapnya

S3| 86. Sedang Kritis

Kara berjalan dengan tergesa-gesa. Napasnya pendek, bibirnya sesekali meloloskan desah. Ketika matanya menangkap Jeremy, ia langsung berlari dan mendekap pria itu. "Oh, Jeremy," Kara mengendurkan pelukan hingga tangannya menyentuh kedua lengan pria itu, "kau baik-baik saja?" "Frank bisa melayangkan tinju kalau dia tahu kau memelukku." Kara menghela napas. "Aku sedang serius. Kau tidak apa-apa, kan? Hasil pemeriksaanmu baik?" Jeremy mengangguk. "Aku baik-baik saja." "Bagaimana dengan Ava?" Jeremy menoleh ke samping. Ava sedang berbaring dengan mata terpejam. "Hanya cedera ringan. Dia masih shocked. Dokter memintanya untuk beristirahat sebelum pulang." Sekali lagi, Kara mendesah panjang. "Syukurlah. Setidaknya satu masalah berkurang." Sebelah tangannya terangkat memegangi kepala. "Omong-omong, di mana Frank?" Jeremy memeriksa sekeliling. Hanya para pengawal yang terlihat. Kepala Kara kembali tegak. Rautnya kini serius. "Dia langsung pergi setelah menurunkan aku dan Barbara di si
Baca selengkapnya

S3| 87. Mulai Ciut

Si Kembar mengerjap. "Kritis?" Melihat raut bingung kedua balita itu, Victor akhirnya tersenyum. "Oke, mari berhenti buang-buang waktu." Ia memajukan badan hingga kedua sikunya mencapai ujung sandaran tangan yang terbuat dari kayu. "Kalau kalian bukan anak-anak biasa, kalian pasti mengerti apa tujuanku sebenarnya." Si Kembar saling lirik. "Ya, kau menangkap kami agar bisa mengancam Papa." Victor mengangguk. "Dan kalian tidak takut?" Louis menggeleng tanpa berpikir panjang. Lengkung bibir Victor seketika berubah menjadi seringai. "Bagus. Kalau begitu, mari kita buktikan." Pria itu mengeluarkan ponsel lalu menghubungi seseorang. Mode pengeras suara diaktifkan. "Halo, Frank Harper." Suara dengusan menyambut. "Di mana anak-anakku?" Mengenali suara itu, mata si Kembar membulat. Mulut mereka terbuka lebar. "Papa?" Tanpa terduga, dua balita itu turun dari kursi lalu menyandarkan diri pada lutut musuh mereka. Dagu mereka hampir menyentuh ponsel Victor. "Papa? Papa sedang di mana? Ken
Baca selengkapnya

S3| 88. Rencana Kabur

Bibir Emily mulai gemetar. Sekuat apa pun ia menahannya, ia tetap gagal. "Yang ingin kamu lakukan itu adalah kejahatan, Tuan Moore. Apakah kamu tidak takut ditangkap polisi? Kalau kamu dipenjara, reputasimu bisa rusak selamanya." Louis pun sama. Kantong matanya agak memerah dan menebal. "Belum terlambat untuk kamu sadar sekarang, Tuan Moore. Berubahlah. Kembalikan kami kepada Papa. Lagi pula, tidak ada gunanya kamu membalas dendam." Victor tiba-tiba menjatuhkan kepalan tangan pada sandaran tangan yang terbuat dari papan. Si Kembar tersentak mendengar bunyinya. "Ini keputusan akhirku. Penuhi tawaran tadi atau kau kehilangan salah satu dari anakmu." Tanpa basa-basi lagi, Victor mengakhiri panggilan. Matanya kini meruncing ke arah si Kembar. "Dan kalian ... diskusikan siapa yang akan dikorbankan. Satu jam lagi, aku akan meminta hasilnya. Lalu satu jam kemudian, kalau ayah kalian belum juga menjalankan perintahku, bersiap-siaplah untuk berpisah." Si Kembar memperhatikan langkah Victo
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
3839404142
...
53
DMCA.com Protection Status