Semua Bab Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Bab 301 - Bab 310

525 Bab

S2| 92. Tempatku Bukan di Sini

Namun, usai sederet ujaran kebencian, beberapa pihak mulai membela. "Heh, apakah kalian tidak bisa menilai? Barbara tulus meminta maaf. Ini sama sekali bukan tipuan.” “Setuju! Dia tidak mungkin mengaku salah kalau dia benar. Risikonya terlalu besar!” “Menurutku, Melanie Harris-lah yang keterlaluan. Dia menempatkan anak-anaknya pada posisi yang sulit.” Sementara warganet terus berdebat, Barbara tiba-tiba menghapus air mata. Ia bangkit dari kursi lalu menarik koper dari lemari. “Lihatlah! Pertunjukan apa lagi ini? Dia mau kabur?” “Mungkin dia merasa aktingnya kurang memuaskan. Dia butuh sesuatu untuk meyakinkan kita kalau dia gadis baik-baik yang rela berkorban dan pantas dibela.” Belum sempat Louis membaca komentar selanjutnya, Barbara telah mengakhiri siaran. Matanya seketika membulat. “Apakah Bibi berencana pergi?” Selang satu kedipan, ia kembali berlari, menyusul yang lain. “Mama, Emily!” Bukan hanya dua orang itu, Frank yang berdiri paling dekat dengan pintu sontak menoleh
Baca selengkapnya

S2| 93. Semua Orang Layak Bahagia

“Tunggu. Kalian pasti salah paham. Aku pergi bukan cuma untuk menyendiri, tapi juga untuk membuktikan kalau aku bisa hidup mandiri, tanpa mengandalkan orang lain.” “Aku bukan orang lain, Barbara. Aku ini pacarmu, kekasihmu, calon suamimu. Wajar kalau aku melindungimu. Dan caraku adalah dengan menawarkan tempat tinggal.” “Tapi—” Tiba-tiba, Kara membelai rambut Barbara, sebagaimana seorang kakak menenangkan adiknya. “Kalau kamu bersikeras pergi dari sini, ikutlah dengan Philip. Dia bisa menjagamu dan orang-orang tidak akan bisa mengganggumu. Hanya dengan begitu, kami bisa tenang.” “Ya, Bibi. Ikutlah dengan Philip. Dengan begitu, aku bisa tidur malam ini,” Emily mengangguk-angguk dengan dua tangan dirapatkan di bawah dagu. Louis meniru gerakan adiknya. “Ya, Bibi. Ikutlah!” Bibir Barbara meloloskan desah samar. Paru-parunya terlalu penuh dengan keharuan. Namun, belum sempat ia membuat keputusan, Frank mengusap air matanya. “Jaga dirimu baik-baik, hmm? Kalau kau kesulitan, jangan sun
Baca selengkapnya

S2| 94. Omelan si Kembar

Kara tertawa ringan. "Masuklah, Sayang. Kalian sudah selesai?" Dua balita itu berjalan sambil mengangguk. "Ya, kami tidak mau panjang-panjang. Tadi saja, Emily sudah mengomel dua kali." "Kamu juga mengomel, Louis. Bahkan lebih keras dariku. Muka Louis sampai memerah." Frank dan Kara terbelalak. "Kalian mengomel dalam rekaman? Kalian memarahi siapa?" "Orang-orang," jawab si Kembar kompak. "Mereka seharusnya tidak memercayai informasi begitu saja." Louis mengangkat pundak sekilas. "Ya, mereka nakal! Mereka tidak seharusnya menuduh Papa dan Bibi sembarangan. Kami marah!" Emily menggembungkan pipinya. "Apakah kalian sudah mengupload video itu?" Frank mengeluarkan ponselnya, memeriksa media sosial. "Tadi sudah ada seribu orang yang menonton," sahut Louis ringan. "Sekarang sepuluh ribu," Frank memperlihatkan layar ponselnya kepada si Kembar. "Kalian ingat omongan Papa tentang jangan menimbulkan masalah baru." Louis dan Emily kompak menaikkan pundak, menjepit leher. Mereka terli
Baca selengkapnya

S2| 95. Dia Menciumku Lebih Dulu

"Philip?"  Sang pria tersentak. "Ya?"  "Aku belum sempat mengatakannya. Terima kasih sudah bersedia menampungku," tutur Barbara tulus, meskipun kaku dan malu-malu.  Namun, apresiasi itu terdengar seperti sindiran di telinga Philip. Sambil memaksakan senyum, ia menelan ludah. "Itu bukan sesuatu yang besar, Barbara. Aku hanya memberimu tempat tinggal." Kemudian, dengan gerak canggung, Philip membuka pintu. Lampu otomatis menyala. Melihat isi apartemennya, ia tercengang.  "Apakah Tuan yang menyiapkan semua ini?" batinnya, takjub. Apartemennya sudah seperti hotel bintang lima.  Tanpa menunggu undangan, Barbara melangkah masuk. Melihat perabotan di hadapannya, alisnya bergerak turun. "Kau pasti bekerja sangat keras untuk menyiapkan semua ini. Maaf kalau aku merampas hasil kerja kerasmu." Philip mengerjap. Mulutnya terbuka lebih lebar.  "Sudah kubilang, ini bukan apa-apa," ia b
Baca selengkapnya

S2| 96. Pemandangan yang Indah

"Aku sangat marah ketika membaca berita ini. Aku tidak terima kalau seorang anak durhaka bisa sukses besar seperti Frank Harper. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, berita inilah yang menyesatkan. Mana ada anak durhaka yang menghadiahkan ibunya berlian termahal? Ini bukan soal harga, tapi ... ayolah." "Frank Harper itu orang baik. Dia sangat memperhatikan keluarganya. Aku bisa menjamin ini karena dia sering memesan vitamin dan suplemen di apotek tempatku bekerja. Akhir-akhir ini, orderannya bertambah. Aku baru mengerti ternyata itu untuk ibu dan adiknya." "Kalau ada yang menyebut Frank Harper jahat, kurasa dialah yang bermasalah. Lihat saja bagaimana dia memperlakukan istri dan anak-anaknya, dan bahkan ibu mertuanya. Aku pernah bertemu mereka di restoran. Dia sangat penyayang dan itu bukan sandiwara!" "Apa kalian ingat berita lama? Sejak kematian Norman Harper, Melanie Harper tidak pernah lagi terdengar. Aku menelusuri jejaknya. Ternyata, dia menikah lagi! Dia sudah menelantarkan putra
Baca selengkapnya

S2| 97. Melayang Menembus Awan

"Y-ya, tapi kau harus bersabar. Hasilnya mungkin saja tidak memuaskan." Mendengar Barbara terbata-bata, Philip semakin merasa geli. "Aku tidak keberatan kalau masakanmu tidak enak, tapi sayangnya ... tidak ada bahan makanan di kulkas." Mata Barbara membulat. Mulutnya megap-megap. "Kalau begitu, haruskah kita memesan food delivery saja?" Tiba-tiba, Philip bergeser merapat. Posisi duduk Barbara mendadak jadi lebih tegak. "Sejujurnya, aku sudah lapar. Aku terbiasa sarapan lebih awal. Kalau bisa, aku mau makan sekarang." Barbara melirik sekilas. Menangkap tatapan lembut dari Philip, pipinya memerah. "Lalu kita harus bagaimana?" Philip tersenyum simpul. Perlahan-lahan, ia merapat dengan Barbara. "Aku juga tidak tahu kita harus bagaimana. Apakah kau punya solusi?" Barbara menelan ludah. Bibirnya mulai gemetar. "A-aku ...." "Perlukah kita mandi sekarang?" Mata Barbara semakin bulat. "Mandi?" Philip mengangguk lugu. "Supaya lebih segar. Tuan dan Nyonya selalu melakukannya. Mereka ma
Baca selengkapnya

S2| 98. Bukan Pria yang Sempurna

"Ya ampun. Kamu ternyata mengintip kami dari semak-semak?" desah Barbara saat menyaksikan gambar Louis muncul dengan daun-daun di rambutnya. Itu momen setelah Melanie mencela Philip dulu. "Ya, aku sedang bermain mata-mata saat itu." Louis mengedikkan bahu dengan tampang tanpa dosa. Sambil menggeleng tak percaya, Barbara lanjut menyimak. Ia suka mengulas keseruan mereka di pantai. Ia sedih saat melihat gambaran sang ibu menyalahkan semua orang karena keputusannya mengikuti Paul. Dan, ia terharu mengetahui betapa galaunya semua orang saat dirinya pergi. Setelah beragam emosi lalu-lalang dalam dada, Barbara akhirnya terpaku pada kebingungan. “Tunggu. Kapan terakhir kalian mengedit animasi ini?” Louis dan Emily sebisa mungkin menahan senyum. "Kemarin." "Lalu kenapa bisa ada momen kita menonton animasi di pekarangan belakang?" "Karena kami sudah menduganya." "Ya, kami mengaturnya. Daripada bertanya-tanya, bagaimana kalau Bibi lanjut menyaksikan?" Dengan alis yang masih menguki
Baca selengkapnya

S2| 99. Sarapan Spesial

Philip tertawa kecil. "Saya juga tidak menyangka, Tuan. Saya harap saya tidak dipecat karena saya menikahi adik Anda." Frank mendengus tak percaya. "Kau mau mempertahankan pekerjaanmu?" Ia menatap Philip dengan mata menyipit. Philip mengangguk. "Saya terlalu mencintai pekerjaan itu." "Dia mau meniru jejakku, Frank," celetuk Jeremy. "Meski ada pergeseran status, kami tetap setia pada jabatan kami." Frank meloloskan tawa kecil. Selang jeda sesaat, ia menatap Philip dan Barbara secara bergantian. "Jadi, kapan kira-kira kalian ingin menyelenggarakan pernikahan?" Barbara melirik Philip. Pria itu tersenyum lalu merangkul pinggangnya. "Aku ingin menjalankan tugasku dulu. Mempertemukan kalian dengan Diana Johnson. Setelah itu," Philip menatap Barbara hangat, "mari melangsungkan pernikahan." "Berarti itu masih beberapa bulan lagi?" celetuk Louis dengan pundak terkulai. Emily di sisinya ikut lesu. "Kupikir kita akan segera berpesta." Frank menangkup pipi si Kembar dan memberi mereka
Baca selengkapnya

S2| 100. Gerakan Berbahaya

"Hei," Kara menghampiri suaminya yang sedang melamun di balkon, "apa yang menyita pikiranmu?" Frank meraih tangan yang memijat pundaknya itu lembut. Usai memberi satu kecupan, ia mendongak. "Kamu." "Aku?" Sambil tersenyum, Frank menyandarkan kepala di dada Kara. "Aku bersyukur kamu meyakinkanku. Kalau saja dulu aku menuruti egoku, kita belum tentu memiliki keluarga baru." Frank menoleh ke samping. Barbara sedang bermain peran bersama Philip dan si Kembar disaksikan oleh Jeremy dan Susan. Ia tampak bersenang-senang. "Kau lihat itu? Ibuku memang tidak bersama kita. Tapi adikku di sini, tertawa gembira bersama Anak-Anak. Bagaimana kau bisa melihat masa depan seterang itu, Kara?" Sambil membelai rambut Frank, Kara ikut menoleh. "Indra keenam, mungkin?" Frank mendengus kecil. "Kalau begitu, bisa kau ramal perjalanan kita ke K City nanti?" Ia menyandarkan dagu pada Kara, mendongak. Kara melipat bibir, berpikir. "Kurasa itu akan berjalan lancar. Aku bisa melihat nenekmu menyambu
Baca selengkapnya

Special Chapter: Kuda Nakal

Si Kembar tercengang melihat kuda-kuda yang berlari di hamparan salju. Mata mereka sama sekali tidak berkedip, enggan berpaling dari pemandangan yang berlalu di luar mobil. "Papa, apakah itu peternakan kuda milik Nenek Diana?" Emily menempelkan ujung telunjuknya pada kaca jendela. "Ya, Tuan Putri." Mulut si Kembar terbuka lebih lebar. Binar mata mereka bertambah terang. "Keren! Kupikir kita akan ke panti asuhan dulu. Ternyata tidak!" Louis semakin bersemangat. "Ingat, Louis. Kita harus menemui Nenek Diana dulu. Setelah itu, baru kita boleh bermain dengan kuda," tutur Emily dengan bibir mengerucut. Louis pun mencebik, berpura-pura sedih. Yang lain tertawa melihat tingkahnya. Setibanya di peternakan, si Kembar turun dengan penuh semangat. Mereka terlihat lucu dengan mantel kuning. Apalagi, tudung yang menutupi kepala membuat wajah mereka semakin bulat. "Uuuh, dingin." Emily bergidik, lalu merapat pada Louis. Sambil terkikik, ia meniru sang ibu, menggosok-gosokkan tangannya ya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2930313233
...
53
DMCA.com Protection Status