Sambil membelai rambut Barbara, Melanie menarik napas berat. "Mama tahu, kemarin Mama memang keterlaluan. Mama tidak seharusnya menamparmu. Mama gagal mengendalikan emosi. Karena itu, kamu mau kan memaafkan Mama?" Hati Barbara sedikit terenyuh. Matanya kini berkedip ragu. "Ya," sahutnya pelan. "Terima kasih, Sayang. Kamu memang anak terbaik sedunia." Melanie menangkup pipi Barbara dan mengecup keningnya. "Sekarang," ia menggiring Barbara untuk duduk di tepi ranjang, "ceritakan kepada Mama. Dari mana kamu mendapat ide sebrilian itu? Bagaimana bisa kamu melakukan semuanya dengan mudah? Kamu diam-diam menyimpan bakat, hmm?" Mulut Barbara kembali terbuka. Kerut alisnya bertambah dalam. "Ide? Ide apa?" Melanie menepuk punggung tangan Barbara. Tawanya samar. "Kamu pikir Mama tidak memperhatikanmu? Mama juga menonton tayangan itu, Sayang. Mama tidak pernah tahu kalau ternyata kau sangat pandai berakting. Good job, Putriku!" Barbara tercengang. Masih dengan mulut yang membuka, ia m
Magbasa pa