Semua Bab Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Bab 271 - Bab 280

525 Bab

S2| 62. Mari Hidup Masing-Masing

Emily menoleh. Namun, saat ia memeriksa, taksi sudah menghilang di kejauhan. "Apakah ada yang baru pulang berbelanja?" Philip tersenyum simpul. "Tidak ada jadwal belanja sore ini, Nona." Dalam sekejap, si Kembar ternganga. "Apakah itu Bibi?" "Bibi sudah datang?" Sedetik kemudian, pekik girang mereka mengudara. Saat limo berhenti, Louis dan Emily berlomba-lomba untuk turun lebih cepat. "Bibi .... Bibi ...!" Mereka tidak peduli lagi dengan Philip yang tertinggal atau Kara yang meneriaki mereka untuk memperhatikan langkah. Namun, saat memasuki ruang tamu, mereka terkesiap. Bola mata mereka bergetar menyaksikan betapa kerasnya Melanie menampar Barbara. "Berbulan-bulan Mama mengandungmu. Bertahun-tahun Mama membesarkanmu. Ini balasanmu untuk Mama?" Usai mendengus, Melanie mulai menggeleng. Matanya semakin dipenuhi guratan merah. "Bisa-bisanya kamu bilang ingin lepas dari Mama? Kamu pikir Mama senang kalau kamu hidup mandiri setelah mengucapkan satu kalimat terima kasih? Tid
Baca selengkapnya

S2| 63. Tamu yang Tak Dinantikan

"Tidak!” seru Melanie, memekakkan telinga. “Sebelum kau kembali tinggal di sini dan satu bulan berlalu, Mama tidak akan menandatangani surat itu. Titik."Akan tetapi, Barbara tidak menggubris. Ia malah memungut kertas-kertas dan menyerahkannya kepada Melanie. "Kita sudah melanggar persyaratan, Ma. Lupakan aset itu. Sekarang, tolong tanda tangani surat ini. Kasihan Papa kalau Mama mendadak berubah pikiran. Papa sudah cukup sibuk dengan perusahaannya."Merasa geram, Melanie pun merebut lembaran kertas itu. Tanpa berpikir panjang, ia menggulungnya, lalu mulai memukul Barbara. "Dasar anak yang tak tahu diuntung! Aku sudah mengorbankan banyak hal untukmu. Tapi ini balasanmu terhadapku?"Sementara itu, Barbara tidak lagi fokus dengan kata-kata sang ibu. Ia mencoba mengelak dan menangkis serangan. Namun, malah lengannya yang terkena pukulan. "Hentikan, Ma! Sakit!"Menyaksikan hal itu, si Kembar tidak bisa lagi diam. Mereka lompat dari balik pilar dan berlari menyelamatkan Barbara. Namun,
Baca selengkapnya

S2| 64. Surat Wasiat yang Asli

Mata Melanie membulat. Sambil beranjak dari sofa, ia berteriak, “Tidak! Saya tidak melanggar ketentuan. Lihatlah! Barbara ada di sini. Dia masih bertahan di rumah ini bersamaku!” Morris menyentak alis. Ia menoleh ke arah keluarga kecil di sisi kirinya. Mendapati kerut alis yang sama, ia mencondongkan kepalanya ke depan. “Sebagai informasi,” nada bicaranya melandai, “Nyonya Harris dapat mengklaim warisan jika dia dan putrinya bisa bertahan di rumah ini selama satu bulan. Mendiang Rowan sepertinya berharap kalian bisa akur.” “Kami akur!” angguk Melanie cepat. “Anda lihat bagaimana gadis kecil itu menarik tanganku tadi? Dia mengajakku duduk! Itu bukti kalau ada kedekatan di antara kami.” Morris kembali meluruskan badan. Sambil menatap Melanie lekat-lekat, ia mendesah samar. “Maaf, Nyonya. Bukan itu yang menjadi permasalahan di sini. Ada hal lain yang telah Anda langgar, terlepas dari keberadaan Anda dan putri Anda di sini.” Kekusutan di wajah Melanie seketika terurai. Dengan gelenga
Baca selengkapnya

S2| 65. Syarat Baru

“Berdasarkan surat wasiat ini, Melanie Harris berhak atas apartemen yang berada di N City dengan catatan,” Morris menekankan nada bicaranya, “dia harus tinggal di sana.” Lengkung bibir Melanie menciut. “Aku harus tinggal di sana?” Matanya melebar. Morris meruncingkan telunjuk, menyatakan bahwa ia belum selesai dengan kalimat barusan. “Dan mengelolanya. Jika dalam tiga bulan terjadi penurunan harga maupun kualitas secara berturut-turut, aset tersebut akan ditarik dan diserahkan kepada pihak selanjutnya. Dan jika Melanie Harris meninggalkan apartemen tersebut lebih dari seminggu atau bahkan pindah ke tempat lain, aset juga dialihkan kepada pihak tersebut.” “Siapa lagi pihak selanjutnya?” Leher Louis meninggi. “Maaf, Tuan Kecil. Itu tidak bisa saya jawab sekarang.” Tiba-tiba, Melanie mengibaskan tangan. “Selanjutnya juga tidak! Apartemen itu sudah tepat berada di genggamanku. Itu tidak akan berpindah tangan.” Morris mengangguk. Dalam hati, ia bersyukur Melanie menerima keputusan i
Baca selengkapnya

S2| 66. Aku Bukan Penjahat

“Kalau dipikir-pikir, Mama sempat tega memasukkan obat kemo ke dalam makanan Kara,” tutur Frank lirih. “Apakah sebelumnya Mama sudah pernah melakukan hal yang lebih keji dari itu?” “Nenek, tolong katakan kalau itu tidak benar,” Emily menggeleng pelan. Dua tangannya terkepal di depan dada. “Aku tidak mau punya seorang nenek yang jahat.” Tiba-tiba, Melanie menggebrak meja. “Hentikan!” Matanya mulai memerah dan basah. “Tega kalian menuduhku sebagai penjahat? Aku ini orang tua kalian, nenek kalian. Kalian senang punya keluarga seorang penjahat?” Emily menggeleng. Alisnya berkerut tipis. “Karena itulah, aku berharap isi surat itu tidak benar. Aku berharap Nenek adalah orang baik yang tidak pernah melanggar undang-undang.” “Tapi kalau Nenek memang melakukan kejahatan, kita tetap harus melaporkannya, Emily. Kita tidak boleh menyembunyikan kejahatan.” Bisikan Louis membuat darah Melanie semakin mendidih. Sambil menjatuhkan telapak tangannya di meja sekali lagi, ia berdiri. “Kalau memang
Baca selengkapnya

S2| 67. Kekhawatiran Philip

Seperginya Morris, semua orang masuk ke kamar masing-masing, kecuali Barbara. Gadis itu malah pergi ke beranda belakang. Ia melamun sejenak sebelum mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.  "Papa ...." "Halo, Sayang. Apakah misimu berjalan lancar?"  Barbara mengangguk lemah walau Paul tak dapat melihatnya. "Ya, Mama sudah menandatangani suratnya." "Wah, itu di luar dugaan," desah Paul, setengah tak percaya. "Sekarang kau sedang dalam perjalanan pulang?" Barbara tertunduk. Telunjuknya mulai menggaruk kuku jempol.  "Maaf, Pa. Aku tidak bermaksud mengecewakan Papa, tapi aku tidak bisa meninggalkan Mama sekarang. Ada insiden tak terduga tadi. Mama sangat terguncang." "Insiden apa?"  Barbara pun menceritakan tentang kedatangan Morris. Begitu laporannya selesai, dadanya sudah sangat sesak.  "Kejahatan yang disebut dalam surat wasiat itu," Barbara menelan ludah, "itukah yang Papa maksud d
Baca selengkapnya

S2| 68. Pengakuan Philip

"Dulu, aku berpikir kalau kau adalah gadis paling menyebalkan sedunia. Kau apatis, tidak punya belas kasihan, ataupun rasa kemanusiaan. Kau tidak lebih dari gadis manja yang merepotkan." Kerutan kecil muncul di alis Barbara. "Kau menganggapku separah itu? Bukankah terakhir kau bilang kalau kau mengira aku ini egois dan manja?" "Tapi itu dulu," tegas Philip, lirih. "Sekarang?" Philip menaikkan sudut bibirnya yang lain. "Ternyata waktu itu, aku hanya belum mengenalmu. Karena itulah, aku meminta maaf. Maaf kalau aku baru menyadari kalau kau adalah gadis manis yang menyenangkan." Pipi Barbara mulai bersemu. Degup jantungnya terasa begitu kencang sehingga ia terpaksa berdeham demi meredamnya. "Aku tahu kau sedang berusaha menghibur. Tapi, mengulang pujian itu tidak berpengaruh bagiku." Tiba-tiba, jemari Philip menyelinap ke sela-sela jemarinya. Barbara tidak bisa lagi bernapas. Sekujur tubuhnya membeku menerima kehangatan itu. "Aku bukan memujimu, hanya menyampaikan pengakuan. Se
Baca selengkapnya

S2| 69. Amukan Melanie

Mulut Philip terkatup. Rahangnya sampai berdenyut saking rapatnya. "Nyonya, troli makanan ada di depan pintu kamar Anda. Makanlah. Barbara sangat sedih kalau Anda tidak makan." "Pergi!" Tidak ada benda melayang ke arah pintu lagi. Namun, Philip tahu pasti makna dari nada suara itu. Melanie menolak dibujuk. Pasrah, ia kembali ke ruang makan. Sementara itu, di dalam kamar, Melanie sedang berdiri dengan napas terengah-engah. Ia masih mengenakan gaun yang sama dengan sore tadi. Namun, riasan dan rambutnya berantakan. Kedua heels-nya tergeletak di dekat pintu. Setelah memastikan Philip sudah pergi, ia duduk terkulai di atas lantai. Kepalanya disandarkan pada lemari. Tatapannya kosong, terkesan lesu dan tak ada energi. Namun, ketika suara Frank terngiang, sorot matanya meredup. Sambil menutup telinga, ia menggeleng cepat. "Tidak," desahnya seraya memeriksa sekeliling, "aku tidak melakukan kejahatan. Kalian tidak seharusnya mencurigaiku, apalagi menuduhku." Namun, selang beberapa
Baca selengkapnya

S2| 70. Jangan Bunuh Philip

Barbara menghampiri dengan langkah tergesa-gesa. Matanya terbelalak dan mulutnya menganga. "Mama, apa-apaan ini? Mama mau membunuh Philip? Lepaskan pisau itu!" Mendapat perintah semacam itu, Melanie mendengus. Kemarahan dalam dadanya semakin meledak-ledak. "Tidak!" Sambil mengernyit, ia kembali menghunuskan pisau. Barbara tidak bisa lagi tinggal diam. "Mama, hentikan! Ini sudah kelewatan!" Barbara menarik lengan ibunya. Air matanya mulai menebal. "Jangan ikut campur, Barbara. Kau hanya memperburuk suasana!" "Ternyata semua itu benar? Mama sungguh seorang penjahat? Mama bahkan berani membunuh orang?" Suara Barbara terdengar goyah. Wajahnya memelas. Melihat itu, Melanie berangsur-angsur melunak. Serangannya pun melemah. "Mama bukan orang jahat, Barbara. Keadaanlah yang memaksa Mama berbuat nekat. Kalau tadi kalian tidak mendesak, Mama tidak akan bertindak sejauh ini." "Kalau begitu, berhentilah. Belum terlambat untuk Mama berubah. Lepaskan pisau itu, hmm?" Melanie terdiam
Baca selengkapnya

S2| 71. Bertahanlah

"Bibi harus sembuh. Aku tidak mau Bibi kenapa-kenapa," rengek Emily. Louis ikut memperdalam kerut alis. Bibirnya berkedut kecil. "Ya, Bibi harus kuat. Kalau Bibi sudah sembuh, kita bisa bermain lagi. Bibi juga belum melihat animasi dari kami, kan?" Barbara menelan ludah. Tenggorokannya terasa kering, sedangkan hatinya pedih. Sejujurnya, ia takut tidak bisa melihat si Kembar lagi. "Anak-Anak," panggil Frank sambil berjalan dengan langkah lebar. Setibanya di depan si Kembar, ia membungkuk, memegangi pundak mereka. "Kalau kalian ingin Bibi cepat sembuh, berdoalah. Itu yang paling dibutuhkan Bibi sekarang. Lagipula, sesampainya di rumah sakit, Bibi akan langsung masuk ke ruang operasi. Kalian juga tidak bisa melihatnya." "Tapi kami bisa berdoa di ruang tunggu, dan kami bisa menyambut Bibi begitu selesai dioperasi." Louis mendongak dengan wajah memelas. "Dan membuat Bibi kalian sedih?" bisik Frank seraya menangkup pipi putranya. "Bibi pasti merasa bersalah dan cemas kalau kalian m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2627282930
...
53
DMCA.com Protection Status