Semua Bab PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA: Bab 81 - Bab 90

124 Bab

MAYAT HIDUP

Suara irama gamelan menggema di desa Kendalrejo. Tampaknya hampir seluruh penduduk desa berada di depan panggung untuk menyaksikan penari beraksi. Kyai Rangga dan rombongan masih duduk di atas tikar di depan panggung. Berbagai makanan ada di depan mereka, makanan yang lezat dengan tampilan yang menawan. Tetapi Kyai Rangga melarang pasukannya untuk memakan semua hidangan yang ada. Mereka tetap duduk sambil menonton penari yang menari dengan lemah gemulai.“Mengapa kita tidak boleh memakan hidangan ini?” tanya seorang prajurit bernama Joyo kepada Dewangga.“Aku juga tidak tahu. Mungkin Kyai Rangga melihat sesuatu yang mencurigakan, atau merasakan suatu keanehan,” jawab Dewangga.“Padahal dari tampilannya semua makanan ini lezat,” kata Joyo lagi sambil memandangi hidangan di depannya.“Kita ikuti saja perintah Kyai Rangga,” kata Dewangga.Suro datang lagi menemui Kyai Rangga dan rombongannya.“Monggo didahar, silakan dimakan,” kata Suro mempersilakan Kyai Rangga, sambil tersenyum, tetapi
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-15
Baca selengkapnya

PERTARUNGAN TENGAH MALAM

Suasana di desa Kendalrejo berubah menjadi mengerikan, ratusan mayat hidup mengepung Kyai Rangga dan rombongannya.“Ayo kita pergi!” perintah Kyai Rangga sambil mencabut pedangnya dan menebas Suro yang ada di depannya.“Argh!” Suro berteriak keras dan jatuh telentang.Kyai Rangga memimpin pasukannya menyerbu ke arah barisan mayat hidup itu untuk membuka jalan. Tebasan pedang dari Kyai Rangga dan pasukannya membuat gerombolan mayat hidup itu jatuh bergelimpangan. Tetapi begitu menyentuh tanah mereka kembali berdiri, walau dengan kepala, tangan dan kaki telah terpisah dari badan.Beberapa mayat hidup memegang dan menarik seorang prajurit Kyai Rangga. Dengan sigap prajurit itu menebas tangan mayat hidup yang memegangnya, hingga terputus dan terlempar ke udara. Tetapi potongan tangan yang terlempar itu ternyata tepat mengenai kepala seorang prajurit Tegal lainnya. Tangan itu tetap bergerak hendak mencekik prajurit itu.“Hi
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-16
Baca selengkapnya

PEMBAKARAN MAYAT

Tegal. Tengah malam. Adijaya dan rombongannya segera meninggalkan rumah pedagang ikan untuk kembali ke kadipaten Tegal, setelah membersihkan sisa-sisa pertempuran. Mayat-mayat di letakkan ke dalam pedati, jumlahnya puluhan. Membutuhkan lima pedati untuk mengangkut semua mayat-mayat itu. Rombongan itu berangkat dengan cepat menuju kadipaten.Adijaya, Lembu Sora, Bhre Wiraguna, dan Arya Tejawungu berkuda beriringan di depan rombongan, diikuti oleh lima pedati dan di belakang para prajurit Tegal mengawal barisan.“Apakah mayat-mayat itu akan kita bawa ke kadipaten?” tanya Lembu Sora.“Tidak, kita akan bakar mayat-mayat itu di hutan terdekat!” jawab Adijaya.“Mengapa tidak kita buang ke sungai saja?” tanya Lembu Sora lagi.“Itu akan menimbulkan masalah baru. Mayat-mayat itu akan terapung ribuan kilometer, akan menimbulkan kehebohan di penduduk sekitar sungai. Musuh akan segera tahu bahwa pasukan khususnya telah kita bantai,” jawab Adijaya sambil mengendalikan kudanya.“Masalahnya apa kala
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-17
Baca selengkapnya

KELAHIRAN GORO

Tegal. Hutan tempat pembakaran mayat. Lewat tengah malam. Asap masih mengepul di tempat pembakaran mayat. Bara api masih menyala di beberapa titik. Mayat-mayat yang dibakar sudah jadi abu. Dari dalam tumpukan abu, tampak cairan hijau lengket di atas tanah. Cairan hijau itu menetes dari bekas mayat yang terbakar dan dari kayu yang terbakar. Ketika jatuh di tanah cairan hijau itu bergerak mencari tempat yang rendah. Tetesan-tetesan cairan hijau semakin banyak dan berkumpul menjadi satu, semakin lama semakin banyak dan menjadi sebuah kubangan cairan hijau lengket. Rupanya seluruh pasukan khusus yang telah menjadi mayat itu telah disuntik dengan serum kehidupan. Akibat terbakar, maka serum kehidupan itu mengalir keluar dari mayat-mayat pasukan khusus itu.Cairan hijau itu bergerak-gerak berkumpul menjadi satu kubangan yang besar. Kubangan itu kemudian bergerak ke atas membentuk sesosok tubuh manusia. Lengkap dengan kepala, tubuh, tangan, dan kaki. Cairan itu membentuk sosok hijau berukura
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-18
Baca selengkapnya

ROMBONGAN SAPI

Tegal. Pagi hari. Dua hari setelah Kyai Rangga menghadap Tumenggung Bahurekso. Persiapan besar-besaran sedang dilakukan di kadipaten Tegal. Ratusan sapi ternak dari berbagai daerah dikumpulkan di alun-alun kadipaten Tegal. Alun-alun itu tampak seperti pasar hewan. Suara riuh sapi dan orang-orang bercampur jadi satu. Sapi-sapi itu disiapkan untuk perbekalan penyerangan ke Batavia. Mereka akan dikirim ke sepanjang jalur penyerangan ke Batavia dan ke pelabuhan Sunda Kelapa di Batavia. Sapi-sapi itu bersama puluhan juru masak akan segera berangkat naik kapal.Kyai Rangga sendiri yang memimpin pasukan pembawa perbekalan itu. Mereka akan menuju ke pelabuhan Tegal dan akan menaikkan sapi-sapi itu ke dalam kapal yang sudah siap di pelabuhan Tegal. Kyai Rangga akan didampingi oleh Lembu Sora, Bhre Wiraguna, dan Arya Tejawungu. Sementara itu Adijaya ditugaskan untuk menjaga keamanan di kadipaten Tegal selama Kyai Rangga bertugas.Kyai Rangga sudah menaiki kuda putihnya, siap unt
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-19
Baca selengkapnya

KERIBUTAN DI PELABUHAN

Pagi hari. Pelabuhan Tegal. Rombongan sapi yang dibawa oleh Kyai Rangga perlahan-lahan memasuki kawasan pelabuhan. Sebuah kapal besar sudah siap untuk mengangkut rombongan sapi-sapi itu. Beberapa awak kapal tampak sibuk menyiapkan jalan bagi sapi-sapi itu untuk naik ke kapal.Pada saat itulah terjadi keributan di bagian belakang.“Harrrgh!!” terdengar suara Goro dari arah belakang.Goro menangkap seekor sapi, memegang leher sapi dengan kuat. Sapi itu meronta-ronta berusaha melepasakan diri dari cengkeraman Goro yang kuat. Goro terus menekan tangannya ke leher sapi itu, dengan sebuah gerakan memuntir, sapi itu tewas seketika dengan lenguhan panjang. Goro segera menarik kepala sapi hingga lepas dari badannya.  mencabik-cabiknya dan memakannya dengan lahap. Darah segera segera menetes di sekitarnya. Mulut Goro penuh dengan daging sapi yang baru dibunuhnya.Para prajurit segera bergerak untuk mengepung Goro. Tetapi Goro tidak peduli, dia teru
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-20
Baca selengkapnya

BERLAYAR KE BATAVIA

Kapal yang dinaiki rombongan Kyai Rangga perlahan meninggalkan pelabuhan Tegal berlayar mengarungi lautan menyusuri pulau Jawa. Nakhoda kapal itu adalah seorang pelaut berpengalaman sekaligus prajurit kadipaten Tegal, Tirto Husodo. Dia sudah berpengalaman ikut kerajaan Mataram dalam penaklukan Soerabaia. Kyai Rangga sudah mengetahui betul kemampuan Tirto, sehingga Tirto dipercaya untuk menjadi nakhoda dalam perjalanan menuju Batavia. Sedangkan sebagai kapten kapal adalah Martapura, seorang prajurit Tegal yang juga berpengalaman dalam perang Soerabaia. Kapal yang digunakan untuk membawa perbekalan ini adalah kapal milik kadipaten Tegal sendiri. Kapal yang diberi nama Singaparna itu berwana kecoklatan, terdapat patung singa di bagian depan kapal.Kyai Rangga menghampiri Tirto yang sedang mengemudikan kapal. Di samping Tirto ada Martapura yang sedang mengawasi lautan, memastikan kondisi di depan aman dari perompak atau bajak laut.“Oh, kanjeng Tumenggung,” sapa Martapura saat melihat ked
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-21
Baca selengkapnya

MELAWAN BAJAK LAUT

Laut utara Jawa. Siang hari. Tembakan peluru dari meriam Kyai Guntur Geni tepat mengenai lambung kapal bajak laut. Kapal bajak laut bergetar, kemudian menahan lajunya untuk mendekati kapal Singaparna. Mereka sama sekali tidak menduga kalau kapal Singaparna dipersenjatai dengan meriam. Terjadi kepanikan di kapal bajak laut, beberapa orang segera menambal lubang yang ditimbulkan serangan meriam itu.“Siapkan peluru lagi!” perintah Bhre Wiraguna.Seorang prajurit segera mengambil peluru bola batu dan memasukkannya ke dalam meriam.“Arahkan ke tiang layar!” perintah Bhre Wiraguna sambil menunjuk ke tiang layar di atas kapal bajak laut.Seorang prajurit mengarahkan meriam dan membidik tiang layar di kapal bajak laut.“Tembak!!” perintah Bhre Wiraguna menggema.Blaarrr!! Suara Kyai Guntur Geni menggelegar di udara. Peluru batu melesat di udara, menuju ke kapal bajak laut tepat mengenai tiang layar kapal bajak laut. Krraakk!!! Tiang layar patah, layarnya jatuh di atas geladak menimpa para ba
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-22
Baca selengkapnya

CINCIN MERAH DELIMA

Pendopo kadipaten Jatibarang. Siang hari. Tampak ratusan pasukan Jatibarang dibawah pimpinan Suta berbaris dengan rapi dengan senjata lengkap. Tumenggung Jatibarang bersama Sarip, Wariman, dan Lasmini berada di depan pasukan itu. Mereka akan berangkat menuju Cirebon, bergabung dengan pasukan Mataram yang ada di Cirebon untuk berangkat menyerang Batavia.“Bagaimana persiapan pasukan?” tanya Tumenggung Jatibarang pada Suta selaku pimpinan tertinggi pasukan perang Jatibarang.“Semua sudah siap, sejak kita berhasil merebut kembali Jatibarang, pasukan sudah berlatih untuk persiapan perang ke Batavia,” kata Suta sambil melihat ke arah prajurit yang berbaris dengan rapi.“Bagus, sebentar lagi kita akan berangkat ke Cirebon,” kata Jaya Wisesa atau Tumenggung Jatibarang.“Mengapa harus ke Cirebon?” tanya Sarip penasaran.“Jatibarang tidak punya kapal sendiri, jadi kita akan naik kapal milik Cirebon, dan juga menunggu datangnya kapal dari Tegal,” jelas Tumenggung Jatibarang.“Hmm, Tegal, Kyai R
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-23
Baca selengkapnya

PELABUHAN CIREBON

Pasukan Jatibarang bergerak menuju ke pelabuhan Cirebon. Tumenggung Jatibarang memimpin barisan didampingi oleh Sarip dan Lasmini yang sedang berbahagia. Mereka berkuda melintasi jalan di pantai utara pulau Jawa. Selama dua jam melakukan perjalanan dan beberapa kali istirahat, sampailah mereka di Cirebon. Rombongan dari Jatibarang disambut oleh Narapaksa, panglima perang Cirebon.“Selamat datang Kanda Jaya Wisesa,” kata Narapaksa menyambut kedatangan Tumenggung Jatibarang dan rombongan.“Mari kita ke tempat peristirahatan dulu di dekat pelabuhan Muara Jati,” kata Narapaksa.Mereka kemudian menuju ke sebuah bangunan darurat yang disiapkan di dekat pelabuhan Cirebon. Bangunan terbuat dari kayu itu cukup besar dan dapat menampung 50 orang. Beberapa orang pelayan wanita segera menghidangkan makanan dan minuman ketika Tumenggung Jatibarang, Sarip, Lasmini, Suta, dan Wariman sudah duduk di ruangan dalam bangunan itu. Sementara itu ratusan prajurit yang lain dipersilakan istirahat tak jauh d
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-02-24
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status