Home / Pendekar / PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA: Chapter 101 - Chapter 110

124 Chapters

MENDARAT

Pagi hari. Pelabuhan Sunda Kelapa. Batavia. Kapal Singaparna sudah satu malam berlabuh di pelabuhan itu. Belum ada tanda-tanda prajurit VOC mendekati kapal itu, artinya izin dari Gubernur belum turun. Seekor burung merpati putih mendarat di kandang burung yang ada di kapal. Martapura segera menangkap burung itu dan mengambil surat yang ada di kaki burung itu, lalu membawanya ke Kyai Rangga.“Kanjeng Tumenggung! Ada surat!” teriak Martapura sambil membawa surat yang dibawa burung merpati.Kyai Rangga menerima surat itu, segera membuka dan membacanya. “Hmm, kapal Tumenggung Bahurekso sudah hampir tiba di dekat teluk Batavia, mereka akan mendaratkan pasukan di teluk itu besok,” kata Kyai Rangga memberitahu isi surat itu pada Martapura.“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Martapura.“Tidak ada, sementara kita menunggu diizinkan untuk menurunkan semua barang-barang kita,” jawab Kyai Rangga.“Kalau tidak diizinkan?”“Tunggu saja, pasti diizinkan,” kata Kyai Rangga sambil tersenyum.“Meng
Read more

TELUK BATAVIA

Batavia. Matahari sudah mulai tinggi ketika Sarip dan Lasmini memacu kuda mereka menuju selatan ke arah teluk. Mereka berjalan beriringan dengan kecepatan yang cukup tinggi. Sementara tanpa mereka sadari dua orang prajurit VOC berkuda mengikuti mereka.Setengah jam kemudian, sampailah mereka di teluk Batavia. Di kejauhan tampak kapal-kapal berbendera Mataram perlahan-lahan mendekat menuju ke teluk itu.“Kanda, itukah kapal-kapal yang akan kita pandu?” tanya Lasmini sambil menunjuk ke laut.“Benar itulah kapal-kapal Mataram, lihat benderanya, bendera merah bergambar bulan sabit dan dua keris merah itu adalah bendera Mataram!” jelas Sarip.“Bagaimana cara kita memandu mereka?” tanya Lasmini.“Aku akan melepas bajuku menaruh pada tongkat dan melambai-lambaikan pada mereka!” kata Sarip sambil akan melepas bajunya, tetapi diurungkannya.“Mengapa tidak jadi melepas baju?” tanya Lasmini.“Ada dua orang prajurit VOC yang memperhatikan kita, harus kita beresi dulu,” kata Sarip berbisik di teli
Read more

PASUKAN MATARAM

Teluk Batavia. Menjelang siang. Kapal-kapal Mataram mulai merapat perlahan mengikuti arahan dari Sarip. Kapal pertama sudah merapat, tetapi karena di teluk itu tidak ada dermaga, maka kapal-kapal itu tidak berani dekat dengan pantai. Para prajurit Mataram mulai turun dari kapal, menuju ke pantai. Mereka berjalan melewati air laut setinggi lutut mereka. Berduyun-duyun turun dari kapal seperti rombongan semut yang keluar dari sarangnya. Mereka kemudian naik ke daratan dan langsung mendirikan benteng pertahanan dari bambu di dekat pantai. Semua perlengkapan mereka turunkan dari kapal, juga beberapa perbekalan untuk sehari-hari.Suasana teluk menjadi sangat ramai oleh pasukan Mataram. Kapal yang sudah menurunkan pasukan kembali ke tengah laut, digantikan oleh kapal yang belum menurunkan muatan.Seorang prajurit bernama Pandu mendekati Sarip dan Lasmini.“Kalian dari mana, seperti bukan prajurit Mataram?” tanya Pandu menyelidiki.“Saya Sarip dan ini isteri saya Lasmini, kami ditugaskan ole
Read more

TUGAS KHUSUS

Benteng Hollandia. Malam hari. Jan Pieterzon Coen tampak berjalan tergesa-gesa di dampingi oleh Van de Saar yang setia mengikuti kemanapun Gubernur Hindia Belanda itu pergi. Jan Pieterzon Coen tampak marah, dia sedang mencari pimpinan tertinggi prajurit VOC, Kapten Johan.“Waar is Kapitein Johan?” tanya Jan Pieterzon pada beberapa prajurit yang sedang berjaga.Prajurit-prajurit itu tampak ketakutan dan saling memandang satu sama lain, karena tidak mengetahui keberadaan Kapten Johan.“Wat kan ik voor u doen, meneer de gouverneur? Apa yang bisa saya bantu, tuan Gubernur?” mendadak Kapten Johan muncul dari balik pintu.“Ah, kemana saja kamu?” tanya Jan Pieterzon Coen dengan nada jengkel.“Saya sedang mempersiapkan  pasukan untuk menghadapi serangan Mataram,” kata Kapten Johan bersikap tenang.“Apa, apa yang kamu persiapkan?!! Aku dengar kapal-kapal Mataram mulai merapat, dan mendaratkan
Read more

MENUJU PELABUHAN

Malam hari. Di sebuah rumah kecil tak jauh dari Batavia. Jampang, Pitung, dan Rais sedang duduk di ruang tengah beralaskan tikar sambil menikmati kopi. Mereka sedang menunggu Ji’i yang sedang pergi untuk mencari makanan.“Ah, mana Ji’i kok belum dateng juga, laper nih,” kata Jampang mengeluh.“Sebentar lagi juga datang, sabar,” jawab Pitung.“Habiskan aja kopinya,” kata Rais.“Ah, kopi mulu, kembung perut gue,” jawab Jampang.“Aha, itu dia!” kata Pitung saat melihat Ji’i datang dengan tergesa-gesa, ditangannya ada bungkusan makanan.“Lama amat?” kata Jampang.“Ada berita penting,” kata Ji’i dengan serius.“Nanti aje, kita makan dulu,” kata Jampang yang langsung mengambil makanan dari tangan Ji’i.Tindakan Jampang langsung diikuti Pitung dan Rais, keduanya mengambil makanan dari tangan Ji’i dan langsung memakannya.“Berita penting apa,” kata Jampang sambil menguyah makanan.“Pasukan Mataram sudah mendarat di Batavia,” kata Ji’i.“Apa!!” nasi yang dimakan Jampang meloncat keluar.“Ya, b
Read more

SERANGAN TENGAH MALAM

Malam hari. Pelabuhan Sunda Kelapa. Batavia. Pasukan VOC tidak tampak berjaga-jaga di pantai. Sementara itu benteng darurat untuk perbekalan dijaga dengan ketat oleh para prajurit Mataram. Kyai Rangga sendiri yang memerintahkan untuk menjaga pusat perbekalan itu. Kejadian sebelumnya membuat Kyai Rangga waspada dan tidak ingin kecolongan. Banyak pihak yang ingin menggagalkan serangan Mataram ke Batavia. Tidak hanya dari pihak VOC, ada juga dari para pengkhianat yang ingin memancing di air keruh. Ada juga pasukan asing yang tidak diketahui tujuannya. Kyai Rangga belum dapat menemukan hubungan antara pasukan asing dan VOC, tetapi dia sudah dapat menduga hubungan VOC dengan para pengkhianat seperti Sindurejo. Para pengkhianat seperti Sindurejo hanya memanfaatkan VOC untuk mencapai tujuannya meraih kekuasaan. Saat Kyai Rangga sedang memeriksa keamanan, mendadak terdengar keributan di sebelah selatan. Puluhan prajurit Mataram mengepung sesosok bertubuh hijau yang cukup besar dan kuat, yaitu
Read more

SERANGAN KEDUA

Kyai Rangga memegang dengan erat anak panah yang ujungnya sudah merah membara di tangan kanannya. Hulk masih mengamuk, menabrak dan merusak semua yang ada di depannya. Kyai Rangga mengambil napas dalam-dalam, kemudian melemparkan anak panahnya dengan kekuatan penuh ke arah Hulk. Anak panah itu meluncur dengan deras, besi membara di ujung anak panah itu meninggalkan jejak berupa cahaya merah di udara. Anak panah itu terus meluncur dengan deras tak berkurang sedikitpun kecepatannya, dan arahnya tetap lurus menuju ke punggung Hulk yang sedang mengamuk.Jllebbb!! Anak panak itu menembus punggung Hulk terus menuju dadanya.“Haaarg!!” Hulk menjerit kesakitan sambil memegangi dadanya yang tertembus anak panah.Hulk masih berdiri dengan matanya yang merah, memegangi anak panah yang menancap di dadanya, mencoba untuk mencabutnya.“Berikan anak panah lagi,” pinta Kyai Rangga.Seorang prajurit Mataram segera memberikan anak panah. Kyai Rangga sekali lagi membakar ujung anak panah itu sampai memb
Read more

SERANGAN KAPTEN HOLLAND

Bhre Wiraguna dan Lembu Sora melompat ke arah Kapten Holland secara bersamaan untuk mencegahnya melakukan kerusakan lebih banyak. Lembu Sora menggunakan pedangnya untuk menyerang Kapten Holland, tetapi dapat dengan mudah ditangkis oleh Kapten Holland dengan tamengnya. Terdengar dentingan keras dan percikan bunga api di udara ketika pedang Lembu Sora bertabrakan dengan tameng Kapten Holland. Lembu Sora kembali menyerang, kali ini diarahkan ke kaki Kapten Holland, tetapi gerakan Kapten Holland lebih cepat. Dia mengangkat kakinya dan ganti menyerang Lembu Sora dengan tamengnya. Lembu Sora mundur untuk menghindar, tetapi serangan Kapten Holland lebih cepat sehingga Lembu Sora terbentur tameng Kapten Holland, membuatnya mundur beberapa langkah.Melihat Lembu Sora terkena serangan balik, Bhre Wiraguna segera ikut menyerang dengan pedangnya mengarah lurus ke kepala Kapten Holland. Melihat hal itu, Kapten Holland dengan sigap mengangkat tamengnya, tak ayal lagi terjadi benturan keras antara p
Read more

SERANGAN KETIGA

Sarip jatuh terguling dan terdiam dalam posisi telungkup. Pukulan tameng Kapten Holland membuatnya tak sadarkan diri.“Kanda!!” teriak Lasmini sambil berlari ke arah Sarip. Lasmini sangat mengkhawatirkan keadaan Sarip sampai tidak mempedulikan keselamatan dirinya. Dia berlari mendekati Sarip tanpa menghiraukan Kapten Holland yang sedang mengamuk.“Lasmini! Berhenti!” teriak Tumenggung Jatibarang yang mengkhawatirkan keadaan anaknya.Lasmini terus berlari menghampiri Sarip. Pada saat itu Kapten Holland juga berlari ke arah Sarip sambil terus menerjang apa yang ada di depannya. Lasmini sudah berada di dekat Sarip, dia memegang tubuh Sarip yang lemas dan membalikkan tubuh Sarip. Pada saat itu, kapten Holland sudah berada di dekat Lasmini dan Sarip. Tameng Kapten Holland sudah terangkat di udara, siap menghantam Lasmini.“Lasmini!!” teriak Tumenggung Jatibarang dengan ketakutan.Braaagh!! Sedetik sebelum tameng menge
Read more

SERANGAN KE EMPAT

Saat Kyai Rangga, Lembu Sora, Bhre Wiraguna dan yang lainnya sedang memperhatikan Mlaar yang sedang bertarung dengan pasukan Mataram, datanglah Jampang, Pitung, Rais, dan Ji’i. Mereka segera berdiri di samping Kyai Rangga dan rombongannya. “Ah, kalian datang juga,” sapa Kyai Rangga. “Maaf kami terlambat, ada yang dapat kami bantu?” tanya Pitung. “Sementara tidak ada, kalian lihat sendiri, orang aneh itu sulit dikalahkan!” kata Kyai Rangga. “Mereka adalah pasukan khusus yang disuntik dengan serum kehidupan,” jawab Pitung. “Serum kehidupan? Apa itu?” tanya Kyai Rangga. “Serum buatan ilmuwan Belanda yang membuat manusia yang disuntik mempunyai kekuatan yang luar biasa,” jelas Pitung. “Hmm darimana kalian tahu?” tanya Kyai Rangga. “Dari Ballan,” jawab Pitung. “Ballan? Pemuda yang pernah kita tolong itu?” tanya Kyai Rangga. “Ya, benar, Ballan telah disuntik cairan itu, te
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status