Semua Bab PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA: Bab 111 - Bab 120

124 Bab

PERTEMPURAN MENJELANG FAJAR

Pelabuhan Sunda Kelapa. Lewat tengah malam. Pasukan berpakaian hitam-hitam menyerbu benteng darurat tempat perbekalan pasukan Mataram. Bhre Wiraguna segera menyiapkan pasukannya untuk menghadapi pasukan yang baru datang itu. Lembu Sora, Arya Tejawungu, Narapaksa, Jampang, Pitung, Rais, Ji’i, Sarip, dan Lasmini langsung turun tangan membantu pasukan Mataram lainnya dalam menghadapi pasukan pimpinan Kanigoro itu. Kyai Rangga hanya berdiam diri di kejauhan memikirkan langkah apa yang harus ditempuhnya menghadapi serangan bergelombang itu.Bhre Wiraguna langsung menyerbu ke arah pasukan hitam yang datang menyerang. Pedangnya berkelebat mencari sasaran. Dua orang pasukan hitam langsung terkena pedang Bhre Wiraguna dan membuat mereka terkapar. Bhre Wiraguna terus menerjang, dia mencari Kanigoro pimpinan pasukan hitam itu. Dalam beberapa lompatan, akhirnya Bhre Wiraguna dapat menemukan Kanigoro.“Hai, pengkhianat, ajalmu akan segera tiba!” teriak Bhre Wiraguna sambil menyabetkan pedangnya.“
Baca selengkapnya

MASAKAN DARURAT

Pelabuhan Sunda Kelapa. Menjelang fajar. Pasukan Mataram membersihkan sisa-sisa kerusuhan. Kyai Rangga mengumpulkan para pemimpin pasukan di bawah pohon besar di dekat benteng darurat.“Pasukan Mataram akan melakukan penyerangan setelah subuh. Seharusnya pagi ini makanan sudah siap, tapi karena ada serangan, kita jadi terlambat menyiapkan makanan untuk pasukan. Sekarang kita harus menyiapkan masakan dalam waktu yang singkat. Sedangkan dapur kita sudah berantakan. Maka dari itu aku minta kalian untuk membantu memasak. Makanan harus siap sebelum matahari bersinar!” perintah Kyai Rangga.“Sendiko dawuh!” kata para pemimpin pasukan. Seketika itu juga, para pemimpin pasukan memerintahkan anak buahnya untuk mulai menyiapkan bahan-bahan untuk memasak. Prajurit mataram bergerak dengan cepat mengumpulkan kayu bakar untuk tungku pembakaran. “Kita butuh banyak kayu bakar, kumpulkan sebanyak mungkin, dan bagi menjadi beberapa titik!” perintah Bhre Wiraguna pada pasukannya.
Baca selengkapnya

SERANGAN DI BENTENG HOLLANDIA

Teluk Batavia. Tepat pada saat matahari terbit. Tumenggung Bahurekso memerintahkan pasukan Mataram untuk menyerang benteng Hollandia. Berduyun-duyun pasukan Mataram berangkat ke arah benteng Hollandia dengan senjata terhunus. Pasukan berjalan kaki paling depan membawa tombak, pedang dan tameng. Di belakangnya, pasukan panah berjalan dalam satu barisan. Paling belakang adalah pasukan berkuda berderap meninggalkan kepulan debu di udara.Di benteng Hollandia pasukan VOC sudah bersiaga di tempatnya, siap menghadang pasukan Mataram yang akan menyerang. Pasukan pembawa senapan berada di barisan depan membentuk pagar manusia. Dibelakangnya pasukan pedang sudah siap dengan senjata terhunus. Siap menghadang siapa pun yang datang menyerang. Sementara itu puluhan meriam juga disiapkan untuk menghadang pasukan Mataram.Suara gemuruh derap kaki pasukan Mataram terdengar dari arah teluk. Mereka terus berjalan menuju benteng Hollandia. Dengan penuh semangat menggebu mereka berjalan, dengan satu tuju
Baca selengkapnya

MENGIRIM PERBEKALAN

Sarip memacu kudanya dengan cepat agar segera sampai di pelabuhan. Sesampainya di pelabuhan Sarip langsung melompat dari kudanya dan berlari menghampiri Kyai Rangga yang sedang sibuk mengatur pasukan untuk mengangkut perbekalan.“Siapkan sepuluh kereta kuda dan segera bawa ke teluk!” perintah Kyai Rangga.“Kanjeng Tumenggung!” kata Sarip menghadap Kyai Rangga.“Apa yang terjadi di teluk?” tanya Kyai Rangga sebelum Sarip sempat melanjutkan kata-katanya.“Seluruh pasukan VOC berada di benteng Hollandia untuk menahan serangan Mataram!” lapor Sarip.“Apakah sudah terjadi pertempuran?” tanya Kyai Rangga.“Sudah, pasukan Mataram sudah menyerbu benteng Hollandia tepat saat matahari terbit,” jawab Sarip.“Hmm, kalau begitu pasukan pengangkut perbekalan harus segera diberangkatkan! Lembu Sora, segera berangkatlah ke teluk!” perintah Kyai Rangga.“Kamu juga ikut membantu mengawal!” kata Kyai Rangga pada Sarip.“Baik, Kanjeng Tumenggung!” jawab Sarip sambil bergegas menuju ke kudanya.“Saya bole
Baca selengkapnya

SERANGAN MAKHLUK ANEH

Pintu kapal raksasa itu terbuka, dari dalamnya muncul makhluk-makhluk aneh yang langsung meloncat menuju dermaga. Pintu kapal raksasa kembali menutup, setelah semua makhluk aneh turun dari kapal. Dengan perlahan kapal raksasa itu menjauh dari dermaga.Ratusan makhluk aneh keluar dari kapal raksasa itu dan langsung menyerang pasukan Mataram. Pertempuran segera terjadi, pasukan Mataram melawan pasukan makhluk aneh. Suara jeritan dan teriakan bercampur dengan bunyi pedang dan tubuh yang beradu memenuhi pelabuhan. Pasukan Mataram menyerang dengan menggebu-gebu, tetapi pasukan makhluk aneh masing-masing memiliki kekuatan yang berbeda. Mereka tahan pukulan, tahan tendangan, tahan bacokan.“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Arya Tejawungu pada Kyai Rangga.“Aku harus turun tangan sendiri, mereka tidak bisa dibiarkan merusak dan menghancurkan perbekalan kita!” kata Kyai Rangga.Setelah mengatakan hal itu, Kyai Rangga mengambil napas panjang dan mengatupkan kedua tangannya. Dalam sekejab Kya
Baca selengkapnya

BANTUAN PENGUASA KEKUATAN ALAM

Pelabuhan Sunda Kelapa. Menjelang tengah hari. Pasukan asing berpakaian hitam-hitam datang menyerbu ke dermaga. Pasukan Mataram tidak sanggup menghadapinya, senjata pasukan asing itu begitu mematikan. Kyai Rangga yang masih memulihkan tenaganya hanya dapat memandang pasukan asing itu menyerbu.“Gawat! Apa yang harus kami lakukan?” tanya Arya Tejawungu pada Kyai Rangga.“Biar kami saja yang menghadapi mereka!” kata Bayu yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka didampingi oleh Lindhu, Agni, dan Anila.Kyai Rangga tampak tersenyum senang melihat kedatangan empat saudara seperguruan itu. Kini dia merasa tenang dan melanjutkan memulihkan tenaganya, karena yakin empat orang itu akan sanggup mengatasi pasukan asing itu.Keempat penguasa kekuatan alam itu segera menyerbu pasukan asing. Agni mengeluarkan api yang dibantu oleh Anila sehingga menimbulkan tornado api yang segera menyambar pasukan asing.Tornado api itu berputar dengan cepat dan membakar semua pasukan asing yang mendekat. Pasukan a
Baca selengkapnya

SERANGAN MAUT

Panasnya tornado api membuat kapal raksasa yang terbuat dari baja memerah dan mulai meleleh. Semua sudah membayangkan penumpang kapal raksasa itu sudah tewas karena kepanasan. Tetapi dugaan itu meleset, karena baja di kapal itu hanya lapisan luarnya. Saat lapisan bajanya meleleh, tampaklah lapisan berwarna putih di dalamnya, bahan yang tahan api dan sangat kuat. Semua yang memandang dengan takjub, benar-benar kapal yang luar biasa.Sementara itu Bayu, Agni, Anila, dan Lindhu sudah mulai kehabisan tenaga. Tornado api perlahan mulai mengecil dan lenyap. Air laut kembali normal. Bayu jatuh terduduk, begitu juga Agni, Anila, dan Lindhu. Tenaga mereka benar-benar terkuras.“Bagaimana ini, kapal itu tidak dapat dihancurkan!” kata Arya Tejawungu.“Kita bertempur sampai titik darah penghabisan!” kata Kyai Rangga sambil berdiri, tenaganya sudah pulih kembali.Semua mata memandang ke arah kapal raksasa di laut, menunggu apa yang selanjutnya
Baca selengkapnya

PULANG

Kyai Rangga melihat gudang perbekalan yang sudah tidak berbentuk lagi, porak-poranda, semua sapi yang dibawa mati dalam keadaan mengenaskan. Ada yang terbakar, ada yang terbunuh, dan ada yang tercebur ke laut. Semua perbekalan sudah tidak berbentuk lagi. Kesedihan tampak di wajah Kyai Rangga, walau dia sangat senang dengan kedatangan Suropati dan kawan-kawan. Tetapi kesedihan tidak dapat disembunyikan dari wajahnya.Sakera yang hendak mengajak Kyai Rangga bergurau mengurungkan niatnya ketika melihat raut wajah Kyai Rangga. Dia ikut memandang reruntuhan benteng darurat di pelabuhan.“Tidak ada harapan lagi, pasukan Mataram tidak akan mendapat perbekalan yang dibutuhkan,” kata Kyai Rangga pada dirinya sendiri.“Bukankah kita dapat mendatangkan lagi?” tanya Arya Tejawungu.“Tidak ada waktu lagi,” jawab Kyai Rangga pendek.Mendadak dari kejauhan Lembu Sora dan Bhre Wiraguna berkuda dengan cepat menghampiri Kyai Rangg
Baca selengkapnya

MENUJU SINDANGLAUT

Kyai Rangga segera berlari menuju ke pulau hidup, diikuti oleh Suropati, Sakera, Dwipangga, Suzane yang menggendong Roberth, Jampang, Pitung, Rais, dan Ji’i. Mereka berlari dengan cepat tanpa melihat ke belakang.            “Tunggu!” teriak Sarip yang tiba-tiba muncul dari belakang bersama Lasmini.            “Kami ikut!” teriak Sarip sambil berlari mengejar rombongan Kyai Rangga di depan.            “Ya, ayo cepat!” teriak Kyai Rangga, menoleh sambil terus berlari.            Sarip dan Lasmini segera berlari mengikuti Kyai Rangga dan yang lainnya. Dalam sekejap rombongan itu telah naik ke atas pulau itu.            “Semua ke
Baca selengkapnya

PANTAI SINDANGLAUT

Tengah laut. Siang hari. Di atas binatang raksasa berbentuk pulau. Rombongan Kyai Rangga tengah melaju dengan kencang menuju ke Sindanglaut. Semua masih terdiam setelah Kyai Rangga menyatakan bahwa Lembu Sora adalah seorang pengkhianat. Mereka semua terkejut dan tidak menyangka bahwa Lembu Sora, yang selama ini merupakan orang kepercayaan Kyai Rangga adalah pengkhianat.             “Sejak kapan Kanjeng Tumenggung mengetahui kalau Lembu Sora adalah pengkhianat?” tanya Suropati penasaran.             “Bukankah dia ikut membunuh Kanigoro?” Sarip juga ikut mengajukan pertanyaan.             Kyai Rangga tidak langsung menjawab, dia memandang semua yang ada, semua orang yang telah ikut dalam penyerangan ke Batavia.             “Hmm, akan kuc
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status