Share

SERANGAN KE EMPAT

Author: Yoyok RB
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Saat Kyai Rangga, Lembu Sora, Bhre Wiraguna dan yang lainnya sedang memperhatikan Mlaar yang sedang bertarung dengan pasukan Mataram, datanglah Jampang, Pitung, Rais, dan Ji’i. Mereka segera berdiri di samping Kyai Rangga dan rombongannya.

“Ah, kalian datang juga,” sapa Kyai Rangga.

“Maaf kami terlambat, ada yang dapat kami bantu?” tanya Pitung.

“Sementara tidak ada, kalian lihat sendiri, orang aneh itu sulit dikalahkan!” kata Kyai Rangga.

“Mereka adalah pasukan khusus yang disuntik dengan serum kehidupan,” jawab Pitung.

“Serum kehidupan? Apa itu?” tanya Kyai Rangga.

“Serum buatan ilmuwan Belanda yang membuat manusia yang disuntik mempunyai kekuatan yang luar biasa,” jelas Pitung.

“Hmm darimana kalian tahu?” tanya Kyai Rangga.

“Dari Ballan,” jawab Pitung.

“Ballan? Pemuda yang pernah kita tolong itu?” tanya Kyai Rangga.

“Ya, benar, Ballan telah disuntik cairan itu, te
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PERTEMPURAN MENJELANG FAJAR

    Pelabuhan Sunda Kelapa. Lewat tengah malam. Pasukan berpakaian hitam-hitam menyerbu benteng darurat tempat perbekalan pasukan Mataram. Bhre Wiraguna segera menyiapkan pasukannya untuk menghadapi pasukan yang baru datang itu. Lembu Sora, Arya Tejawungu, Narapaksa, Jampang, Pitung, Rais, Ji’i, Sarip, dan Lasmini langsung turun tangan membantu pasukan Mataram lainnya dalam menghadapi pasukan pimpinan Kanigoro itu. Kyai Rangga hanya berdiam diri di kejauhan memikirkan langkah apa yang harus ditempuhnya menghadapi serangan bergelombang itu.Bhre Wiraguna langsung menyerbu ke arah pasukan hitam yang datang menyerang. Pedangnya berkelebat mencari sasaran. Dua orang pasukan hitam langsung terkena pedang Bhre Wiraguna dan membuat mereka terkapar. Bhre Wiraguna terus menerjang, dia mencari Kanigoro pimpinan pasukan hitam itu. Dalam beberapa lompatan, akhirnya Bhre Wiraguna dapat menemukan Kanigoro.“Hai, pengkhianat, ajalmu akan segera tiba!” teriak Bhre Wiraguna sambil menyabetkan pedangnya.“

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   MASAKAN DARURAT

    Pelabuhan Sunda Kelapa. Menjelang fajar. Pasukan Mataram membersihkan sisa-sisa kerusuhan. Kyai Rangga mengumpulkan para pemimpin pasukan di bawah pohon besar di dekat benteng darurat.“Pasukan Mataram akan melakukan penyerangan setelah subuh. Seharusnya pagi ini makanan sudah siap, tapi karena ada serangan, kita jadi terlambat menyiapkan makanan untuk pasukan. Sekarang kita harus menyiapkan masakan dalam waktu yang singkat. Sedangkan dapur kita sudah berantakan. Maka dari itu aku minta kalian untuk membantu memasak. Makanan harus siap sebelum matahari bersinar!” perintah Kyai Rangga.“Sendiko dawuh!” kata para pemimpin pasukan. Seketika itu juga, para pemimpin pasukan memerintahkan anak buahnya untuk mulai menyiapkan bahan-bahan untuk memasak. Prajurit mataram bergerak dengan cepat mengumpulkan kayu bakar untuk tungku pembakaran. “Kita butuh banyak kayu bakar, kumpulkan sebanyak mungkin, dan bagi menjadi beberapa titik!” perintah Bhre Wiraguna pada pasukannya.

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   SERANGAN DI BENTENG HOLLANDIA

    Teluk Batavia. Tepat pada saat matahari terbit. Tumenggung Bahurekso memerintahkan pasukan Mataram untuk menyerang benteng Hollandia. Berduyun-duyun pasukan Mataram berangkat ke arah benteng Hollandia dengan senjata terhunus. Pasukan berjalan kaki paling depan membawa tombak, pedang dan tameng. Di belakangnya, pasukan panah berjalan dalam satu barisan. Paling belakang adalah pasukan berkuda berderap meninggalkan kepulan debu di udara.Di benteng Hollandia pasukan VOC sudah bersiaga di tempatnya, siap menghadang pasukan Mataram yang akan menyerang. Pasukan pembawa senapan berada di barisan depan membentuk pagar manusia. Dibelakangnya pasukan pedang sudah siap dengan senjata terhunus. Siap menghadang siapa pun yang datang menyerang. Sementara itu puluhan meriam juga disiapkan untuk menghadang pasukan Mataram.Suara gemuruh derap kaki pasukan Mataram terdengar dari arah teluk. Mereka terus berjalan menuju benteng Hollandia. Dengan penuh semangat menggebu mereka berjalan, dengan satu tuju

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   MENGIRIM PERBEKALAN

    Sarip memacu kudanya dengan cepat agar segera sampai di pelabuhan. Sesampainya di pelabuhan Sarip langsung melompat dari kudanya dan berlari menghampiri Kyai Rangga yang sedang sibuk mengatur pasukan untuk mengangkut perbekalan.“Siapkan sepuluh kereta kuda dan segera bawa ke teluk!” perintah Kyai Rangga.“Kanjeng Tumenggung!” kata Sarip menghadap Kyai Rangga.“Apa yang terjadi di teluk?” tanya Kyai Rangga sebelum Sarip sempat melanjutkan kata-katanya.“Seluruh pasukan VOC berada di benteng Hollandia untuk menahan serangan Mataram!” lapor Sarip.“Apakah sudah terjadi pertempuran?” tanya Kyai Rangga.“Sudah, pasukan Mataram sudah menyerbu benteng Hollandia tepat saat matahari terbit,” jawab Sarip.“Hmm, kalau begitu pasukan pengangkut perbekalan harus segera diberangkatkan! Lembu Sora, segera berangkatlah ke teluk!” perintah Kyai Rangga.“Kamu juga ikut membantu mengawal!” kata Kyai Rangga pada Sarip.“Baik, Kanjeng Tumenggung!” jawab Sarip sambil bergegas menuju ke kudanya.“Saya bole

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   SERANGAN MAKHLUK ANEH

    Pintu kapal raksasa itu terbuka, dari dalamnya muncul makhluk-makhluk aneh yang langsung meloncat menuju dermaga. Pintu kapal raksasa kembali menutup, setelah semua makhluk aneh turun dari kapal. Dengan perlahan kapal raksasa itu menjauh dari dermaga.Ratusan makhluk aneh keluar dari kapal raksasa itu dan langsung menyerang pasukan Mataram. Pertempuran segera terjadi, pasukan Mataram melawan pasukan makhluk aneh. Suara jeritan dan teriakan bercampur dengan bunyi pedang dan tubuh yang beradu memenuhi pelabuhan. Pasukan Mataram menyerang dengan menggebu-gebu, tetapi pasukan makhluk aneh masing-masing memiliki kekuatan yang berbeda. Mereka tahan pukulan, tahan tendangan, tahan bacokan.“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Arya Tejawungu pada Kyai Rangga.“Aku harus turun tangan sendiri, mereka tidak bisa dibiarkan merusak dan menghancurkan perbekalan kita!” kata Kyai Rangga.Setelah mengatakan hal itu, Kyai Rangga mengambil napas panjang dan mengatupkan kedua tangannya. Dalam sekejab Kya

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   BANTUAN PENGUASA KEKUATAN ALAM

    Pelabuhan Sunda Kelapa. Menjelang tengah hari. Pasukan asing berpakaian hitam-hitam datang menyerbu ke dermaga. Pasukan Mataram tidak sanggup menghadapinya, senjata pasukan asing itu begitu mematikan. Kyai Rangga yang masih memulihkan tenaganya hanya dapat memandang pasukan asing itu menyerbu.“Gawat! Apa yang harus kami lakukan?” tanya Arya Tejawungu pada Kyai Rangga.“Biar kami saja yang menghadapi mereka!” kata Bayu yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka didampingi oleh Lindhu, Agni, dan Anila.Kyai Rangga tampak tersenyum senang melihat kedatangan empat saudara seperguruan itu. Kini dia merasa tenang dan melanjutkan memulihkan tenaganya, karena yakin empat orang itu akan sanggup mengatasi pasukan asing itu.Keempat penguasa kekuatan alam itu segera menyerbu pasukan asing. Agni mengeluarkan api yang dibantu oleh Anila sehingga menimbulkan tornado api yang segera menyambar pasukan asing.Tornado api itu berputar dengan cepat dan membakar semua pasukan asing yang mendekat. Pasukan a

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   SERANGAN MAUT

    Panasnya tornado api membuat kapal raksasa yang terbuat dari baja memerah dan mulai meleleh. Semua sudah membayangkan penumpang kapal raksasa itu sudah tewas karena kepanasan. Tetapi dugaan itu meleset, karena baja di kapal itu hanya lapisan luarnya. Saat lapisan bajanya meleleh, tampaklah lapisan berwarna putih di dalamnya, bahan yang tahan api dan sangat kuat. Semua yang memandang dengan takjub, benar-benar kapal yang luar biasa.Sementara itu Bayu, Agni, Anila, dan Lindhu sudah mulai kehabisan tenaga. Tornado api perlahan mulai mengecil dan lenyap. Air laut kembali normal. Bayu jatuh terduduk, begitu juga Agni, Anila, dan Lindhu. Tenaga mereka benar-benar terkuras.“Bagaimana ini, kapal itu tidak dapat dihancurkan!” kata Arya Tejawungu.“Kita bertempur sampai titik darah penghabisan!” kata Kyai Rangga sambil berdiri, tenaganya sudah pulih kembali.Semua mata memandang ke arah kapal raksasa di laut, menunggu apa yang selanjutnya

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PULANG

    Kyai Rangga melihat gudang perbekalan yang sudah tidak berbentuk lagi, porak-poranda, semua sapi yang dibawa mati dalam keadaan mengenaskan. Ada yang terbakar, ada yang terbunuh, dan ada yang tercebur ke laut. Semua perbekalan sudah tidak berbentuk lagi. Kesedihan tampak di wajah Kyai Rangga, walau dia sangat senang dengan kedatangan Suropati dan kawan-kawan. Tetapi kesedihan tidak dapat disembunyikan dari wajahnya.Sakera yang hendak mengajak Kyai Rangga bergurau mengurungkan niatnya ketika melihat raut wajah Kyai Rangga. Dia ikut memandang reruntuhan benteng darurat di pelabuhan.“Tidak ada harapan lagi, pasukan Mataram tidak akan mendapat perbekalan yang dibutuhkan,” kata Kyai Rangga pada dirinya sendiri.“Bukankah kita dapat mendatangkan lagi?” tanya Arya Tejawungu.“Tidak ada waktu lagi,” jawab Kyai Rangga pendek.Mendadak dari kejauhan Lembu Sora dan Bhre Wiraguna berkuda dengan cepat menghampiri Kyai Rangg

Latest chapter

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PERPISAHAN

    Matahari mulai bergeser ke barat. Tetapi di dalam gua Sindanglaut suasana tetap gelap tidak ada bedanya siang dan malam. Rombongan Kyai Rangga telah berada di pintu keluar gua. Tetapi suasana cukup gelap, mereka tidak bisa melempar-lempar peti tanpa ada penerangan.“Buat obor!” perintah Kyai Rangga.Dwipangga segera mengeluarkan batu pemantik kemudian mencoba membuat api. Tetapi gagal, lagipula tidak ada ranting kering atau apa pun yang dapat digunakan untuk menyalakan api di gua itu.“Maaf Kanjeng Tumenggung, saya tidak dapat menyalakan api,” kata Dwipangga merasa menyesal.“Hmm, tidak ada jalan lain, kita harus membawanya keluar dengan panduan Badra. Jadi kita terpaksa harus bolak-balik masuk ke dalam gua untuk mengeluarkan peti-peti ini,” kata Kyai Rangga.Maka ke sepuluh orang itu harus empat kali bolak-balik keluar masuk gua untuk mengeluarkan peti-peti itu. Untungnya di luar ada Lasmini dan Suzane yang sigap membantu, sehingga mereka dapat lebih cepat mengeluarkan peti-peti itu

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   HARTA KARUN VOC

    Suasana mendadak hening. Semua mata menatap pada tumpukan peti yang terbuat dari baja tahan karat itu. Di atas masing-masing peti terdapat simbol VOC berwarna keemasan. Ada pegangan di kanan dan kirinya untuk mengangkat peti itu. Di bagian tutupnya ada gembok besar berwarna perak. Di gembok itu juga ada logo VOC, walau samar karena tertutup tanah. Semuanya ada 80 peti.“Sarip, coba kau buka salah satu peti itu,” kata Kyai Rangga.Sarip segera menghunus goloknya dan menebas gembok yang mengunci peti itu dengan kekuatan penuh.Triiingg!! Terdengar suara benturan keras, gembok terlepas dari tempatnya. Semua penasaran ingin segera melihat isinya.“Buka peti itu!” kata Kyai Rangga yang juga ingin segera melihat isi peti itu.Sarip segera membuka peti itu dan membuat semuanya terbelalak. Batangan-batangan emas berkilauan terdapat dalam peti itu. Sarip mengambil satu batang dan mengamatinya dengan saksama. Ada tulisan dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh Sarip dan ada lambang piramida ter

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   JEBAKAN MAUT

    Rombongan Kyai Rangga mulai menjelajahi daratan aneh itu. Mereka berjalan dengan pelan mengikuti Badra yang tetap berjalan di depan. Kyai Rangga berada tepat di samping Badra.“Kamu yakin sudah tahu tempatnya?” tanya Kyai Rangga.“Ya, sangat yakin karena waktu itu aku berada di sini dan mengamati setiap gerakan pasukan VOC yang menyembunyikan harta karun itu. Dan jangan lupa, Wanara juga melihatnya!” kata Badra sambil menunjuk Wanara di pundaknya.Wanara melompat-lompat kecil sambil meringis dan mengeluarkan bunyinya yang khas, seolah mengiyakan kata-kata Badra.Anggota rombongan yang lain mengikuti Badra dan Kyai Rangga sambil melihat-lihat disekitar mereka dengan penuh ketakjuban.“Jangan menyentuh apa pun, dan jangan mengambil apa pun yang ada di sini,” kata Kyai Rangga mengingatkan pada rombongannya.“Mengapa?” tanya Jampang.“Sudah, patuhi saja, jika tidak ingin ada kejadian buruk,” kata Suropati sambil mengingat kejadian yang pernah dialaminya saat memasuki gua itu.Walaupun kur

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   LEMBAH RAHASIA

    Sindanglaut. Siang hari. Cuaca sangat cerah, tidak ada awan sama sekali di angkasa, ketika Kyai Rangga dan rombongannya mendarat di pantai Sindanglaut. mereka segera berjalan menuju ke arah gua di tepi pantai itu. Mereka berjalan beriringan, sampai di depan gua mereka berhenti. “Sebaiknya hanya laki-laki saja yang masuk,” kata Kyai Rangga setelah berada di depan gua. Semua pandangan tertuju pada Lasmini dan Suzane. Tampaknya semua setuju bahwa kedua wanita itu tidak ikut masuk ke dalam gua. “Bagaimana?” tanya Kyai Rangga. “Ya, kami akan menunggu di luar gua sambil berjaga-jaga. Lagipula Suzane membawa anak kecil,” kata Lasmini. Semua setuju untuk meninggalkan Lasmini, Suzane dan si kecil Roberth di luar gua. Kyai Rangga memimpin di depan diikuti oleh Suropati, Sakera, Sarip, Dwipangga, Jampang, Pitung, Rais, dan Ji’i. Ketika mereka hampir masuk gua mendadak terdengar sebuah suara. “Aku juga ikut, sudah lama aku m

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PANTAI SINDANGLAUT

    Tengah laut. Siang hari. Di atas binatang raksasa berbentuk pulau. Rombongan Kyai Rangga tengah melaju dengan kencang menuju ke Sindanglaut. Semua masih terdiam setelah Kyai Rangga menyatakan bahwa Lembu Sora adalah seorang pengkhianat. Mereka semua terkejut dan tidak menyangka bahwa Lembu Sora, yang selama ini merupakan orang kepercayaan Kyai Rangga adalah pengkhianat. “Sejak kapan Kanjeng Tumenggung mengetahui kalau Lembu Sora adalah pengkhianat?” tanya Suropati penasaran. “Bukankah dia ikut membunuh Kanigoro?” Sarip juga ikut mengajukan pertanyaan. Kyai Rangga tidak langsung menjawab, dia memandang semua yang ada, semua orang yang telah ikut dalam penyerangan ke Batavia. “Hmm, akan kuc

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   MENUJU SINDANGLAUT

    Kyai Rangga segera berlari menuju ke pulau hidup, diikuti oleh Suropati, Sakera, Dwipangga, Suzane yang menggendong Roberth, Jampang, Pitung, Rais, dan Ji’i. Mereka berlari dengan cepat tanpa melihat ke belakang. “Tunggu!” teriak Sarip yang tiba-tiba muncul dari belakang bersama Lasmini. “Kami ikut!” teriak Sarip sambil berlari mengejar rombongan Kyai Rangga di depan. “Ya, ayo cepat!” teriak Kyai Rangga, menoleh sambil terus berlari. Sarip dan Lasmini segera berlari mengikuti Kyai Rangga dan yang lainnya. Dalam sekejap rombongan itu telah naik ke atas pulau itu. “Semua ke

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   PULANG

    Kyai Rangga melihat gudang perbekalan yang sudah tidak berbentuk lagi, porak-poranda, semua sapi yang dibawa mati dalam keadaan mengenaskan. Ada yang terbakar, ada yang terbunuh, dan ada yang tercebur ke laut. Semua perbekalan sudah tidak berbentuk lagi. Kesedihan tampak di wajah Kyai Rangga, walau dia sangat senang dengan kedatangan Suropati dan kawan-kawan. Tetapi kesedihan tidak dapat disembunyikan dari wajahnya.Sakera yang hendak mengajak Kyai Rangga bergurau mengurungkan niatnya ketika melihat raut wajah Kyai Rangga. Dia ikut memandang reruntuhan benteng darurat di pelabuhan.“Tidak ada harapan lagi, pasukan Mataram tidak akan mendapat perbekalan yang dibutuhkan,” kata Kyai Rangga pada dirinya sendiri.“Bukankah kita dapat mendatangkan lagi?” tanya Arya Tejawungu.“Tidak ada waktu lagi,” jawab Kyai Rangga pendek.Mendadak dari kejauhan Lembu Sora dan Bhre Wiraguna berkuda dengan cepat menghampiri Kyai Rangg

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   SERANGAN MAUT

    Panasnya tornado api membuat kapal raksasa yang terbuat dari baja memerah dan mulai meleleh. Semua sudah membayangkan penumpang kapal raksasa itu sudah tewas karena kepanasan. Tetapi dugaan itu meleset, karena baja di kapal itu hanya lapisan luarnya. Saat lapisan bajanya meleleh, tampaklah lapisan berwarna putih di dalamnya, bahan yang tahan api dan sangat kuat. Semua yang memandang dengan takjub, benar-benar kapal yang luar biasa.Sementara itu Bayu, Agni, Anila, dan Lindhu sudah mulai kehabisan tenaga. Tornado api perlahan mulai mengecil dan lenyap. Air laut kembali normal. Bayu jatuh terduduk, begitu juga Agni, Anila, dan Lindhu. Tenaga mereka benar-benar terkuras.“Bagaimana ini, kapal itu tidak dapat dihancurkan!” kata Arya Tejawungu.“Kita bertempur sampai titik darah penghabisan!” kata Kyai Rangga sambil berdiri, tenaganya sudah pulih kembali.Semua mata memandang ke arah kapal raksasa di laut, menunggu apa yang selanjutnya

  • PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA   BANTUAN PENGUASA KEKUATAN ALAM

    Pelabuhan Sunda Kelapa. Menjelang tengah hari. Pasukan asing berpakaian hitam-hitam datang menyerbu ke dermaga. Pasukan Mataram tidak sanggup menghadapinya, senjata pasukan asing itu begitu mematikan. Kyai Rangga yang masih memulihkan tenaganya hanya dapat memandang pasukan asing itu menyerbu.“Gawat! Apa yang harus kami lakukan?” tanya Arya Tejawungu pada Kyai Rangga.“Biar kami saja yang menghadapi mereka!” kata Bayu yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka didampingi oleh Lindhu, Agni, dan Anila.Kyai Rangga tampak tersenyum senang melihat kedatangan empat saudara seperguruan itu. Kini dia merasa tenang dan melanjutkan memulihkan tenaganya, karena yakin empat orang itu akan sanggup mengatasi pasukan asing itu.Keempat penguasa kekuatan alam itu segera menyerbu pasukan asing. Agni mengeluarkan api yang dibantu oleh Anila sehingga menimbulkan tornado api yang segera menyambar pasukan asing.Tornado api itu berputar dengan cepat dan membakar semua pasukan asing yang mendekat. Pasukan a

DMCA.com Protection Status