Home / Pendekar / PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of PENDEKAR TERAKHIR TANAH JAWA: Chapter 61 - Chapter 70

124 Chapters

CUACA YANG ANEH

Siang hari. Di tengah lautan luas. Tidak ada angin. Tidak ada ombak. Kapal nelayan yang dinaiki oleh Suropati dan kawan-kawan diam tak bergerak sedikitpun. Matahari bersinar terik di atas kepala mereka. Roberth terus menerus minta di susui, karena kehausan. Suropati menutupi Suzane dan Robeth dengan kain layar kapal agar tidak kepanasan dan kekurangan cairan. Tidak ada kapal yang lewat, tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bahkan ikan-ikan yang tadi berkeliaran mendadak tidak tampak lagi.“Ada apa ini, cuaca kok berubah menjadi aneh sekali?” tanya Dwipangga.“Ya, aneh sekali bahkan air laut ini berhenti bergerak,” kata Sakera sambil memasukkan tanggannya ke dalam air.Air laut terlihat seperti kaca tidak ada gerakan apapun di permukaannya, seperti permukaan air dalam gelas.“Apa kamu pernah menemui kejadian seperti ini?” tanya Suropati pada Sakera.“Belum pernah, baru sekali ini aku menemui keadaan cuaca sepert
last updateLast Updated : 2023-01-26
Read more

PUSARAN MAUT

Suropati memeluk Suzane dan Robeth, mencoba menenangkan. Sakera melihat ke sekeliling. Dwipangga mencoba melihat ke dasar laut, melihat ikan-ikan yang diceritakan Suropati. Mendadak udara menjadi dingin. Angin mulai bertiup dengan pelan. Air laut kembali bergelombang dengan perlahan semakin lama semakin cepat. Langit yang semula terang benderang mendadak redup. Awah hitam datang dengan cepat bergelombang menutupi matahari.“Ada apa ini?” tanya Suropati cemas dan memeluk Suzane lebih erat.“Sepertinya akan ada badai, bersiaplah,” kata Sakera sambil mencari-cari sesuatu di kotak perlengkapan.“Kamu cari apa?” tanya Dwipangga.Sakera mengambil tali-tali dari kotak perlengkapan.“Ini ikatkan diri kalian pada kapal, jika ada badai kalian tidak akan terlempar dari kapal!” kata Sakera sambil memberikan tali-tali yang diambilnya dari kotak perlengkapan.Sementara, angin semakin kencang bertiup, langit
last updateLast Updated : 2023-01-27
Read more

DI UJUNG MAUT

Para penumpang kapal nelayan berada dalam batas antara hidup dan mati. Kapal yang mereka tumpangi dengan cepat terseret arus pusaran air raksasa, berputar menuju pusat pusaran raksasa.Suropati memegang erat Suzane dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya berpegangan erat pada badan kapal.“Apa yang bisa kita lakukan?” tanya Dwipangga di tengah gemuruh air laut, angin yang kencang, dan hujan yang semakin deras.“Sepertinya tidak ada, kita hanya dapat menunggu,” jawab Suropati pasrah.“Menunggu? Menunggu apa?” teriak Sakera.“Menungguk takdir menjemput kita!” teriak Suropati lebih keras.’“Kita harus berusaha dulu!” kata Sakera sambil mencari-cari sesuatu di kotak perlengkapan.“Berusaha bagaimana, mau terjun ke air? Atau terbang?” tanya Suropati.“Terbang?” Sakera menatap Suropati, kemudian dia lebih semangat membongkar kotak peral
last updateLast Updated : 2023-01-28
Read more

TERDAMPAR

Hembusan angin yang kencang membuat Sakera yang memegang layar membumbung tinggi ke angkasa. Dilihat dibawahnya pusaran air raksasa yang menelan kapal nelayan yang pernah ditumpanginya. Di belakangnya terbang lebih rendah, Suropati dan Suzane yang menggendong Robeth. Paling belakang, Dwipangga yang baru lepas landas dari kapal nelayan. Mereka terbang beriringan menuju arah timur. Di bawah mereka sekitar 50 meter, air laut bergelombang. Sementara hujan perlahan mereda, ketika mereka menjauhi pusaran air raksasa.Semakin jauh mereka terbang, cuaca semakin baik, hujan mulai reda, dan langit mulai cerah. Dalam sekejap mendung sudah tersingkir, matahari kembali bersinar dengan terik. Cuaca kembali tenang, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. di keajuhan mereka melihat pusaran air juga sudah lenyap. Air laut kembali bergelombang seperti biasa seolah tidak pernah terjadi apa-apa.Angin yang tadi begitu kencang bertiup mendadak reda. Hal itu membuat Suropati dan kawan-kawan ya
last updateLast Updated : 2023-01-29
Read more

PULAU ANEH

Siang hari. Di Pulau kecil di tengah lautan luas. Suropati dan kawan-kawan terdampar di pulau itu. Rasa lapar dan haus mulai menyerang mereka. Suropati memperhatikan burung-burung camar yang banyak berkeliaran di pulau itu, memikirkan bagaimana cara menangkapnya. Sementara itu Sakera mencari buahan-buahan dari pohon-pohon yang ada di pulau itu. Tetapi tidak ada buah apapun di pulau itu, semua pohon yang ada di pulau itu hanya satu jenis, seperti pohon palem, tidak berbunga juga tidak berbuah, hanya daunnya saja yang lebat.“Hmm, sepertinya burung-burung itu lezat, tapi bagaimana cara menangkapnya,” gumam Suropati.“Bagaimana kalau kita cari ikan saja?” kata Dwipangga.“Ya, itu pilihan yang masuk akal, tapi kita tidak punya pancing,” kata Suropati.“Aku akan menyelam!” kata Dwipangga langsung beranjak menuju tepi pantai dan langsung terjun ke laut.Sementara itu Sakera terus berkeliling pulau mencari b
last updateLast Updated : 2023-01-30
Read more

BINATANG RAKSASA

Semua terdiam, memandangi golok Sakera yang berlumuran darah dan permukaan kasar di bawah rumput yang dipegang Sakera. Kemudian mereka saling berpandangan mencoba mencari jawaban pada rekan-rekannya.“Hmm, coba kau tusuk lagi,” kata Dwipangga pada Sakera.Sakera segera menusuk lagi kali ini lebih dalam dan lebih bertenaga. Tanah bergetar hebat ketika Sakera menusukkan goloknya lebih dalam, dan terdengar suara melenguh seperti suara kerbau yang keras dan bergema. Tanah yang mereka pijak bergerak-gerak, bahkan seluruh pulau bergerak.“Ada apa ini?” tanya Suzane ketakutan sambil memeluk erat Robeth.Tiba-tiba dari dalam laut di sepanjang tepi pulau muncul tentakel-tentakel seperti tangan gurita bergerak-gerak tak beraturan naik turun ke dalam air, menimbulkan gelombang air besar di sepanjang pantai pulau itu.“Gawat! Kita ternyata berada di atas binatang air raksasa!” kata Suropati yang baru menyadari kenyataan meng
last updateLast Updated : 2023-01-31
Read more

PASUKAN RAHASIA

Tegal. Malam hari. Kyai Rangga tampak duduk di kursinya, dihadapannya duduk Adijaya, Bhre Wiraguna, Lembu Sora, dan Arya Tejawungu, para prajurit yang menjadi andalan Kyai Rangga.Setelah tugas mengantar mengantar surat selesai, Kyai Rangga menghadap kepada Sultan Agung untuk menyampaikan balasan dari Jan Pieterzon Coen. Sudah dapat diduga, Sultan Agung sangat marah dan segera memerintahkan penyerangan ke Batavia. Sultan Agung mengangkat Bupati Kendal, Tumenggung Bahurekso untuk menjadi panglima tertinggi penyerangan ke Batavia. Sedangkan Kyai Rangga ditugaskan sebagai pemimpin perbekalan dan perlengkapan.“Titah Sultan Agung sudah jelas, persiapan penyerangan ke Batavia di mulai sejak sekarang, sepuluh hari lagi penyerangan akan dimulai,” kata Kyai Rangga.“Sendiko dawuh, Kanjeng Tumenggung,” jawab Adijaya, Lembu Sora, Bhre Wiraguna ,dan Arya Tejawungu.“Apa perintah Kanjeng Tumenggung?” tanya Adijaya yang sekarang men
last updateLast Updated : 2023-02-01
Read more

JURU MASAK

Setelah pasukan khusus menunjukkan keahliannya, Kyai Rangga ingin melihat keahlian dan keterampilan para juru masak.“Selanjutnya aku ingin melihat keahlian juru masak!” kata Kyai Rangga.“Baik, akan kami siapkan dulu tempatnya,” kata Lembu Sora yang langsung beranjak untuk mempersiapkan para juru masak.Segera para pembantu mempersiapkan meja dan segala perlengkapan memasak yang diperlukan. Sebuah tungku dari besi juga disediakan. Dalam sekejap, ruangan itu telah menjadi seperti dapur kerajaan. Para juru masak yang telah disiapkan oleh Lembu Sora sudah siap untuk mempertunjukkan keahlian mereka pada Kyai Rangga. Satu persatu para juru masak pilihan itu masuk ke ruangan. Para juru masak itu tidak hanya berasal dari Tegal dan sekitarnya saja, tetapi juga dari luar daerah, tetapi masih dalam wilayah Mataram. Enam juru masak dengan keahlian yang berbeda masuk dengan penuh percaya diri memasuki ruangan dan memberi hormat pada Kyai Rangga.
last updateLast Updated : 2023-02-02
Read more

KLAKA WAGALAN

Arjuna telah selesai memasak, dia meletakkan hasil masakannya pada piring keramik. Setelah semua tertata rapi dalam piring, dia mempersilahkan Lembu Sora untuk mencicipinya. Lembu Sora mendekat ke piring dan mengambil rumbah hadangan prana yang dibuat oleh Arjuna.“Hmm, cukup lezat, ada yang ingin mencoba?” Lembu Sora menawarkan hasil masakan Arjuna pada semua yang hadir.Bhre Wiraguna segera maju dan mengambil bola-bola daging itu dan langsung memakannya.“Hmm, benar, ini lezat,” kata Bhre Wiraguna setelah menghabiskan beberapa bola daging itu.Kyai Rangga tampak puas melihat penampilan Arjuna yang pandai memasak dan jago bela diri. Walau tidak mencicipi masakannya, Kyai Rangga sudah yakin masakan Arjuna cukup lezat, karena melihat Bhre Wiraguna, Adijaya, Arya Tejawungu, dan Lembu Sora dengan lahap menghabiskan masakan yang ada.Dalam sekejap semua makanan yang dibuat oleh Arjuna telah habis tak tersisa. Lembu Sora segera m
last updateLast Updated : 2023-02-03
Read more

RACUN UPAS

Kyai Rangga melihat semua itu dengan tetap tenang di kursinya. Dia menyerahkan pada Lembu Sora untuk mengatasi permasalahan itu.Lembu Sora mendudukkan Bhre Wiraguna, memijat bagian belakang leher Bhre Wiraguna. Hal itu membuat Bhre Wiraguna muntah-muntah. Lembu Sora menekan punggung Bhre Wiraguna dengan keras yang membuatnya batuk dan mengeluarkan dahak berlendir berwarna hijau.“Racun upas!” teriak Adijaya yang melihat muntahan Bhre Wiraguna.“Hah, racun upas? Darimana? Periksa semua bahan makanan!” perintah Lembu Sora pada para prajurit.Seorang prajurit datang dengan membawa dua buah kelapa hijau muda. Bhre Wiraguna segera meminumnya. Perlahan pengaruh racun upas yang sempat ditelannya mulai hilang.Para prajurit meneliti satu per satu bahan makanan yang ada. Tetapi mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Setelah Bhre Wiraguna dapat berdiri, Lembu Sora ikut mencari, ditelitinya semua bahan makanan yang ada, bum
last updateLast Updated : 2023-02-04
Read more
PREV
1
...
56789
...
13
DMCA.com Protection Status