Tegal. Malam hari. Kyai Rangga tampak duduk di kursinya, dihadapannya duduk Adijaya, Bhre Wiraguna, Lembu Sora, dan Arya Tejawungu, para prajurit yang menjadi andalan Kyai Rangga.
Setelah tugas mengantar mengantar surat selesai, Kyai Rangga menghadap kepada Sultan Agung untuk menyampaikan balasan dari Jan Pieterzon Coen. Sudah dapat diduga, Sultan Agung sangat marah dan segera memerintahkan penyerangan ke Batavia. Sultan Agung mengangkat Bupati Kendal, Tumenggung Bahurekso untuk menjadi panglima tertinggi penyerangan ke Batavia. Sedangkan Kyai Rangga ditugaskan sebagai pemimpin perbekalan dan perlengkapan.
“Titah Sultan Agung sudah jelas, persiapan penyerangan ke Batavia di mulai sejak sekarang, sepuluh hari lagi penyerangan akan dimulai,” kata Kyai Rangga.
“Sendiko dawuh, Kanjeng Tumenggung,” jawab Adijaya, Lembu Sora, Bhre Wiraguna ,dan Arya Tejawungu.
“Apa perintah Kanjeng Tumenggung?” tanya Adijaya yang sekarang men
Setelah pasukan khusus menunjukkan keahliannya, Kyai Rangga ingin melihat keahlian dan keterampilan para juru masak.“Selanjutnya aku ingin melihat keahlian juru masak!” kata Kyai Rangga.“Baik, akan kami siapkan dulu tempatnya,” kata Lembu Sora yang langsung beranjak untuk mempersiapkan para juru masak.Segera para pembantu mempersiapkan meja dan segala perlengkapan memasak yang diperlukan. Sebuah tungku dari besi juga disediakan. Dalam sekejap, ruangan itu telah menjadi seperti dapur kerajaan. Para juru masak yang telah disiapkan oleh Lembu Sora sudah siap untuk mempertunjukkan keahlian mereka pada Kyai Rangga. Satu persatu para juru masak pilihan itu masuk ke ruangan. Para juru masak itu tidak hanya berasal dari Tegal dan sekitarnya saja, tetapi juga dari luar daerah, tetapi masih dalam wilayah Mataram. Enam juru masak dengan keahlian yang berbeda masuk dengan penuh percaya diri memasuki ruangan dan memberi hormat pada Kyai Rangga.
Arjuna telah selesai memasak, dia meletakkan hasil masakannya pada piring keramik. Setelah semua tertata rapi dalam piring, dia mempersilahkan Lembu Sora untuk mencicipinya. Lembu Sora mendekat ke piring dan mengambil rumbah hadangan prana yang dibuat oleh Arjuna.“Hmm, cukup lezat, ada yang ingin mencoba?” Lembu Sora menawarkan hasil masakan Arjuna pada semua yang hadir.Bhre Wiraguna segera maju dan mengambil bola-bola daging itu dan langsung memakannya.“Hmm, benar, ini lezat,” kata Bhre Wiraguna setelah menghabiskan beberapa bola daging itu.Kyai Rangga tampak puas melihat penampilan Arjuna yang pandai memasak dan jago bela diri. Walau tidak mencicipi masakannya, Kyai Rangga sudah yakin masakan Arjuna cukup lezat, karena melihat Bhre Wiraguna, Adijaya, Arya Tejawungu, dan Lembu Sora dengan lahap menghabiskan masakan yang ada.Dalam sekejap semua makanan yang dibuat oleh Arjuna telah habis tak tersisa. Lembu Sora segera m
Kyai Rangga melihat semua itu dengan tetap tenang di kursinya. Dia menyerahkan pada Lembu Sora untuk mengatasi permasalahan itu.Lembu Sora mendudukkan Bhre Wiraguna, memijat bagian belakang leher Bhre Wiraguna. Hal itu membuat Bhre Wiraguna muntah-muntah. Lembu Sora menekan punggung Bhre Wiraguna dengan keras yang membuatnya batuk dan mengeluarkan dahak berlendir berwarna hijau.“Racun upas!” teriak Adijaya yang melihat muntahan Bhre Wiraguna.“Hah, racun upas? Darimana? Periksa semua bahan makanan!” perintah Lembu Sora pada para prajurit.Seorang prajurit datang dengan membawa dua buah kelapa hijau muda. Bhre Wiraguna segera meminumnya. Perlahan pengaruh racun upas yang sempat ditelannya mulai hilang.Para prajurit meneliti satu per satu bahan makanan yang ada. Tetapi mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Setelah Bhre Wiraguna dapat berdiri, Lembu Sora ikut mencari, ditelitinya semua bahan makanan yang ada, bum
Rombongan Lembu Sora telah sampai di rumah penjual ikan yang dimaksud Sanjaya. Rumah itu tampak sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di rumah itu, hanya satu lampu minyak yang menyala di luar rumah, sedangkan bagian dalamnya tampak gelap.“Benar ini rumahnya?” tanya Lembu Sora pada Sanjaya.“Benar,” jawab Sanjaya yang kedua tangannya di pegang oleh dua orang prajurit.“Ketuk pintunya!” kata Adijaya.Seorang prajurit segera menuju ke pintu yang terbuat dari kayu itu dan mengetuknya keras-keras.“Ada orang di dalam?” tanya prajurit itu yang mengetuk lebih keras.Tetap tidak ada jawaban dari dalam. Prajurit itu mengetuk pintu, kali ini lebih keras lagi.“Kalau tidak dibuka, akan kami dobrak!” teriaknya.Semua menunggu, tetap tidak ada jawaban atau suara apapun dari dalam rumah.Prajurit yang mengetuk pintu menoleh pada Adijaya, minta persetujuan untuk mendobrak pi
Lembu Sora masih belum puas dengan jawaban Sanjaya, dia akan mengajukan pertanyaan lanjutan, ketika tiba-tiba puluhan anak panah menghujani mereka.“Arg!!” seorang prajurit terkena anak penah tepat di dadanya dan langsung jatuh terkapar. Sedangkan anak panah yang lainnya tidak mengenai sasaran.Adijaya dan yang lainnya segera menghunus senjata mereka siap untuk menghadapi serangan.Sanjaya menghentakkan tangannya, sehingga terlepas dari pegangan dua prajurit yang memegang tangannya. Kemudian dengan cepat dia mengambil pedang salah satu prajurit dan mulai menyerang rombongan Adijaya.Puluhan orang berpakaian hitam bersenjata pedang dan muka tertutup kain datang menyerbu dari seluruh penjuru rumah itu.Dengan segera terjadi pertarungan sengit di dalam rumah itu. Adijaya dengan pedangnya menghadapi para penyerang dengan gerakan lugas dan tangkas. Pedangnya menyambar-nyambar, membuat beberapa penyerangnya langsung terkapar. Rombongan Adijay
Lembu Sora merasakan sakit di dada dan punggungnya, dia segera berguling ke kanan untuk menghidari serangan selanjutnya. Sanjaya segera bangkit dan menyerang Lembu Sora dibantu oleh penyerang berpakaian hitam-hitam. Serangan dari kedua orang itu membuat Lembu Sora cukup kewalahan, tetapi hal itu tidak berlangsung lama. Dengan kecepatan dan ilmu bela diri yang lebih tinggi dari dua penyerangnya, Lembu Sora berhasil mengatasi keadaan. Lembu Sora membuat gerakan memutar dan melakukan tendangan memutar yang membuat penyerang berbaju hitam terkejut dan tekena tendangan itu. Secepat kilat Lembu Sora mengarahkan pedangnya ke arah penyerang yang sudah kena tendang itu, mengakibatkan luka memanjang pada perutnya dan darahnya memercik ke udara.Sanjaya yang melihat hal itu segera menerjang ke arah Lembu Sora. Tetapi kali ini dia salah perhitungan, pedang Lembu Sora sudah lebih dahulu mengenai tangannya, membuat Sanjaya mengaduh kesakitan. Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Lembu Sora
Tegal. Malam hari. Di depan rumah pedagang ikan. Sanjaya duduk terdiam dikelilingi oleh Adijaya, Bhre Wiraguna, Lembu Sora, dan Arya Tejawungu beserta prajurit kadipaten Tegal.“Banyak pertanyaan yang harus kamu jawab,” kata Adijaya.“Sebaiknya ceritakan saja dari awal,” usul Lembu Sora.“Ya, ceritakan semuanya!” kata Bhre Wiraguna dengan nada mengancam, karena dia adalah korban ikan beracun yang dimasak Sanjaya.Semua menunggu apa yang akan dikatakan Sanjaya. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya Sanjaya mulai bercerita.Setelah pertempuran dengan pasukan kalian di Sindang Laut, kami melarikan diri ke hutan. Di sanalah kami bertemu dengan pasukan asing di bawah pimpinan Samiri. Pasukan asing itu mempunya senjata dan kekuatan yang luar biasa, tidak akan pernah kalian jumpai sebelumnya di masa lalu maupun di masa yang akan datang. Mereka mempunyai senjata kecil yang bisa mengeluarkan sinar maut yang mampu melump
Malam hari. Masih di rumah pedagang ikan, Tegal. Sanjaya masih duduk dikeliling para prajurit Tegal. Malam semakin dingin, angin malam bertiup pelan. Waktu yang nikmat untuk istirahat. Tapi Adijaya dan prajurit Tegal lainnya masih mencoba mengorek keterangan dari Sanjaya. Terlalu banyak misteri, terlalu banyak yang tidak mereka ketahui dari cerita Sanjaya. Senjata aneh, Samiri, pulau misterius, makhluk-makhluk aneh, semuanya seolah hanya dongeng saja.“Sebenarnya, apa tugas yang dibebankan padamu?” tanya Adijaya penasaran.“Eeh, sebenarnya aku ditugaskan meracuni seluruh pasukan Mataram yang akan menyerang Batavia,” jawab Sanjaya.“Apa tujuannya?”“Untuk melemahkan pasukan Mataram, sehingga gagal menyerang Batavia!”“Siapa yang sebenarnya merencanakan semua ini?” tanya Adijaya.“Semua berasal dari Samiri, orang yang tahu segalanya itu,” jawab Sanjaya.“Siapa