All Chapters of Ditinggal Suami Dinikahi Bos: Chapter 81 - Chapter 90
143 Chapters
#Season 2 Part 10
“Kita mau kemana?” tanyaku setelah sadar mobil Teo sudah meninggalkan wilayah Jakarta.“Puncak.”Seketika mataku membelalak. “Puncak?”Teo mengangguk kecil seraya menoleh ke arahku sebentar. “Betul.”“Aku gak bawa ganti? Kita balik jam berapa dari sana?” tanyaku panik mengingat tidak mempersiapkan apa-apa.“Tinggal ngikut aja gak usah banyak protes.”“Tapi .....”“Ssstttttt ... please ilangin sikap ngeyelnya,” tegas Teo seraya mengembalikan fokusnya untuk mengemudi.Aku pun kembali melihat ke arah lain. Berusaha meyakinkan diri kalau memang ini jalan menuju puncak. Mengabaikan beberapa pertanyaan juga kegelisahan yang sejak semalam bersarang. Mengapa aku? Mengapa kembali terulang kisah yang nyaris sama? Namun, buru-buru kutepis itu semua. Tak baik berprasangka buruk pada sang penentu takdir.“Pegangan,” ujar Teo yang rupanya sudah bisa memprediksi seperti apa kepadatan area puncak. Banyak mobil berusaha melewati tanjakan yang juga berkelok itu. Tak ayal menyebabkan para pengemudi haru
Read more
#Season 2 Part 11
Aku menggeliat saat mendengar dering ponsel yang cukup kencang. Entah berapa lama aku terlelap setelah apa yang terjadi di antara kami. “Ponsel siapa?” gumamku seraya membuka mata. Badan terasa sakit semua. Sudah cukup lama tak melakukannya dan seperti mengulang saat awal dulu. Aku pun meringis. Kembali ponsel itu berdering, membuatku tak bisa mengabaikannya. “Angkat dulu,” ujarku sambil berusaha menyingkirkan lengan Teo yang mendekapku. “Hmmmm.” “Ponsel kamu bunyi terus. Cek dulu siapa tau penting,” ucapku berhasil melepaskan diri. Teo akhirnya mengikuti saranku. Dia mengambil ponsel yang terletak di meja sofa dengan malas. Sejenak Teo berhenti sambil menatap layar ponselnya. “Siapa?” tanyaku. Aku juga penasaran siapa yang menghubungi selarut ini. “Mama Ajeng.” “Mama?” Teo mengangguk. Dia mengambil napas sejenak lalu mengembuskannya. Dia seperti mengumpulkan keberanian tersendi
Read more
#Season 2 Part 12
Monitor di depan raung operasi berubah menjadi Sedang Pemulihan. Pertanda bahwa operasi yang dilakukan Tim Dokter akan segera selesai. Aku masih bersama Mama Ajeng menemaninya dengan sesekali merapal doa sedangkan Teo masih belum kembali. “Maafkan papanya Teo ya, Amira. Maafkan Tante juga yang tidak bisa berbuat banyak untuk kalian.” Di sela tangisnya, Mama Ajeng kembali berbicra.“Tidak ada yang salah, Tante. Amira tidak perlu memaafkan siapa-siapa.”Mama Ajeng menggelang. “Itu salah kami. Kami yang memboikot acara kalian. Kami yang membuat semuanya berantakan.”Demi apa pun itu mendengar penuturan Mama Ajeng tentang malam resepsi pernikahan kami berdua tetaplah menyanyat hati. Bagaimana bisa semua dilakukan dengan begitu mudahnya? Namun, aku tidak harus menanggapi semua itu langsung di tempat ini di saat kondisi Pak Aditama sedang tidak baik-baik saja.“Tidak, Tante. Tante tidak perlu meminta maaf. Amira memahami kenapa Pak Aditama harus melakukannya. Jadi, Tante tidak perlu minta
Read more
#Season 2 Part 13
Teo menepikan mobilnya. Ia berjalan keluar memutari mobil bagian depan kemudian berdiri di tepian jembatan fly over yang kami lewati. Wajahnya tampak gusar. Ia jelas gelisah perihal takdir yang baru saja terjadi di depan mata.Aku melangkah turun. Turut serta merasakan kekacauan yang terjadi meski yang sebenarnya ia rasakan apa aku tak tahu pasti. Kuusap pelan lengannya lagi. Kubiarkan ia menumpahkan semuanya di sini, tanpa menyela sama sekali.“Aku nggak sanggup kalau harus balik urus perusahaan,” ucap Teo setelah merasa jauh lebih tenang.Aku menoleh. Melihat lurus ke arah mata birunya yang kini justru menatap langit yang sama birunya. “Kenapa begitu?”“Pak Rama sudah bilang semua. Beberapa perusahaan penting milik Papa sengaja tidak diberikan aksesnya untuk Raline dan Baja.”Ah, mereka berdua. Lagi-lagi aku harus mendengar dua nama yang tak henti ada di kehidupanku. Sebuah fakta pilu yang tak bisa kubantah keabsahannya. “Lalu?”“Pak Rama bilang Papa menunjukku. Praktis aku harus ke
Read more
#Season 2 Part 14
Suasana malam ini cukup berbeda. Di tengah ketidaknyamanan yang ada aku dan Teo menyempatkan diri untuk makan malam di rumah. Penat dan kantuk kami abaikan demi kebersamaan bersama orang-orang tersayang."Ibu yakin gak mau nambah hari?" tanya Teo di sela menghabiskan makanan di piringnya. Ia tahu bahwa membujuk ibu tidaklah mudah tapi ia tetap mencoba."Ndak, Teo. Ibu mau pulang sama Martia saja. Kalian tidak perlu repot-repot mengantar sampai desa.""Mana ada repot, Bu. Teo tiap hari nyantai kok. Cuma ibu ndak jadi nemenin Akila di sini dulu?" tanya Teo lagi. Ia menikmati obrolan ringan yang tercipta. Sambil berusaha meyakinkan ibu untuk menunda kepulangan."Ada kalian berdua, jadi ndak perlu lah ibu di sini. Ibu biar di kampung saja. Toh, Akila sekolah, kamu kerja, Amira juga sama. Sendirian nanti ibu," kelakar ibu. "Maksudnya biar lebih ramai, Bu.""Kalau mau nambah rame ibu doakan segera datang adiknya Akila. Usahanya dimaksimalkan," pungkas ibu dengan senyum yang dikulum. Tampak
Read more
#Season 2 Part 15
Aku tak berharap banyak pada Teo. Apalagi setelah fajar dia tak kunjung datang. Pasti ada alasan tersendiri sampai-sampai Teo tak sempat kembali memenuhi janjinya atau sekadar membalas pesan yang kukirimkan.[Sudah sampai?]Kembali kubaca pesan itu dan hanya berbalas hampa. Akhirnya kuputuskan menyibak selimut, lalu turun dari ranjang yang besar ini. Aku tak boleh terlihat berantakan apalagi kesepian karena ditinggal suami beberapa jam saja.“Sudah bangun, Mir?” tanya Ibu yang rupanya sudah lebih dulu sibuk di dapur.“Ibu ngapain?”Ibu tersenyum kecil. “Kebiasaan, Mir. Susah hilangnya.”“Tapi ini gak kotor, Bu. Semalem juga sudah Amira gosok,” ucapku seraya berjalan mendekat. Kuraih spot kawat yang ibu gunakan untuk membersihkan sink. Beliau memang memiliki kebiasaan semacam itu sejak dulu.“Biarin aja, Mir. Sebelum ibu pulang seenggaknya ngelakuin apa buat kamu.”Aku menggeleng. Aku tak sependapat dengan ucapan ibu. “Sekarang ibu balik ke kamar istirahat. Biar sarapan Amira yang siap
Read more
#Season 2 Part 16
Aku tak bisa menyembunyikan rona bahagia itu. Terlebih saat Teo menggandeng tanganku."Kenapa nggak bilang?" tanyaku masih setia memandanginya. Sesuatu yang nampak berlebihan."Bilang apa?""Bakal langsung ke stasiun. Aku pikir kamu sibuk banget sampai gak sempet bales WA aku."Teo mengulas senyum. Ia nampak santai menanggapi ucapanku. "Buat ibu masa aku gak sempetin," ucapnya.Aku mengangguk-angguk. Bersyukur Teo memprioritaskan keluargaku layaknya keluarganya. Dia juga tidak membeda-bedakan. Sesuatu yang jelas patut kusyukuri mengingat dulu Mas Baja tidak seperti itu."Tapi maaf aku gak bisa antar ke rumah. Harus langsung balik ke rumah sakit.""Iya. Nggak apa-apa. Toh aku udah perpanjang izin hari ini. Terlambat masuk kantor tidak masalah.""Wah sayang sekali," ucap Teo terdengar sedih."Kenapa?""Harusnya bisa kita habiskan sisa waktumu itu. Setelah ini pasti agenda-agenda kantor menanti.""Ya mau gimana lagi."Tiba-tiba memelekku. Ia menyandarkan dagunya di pundakku. "Tunggu aku
Read more
#Season 2 Part 17
Pertemuan tak terduga itu membuatku tak nyaman. Terlebih setelah malam tiba hingga pagi aku harus kembali beraktivitas ke kantor tak ada pesan dari Teo. Pagiku yang memang sudah selalu sibuk menjadi tambah riuh dengan adanya kecamuk rasa akibat dua hal tersebut.“Nanti ibu jemput tepat waktu kan?” tanya Akila setelah aku mengantarnya ke depan gerbang sekolah.“Pasti. Tidak ada kata terlambat lagi,” jawabku yakin.Akila mengangguk-angguk. Ia menyalami tanganku seperti biasa. Kemudian sebuah senyum cukup lebar aku berikan seraya melambai padanya yang memang sudah ditunggu gurunya. Hari-hariku kembali normal seperti biasa setelah cuti menikahku berakhir. Kutarik napas kuat-kuat lalu mengembuskannya. Kantor yang letaknya tak jauh dari gedung sekolah ini harus kusambangi. Terlebih dahulu kusiapkan mental untuk menghadapi segala macam kemungkinan.Presensi finger print kantor menjadi aktivitas pertamaku. Sebisa mungkin aku memastikan penampilanku sudah oke, tidak ada yang kurang barang sedi
Read more
#Season 2 Part 18
Aku berlalu tanpa menanggapi ucapan dari Mas Arhab. Selain aku tidak bisa menjawab apa-apa, rasanya terlalu tiba-tiba dia datang lagi ke duniaku. Sesuatu yang tak bisa kupikir dengan benar untuk sekarang.Begitu sampai di ruang kerja aku sibuk membenahi draft latihan soal yang akan digunakan para mentor. Kurva-kurva juga angka-angka yang tiga tahun ini menjadi teman setia kuotak atik kembali. Ada rasa senang yang menjalar saat aku bisa mencoba mengerjakan ulang soal-soal itu."Draftnya udah jadi, Amira?" tanya Mas Haris yang mendekat ke meja kerjaku."Bentar lagi, Mas. Kalau sudah langsung saya prin.""Oke. Buat yg bahasa inggris gimana, Rin?" Mas Haris juga menanyakan pada Rini yang duduknya di seberang kami."Beres. Udah nitip Amira buat ngeprin.""Loh!" protesku. Aku bertugas khusus mata pelajaran matematika. Sesuai kesepakatan seperti itu kenapa jadi berubah?"Udah sih. Lagian dari awal kamu di sini kan tukang ngeprin. Toh soal khusus matik udah ditangani Arun.""Iya beres, Mbak.
Read more
#Season 2 Part 19
"Why?" tanya Teo sedikit berbisik. Ia tidak melepaskan pelukanku malah merengkuh lebih erat."Kamu sibuk banget. Kamu gak sempat bales chat aku. Aku khawatir kamu kenapa-napa," ungkapku tanpa menyembunyikan apa pun. Aku butuh melepaskannya."Kangen?" Aku mengangguk-angguk di peluknya. Kini kutemukan nama yang tepat untuk perasaan aneh ini. Kangen, ya aku kangen, aku rindu. Terlebih dengan kehadiran seseorang di masa lalu. Aku semakin ingin bersama Teo.Teo mengurai pelukannya. Ia tatap mataku lekat. "Ada masalah?"Aku menggeleng. Belum siap rasanya menceritakan semuanya sekarang. "Aku cuma rindu."Teo terkekeh. Ia pun mengusap kepalaku. "Me too.""Bagaimana kabar Papa? Sudah membaikkah?""Masih koma. Dokter masih terus mengawasinya.""Mama Ajeng?""Masih sedih. Sebenarnya aku ingin meminta waktumu untuk menjenguk mereka. Tapi aku tahu kamu sedang sibuk dengan proyek di kantor."Teo menjelaskan sambil mengajakku masuk ke ruang tengah. Memintaku duduk di sofa. Merilekskan diri, begitu
Read more
PREV
1
...
7891011
...
15
DMCA.com Protection Status