All Chapters of Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami: Chapter 41 - Chapter 50

103 Chapters

Part 41 Bahagia Sekaligus Mengejutkan

Seperti yang dikatakan Kemal, pemerintah benar-benar menetapkan PPKM. Kepanikan mulai melanda masyarakat. Bukan hanya kehadiran virus berbahaya, tapi juga sulitnya mendapatkan akses kebutuhan pokok. Banyak toko yang tutup dan untung saja di antaranya masih ada yang bersedia menjual dengan jasa pengantaran. Tempat-tempat yang biasanya padat aktivitas semakin sepi. Karyawan pabrik bahkan bekerja bergantian. Anak-anak sekolah diliburkan dan harus belajar dari rumah secara daring, termasuk para mahasiswa. Teman-teman kampus Kemal yang biasanya sering makan di warung kami, kabarnya banyak yang pulang kampung dan kesulitan kembali. Dari kabar yang beredar, tidak diizinkan bepergian jika belum melakukan vaksinasi. Ibu Umairah dan Kemal sudah divaksin tahap dua. Aku sendiri baru selesai vaksin pertama dua bulan lalu. Sempat tidak setuju mengingat Agam masih aktif ASI. Akan tetapi, ternyata jumlah korban yang terpapar semakin banyak, sehingga kuputuskan untuk segera mengikuti vaksinasi. Ibu
Read more

Part 42 Bertemu Istri Mantan

Tahun berganti dan musim pun demikian. Kini matahari sudah sering terik. Aktivitas orang-orang yang dulunya hanya di rumah saja, kini sudah perlahan kembali. Meski perlahan, namun tempat-tempat umum sudah mulai ramai. Hanya saja memiliki batas waktu. "Mbak, aku mau ngomong," ujar Kemal setelah Agam beranjak ke dapur ikut neneknya. "Memangnya ada apa?" Rasa penasaranku bertambah karena dia hanya diam saja menggaruk kepalanya. Aku pura-pura hendak beranjak dan dia terkesiap. "Mbak, ini penting!" "Makanya cepat bilang! Mbak mau siap-siap buka warung," desakku. "Gini Mbak, waktu daftar kuliah dua tahun lalu kan aku dapat beasiswa. Beasiswanya itu dari Pradipta Foundation, anak perusahaan Pradipta Group," ujar Kemal dan aku mengangguk. Perusahaan sebesar itu membiayai kuliahnya. Pantas saja, laptop dan ponsel pun diberikan sebagai fasilitas belajar. Dia bahkan pernah bilang jika uang sakunya akan bertambah jika IPK penerima beasiswa itu juga meningkat. "Terus?" "Aku salah satu dari
Read more

Part 43 Bergerak Cepat

“Apa Tuan Hendrawan mengetahui hubungan terlarang antara istri dan ayahnya sendiri?” tanyaku. Bukan hanya Devi yang terkejut, Kemal pun sama. Pemuda itu terperangah lalu menutup mulut dengan telapak tangannya. Kepalanya menggeleng, dia mungkin tidak percaya. Ah, tunggu saja sampai ibunya sendiri yang membenarkan. “Ka-kamu sudah tahu?” “Sejak kapan, Mbak Risa tahu? Kok tidak bilang sama aku?” Kuangguki pertanyaan Devi lalu menoleh menatap Kemal. “Karena itu aib.” “Aku ingin tahu satu hal. Apa itu alasanmu ngotot cerai dengan Mas Adi?” tanya Devi. Aku menghela napas. Tidak memuaskan rasa ingin tahunya hanya akan membuat Devi semakin penasaran denganku. Jujur saja, aku tidak nyaman dengan kehadirannya. Jangan sampai dia ngotot kembali ke sini bersama Aditya. Kuceritakan kejadian setelah dia datang pertama kali ke rumah dan pertengkaranku dengan Aditya. Aku yang masuk rumah sakit dan mendengar mantan ibu mertuaku berbincang via telpon dengan ayah mertuanya sendiri. Sejak saat itu
Read more

Part 44 Dompet Tiket Dicopet

Mengikuti saran Kemal, akhirnya aku mengalah. Kasihan Agam jika sampai mabuk kapal dan berdesakan. Pagi ini Kemal dan Ibu Umairah berangkat lebih dulu dengan naik kapal. Jika perjalanan lancar, perjalanan dari Surabaya ke Samarinda dengan jalur laut ditempuh kurang dari 30 jam. Sementara aku dan Agam tinggal di wisma dekat bandara untuk sehari semalam. Besok kami akan berangkat dengan naik pesawat. Perjalanan dua hari semalam memang jauh berbeda dengan penerbangan yang hanya menempuh waktu kurang dari dua jam saja. Ini kali pertama aku akan naik pesawat, rasanya berdebar sekaligus takut. "Agam bobo yuk! Besok kita mau naik pesawat, susul Nenek Uma sama Om Kemal," ajakku agar dia mau berhenti menonton kartun di ponsel. Kutahu dia bosan dan sudah merindukan Kemal."Om Kemal cama Nenek Uma peldi jauh?" tanya Agam ketika aku memeluknya.Kuusap punggungnya sambil sesekali menepuk bokongnya. "Iya, kita juga mau ke sana. Tapi … terbang naik pesawat. Sekarang, Agam bobo dulu. Tadi kan Om Kem
Read more

Part 45 Putraku Lapar Kubilang Sabar

Kuhapus air mata dan menggendong Agam yang murung. "Saya kehilangan dompet, tiket dan ponsel saya, Bu. Pouch dalam tas saya, entah sejak kapan hilangnya. Padahal tadi, saya sempat belanja di outlet yang ada di sana, semuanya masih ada," terangku menunjuk ke arah sebuah outlet menyerupai minimarket. "Mari ikut saya, kita cek dulu dari cctv," ajaknya seakan menumbuhkan harapan. Kulihat Agam menoleh ke belakang, tepatnya ke arah gate yang kukatakan akan menjadi pintu kami ke pesawat. Meski tak mengatakan, kutahu ia sedih dan kecewa karena kami malah menjauhi tempat itu. Aku hanya berharap kartu ATM milikku tidak hilang. Bisa saja, karena memegang kartu seperti itu harus menarik uangnya di ATM yang sudah pasti memiliki cctv. Itupun kalau pelakunya tahu kode akses kartuku. Dengan setitik harapan itu aku berharap bisa kembali memesan tiket. Kalau tidak cukup, setidaknya aku bisa memberi Agam makan dan bisa sewa kamar dulu untuk malam ini. Baru setelah itu menghubungi Kemal dan mencari
Read more

Part 46 Ditraktir Om Baik

Mas Adi pernah mengajakku makan di restoran, tapi tidak semewah restoran ini. Interior dan fasilitas restoran ini sangat mewah padahal resto ini hanya resto cabang. Tanganku gemetar membuka buku menu. Benar saja dugaanku, nominalnya membuat kakiku gemetar. Seporsi makanan di sini bisa untuk biaya makan kami berdua sepekan. Aroma lezat dari meja sebelah membuatku menelan saliva. Perutku meronta tanpa bisa kucegah. Seingatku di dompet hanya ada uang sekitar tujuh ratus ribu rupiah. Jika kupesan seporsi berdua dengan putraku sambil menyuapinya mungkin akan habis dua ratus ribu rupiah. Itu pun … kalau dompetku kembali. "Apa putra Anda memiliki alergi? Setidaknya dia menikmati makanannya tanpa resiko," tanyanya. Aku hampir lupa hal itu dan sibuk memikirkan biaya makanan kami. "Udang." "Iya Om. Tananku datal-datal, melah-melah talau matan udan. Aku tan cuka banet," kata Agam seolah sedang melaporkan kondisinya pada dokter. Kembali mengingatkanku pada mantan yang mewariskan alergi itu.
Read more

Part 47 Pinjaman Sejuta Tanpa Nota

Keduanya terkejut lalu saling lirik. Pria itu mengusap kepala Agam lalu memperbaiki posisinya di gendongannya. Tatapanku menuntut jawaban karena ia hendak mengajak Agam ikut serta dengannya. Apa ini hanya trik yang sengaja dilakukannya sebelum membawa pergi putraku? Sengaja menyogokku dengan makanan enak, begitukah? Wajahnya yang bersahaja dan senyum tulusnya itu bisa saja hanya kepura-puraan."Pipis Ibu." Agam menjawab dan pria itu mengangguk.Aku jadi malu sendiri seperti orang yang takut ditinggal. Suaraku tadi pasti cukup keras sampai beberapa orang menoleh. Aku benar-benar ingin kabur dari sini."Lanjutkan lagi, minumannya belum habis. Itu juga cemilannya tolong bantu dihabiskan. Tadi sengaja Agam sisihkan, katanya untuk ibunya juga. Boleh saya minta kembali, saya harus bayar makanan kita di kasir," ujarnya dan aku tersadar.Kuulurkan dompetnya dari saku celanaku. Rasanya aku seperti tersengat listrik saat jarinya juga menyentuh jariku. Ada apa denganku?"Tunggu di sini, jangan k
Read more

Part 48 Mengambil Langkah

"Begini saja, kalau suatu saat kita bertemu lagi, Anda bisa mengembalikannya. Saya ikhlas membantu, kalian baru saja dicopet dan tidak punya uang pegangan sama sekali. Ini bukan untuk Anda, tapi untuk putra Anda," ucapnya yang membuat pipiku basah karena air mata.Ucapannya itu benar adanya. Aku sama sekali tidak punya uang. Ada sedikit, hanya delapan ribu rupiah. Malam ini kami bahkan tidak tahu akan tidur di mana karena semua uangku raib."Saya tahu ucapan saya tadi mungkin menyinggung harga diri Anda, tapi sungguh, saya tidak bermaksud demikian." Kata-katanya lugas tanpa menindas. Tak ada nada menghina dari suaranya yang ramah. Pun demikian dengan tatapan dan raut wajahnya yang tenang dan bersahaja. Ia kembali tersenyum, tepatnya tersenyum untuk Agam.Haruskah aku mengambilnya? Aku malu tapi butuh. Jika aku menerima, apakah dia akan meminta balasan yang aneh-aneh? Bisa saja dia orang jahat yang berpura-pura jadi penolong."Saya sebentar lagi akan terbang ke pulau lain. Saya bukan p
Read more

Part 49 Bertemu Sepupu Ipar

Pagi bersambut dan kuharap ketenangan baru akan kujemput. Aku dan Agam baru saja selesai makan bubur ayam. Tadinya ingin membeli nasi bungkus, tapi aku tidak begitu yakin apakah Agam suka dengan lauknya.Celotehannya menjadi nyanyian pagi yang menepis pilu. Meninggalkan penginapan yang kami sewa semalam, sekarang kami duduk di atas becak motor. Jarak penginapan itu hanya sekitar setengah kilometer dari stasiun keberangkatan.Semalam pemilik penginapan berbaik hati membantuku memesan tiket kapal. Dia juga menyarankan untuk membeli ponsel communicator lipat saat kukatakan aku tidak bisa memesan tiket via ponsel karena ponselku hilang. Walau hanya ponsel second seharga seratus ribu rupiah, nyatanya cukup berguna. Sekarang aku sedikit lega karena bisa menghubungi Kemal dan Ibu Uma nanti."Ibu, nda bica telpon Om Kemal?" tanya Agam yang sedang mengemut kue beruangnya sambil melirik ponsel kecil di tanganku."Sudah bisa, tapi … kalau Agam telpon, cuma bisa dengar suaranya. Agam tidak bisa li
Read more

Part 50 Memulai Kembali

Sehari semalam berada di atas kapal, kini daratan Pulau Sulawesi itu mulai terlihat. Semalaman aku terjaga memangku dan memeluk Agam. Rasa kantuk yang tadinya begitu berat seakan sirna mendengar awak kapal mengumumkan jika kurang dari sejam lagi kami akan berlabuh.Senyumku merekah melihat layar ponsel kecilku menampilkan nama Kemal. Keterbatasan jaringan seluler membuat kami hanya bisa bertukar pesan. Panggilan telpon seringkali terputus, kadang pula hanya bunyi kresek yang terdengar. Penumpang kapal lain menyarankanku untuk ke dek kapal, tapi aku takut. Selain takut jatuh ke laut, aku takut kalau sampai dicopet lagi. Meski tergembok, aku juga takut ada yang mengutak-atik koperku."Halo, assalamualaikum, Mbak. Sekarang Mbak ada di mana?" tanya Kemal."Waalaikumusalam. Masih di kapal, Kemal. Sebentar lagi kapalnya mau berlabuh. Habis ini aku mau cari kos-kosan sekitar kampus. Di sana pasti ramai dan banyak pilihan tempat yang terjangkau. Kamu tidak perlu kirimkan uang buat beli tiket
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status